Perbankan

OJK Catat Kredit Perbankan Tembus Rp7.825 Triliun per Februari 2025, Pertumbuhan Stabil di Tengah Tekanan Ekonomi

OJK Catat Kredit Perbankan Tembus Rp7.825 Triliun per Februari 2025, Pertumbuhan Stabil di Tengah Tekanan Ekonomi
OJK Catat Kredit Perbankan Tembus Rp7.825 Triliun per Februari 2025, Pertumbuhan Stabil di Tengah Tekanan Ekonomi

JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri perbankan nasional tetap menunjukkan stabilitas dan pertumbuhan yang sehat hingga Februari 2025, meskipun dihadapkan pada tekanan ekonomi global. Kredit perbankan tercatat mengalami pertumbuhan dua digit mencapai Rp7.825 triliun, naik 10,30 persen secara tahunan (year on year/yoy), menguat dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar 10,27 persen yoy.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta.

“Kinerja intermediasi perbankan relatif stabil dengan profil risiko yang terjaga,” ujar Dian Ediana Rae.

Pertumbuhan kredit ini didorong oleh peningkatan pada beberapa jenis pembiayaan. Kredit investasi menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi, yakni 14,62 persen yoy. Selanjutnya, kredit konsumsi meningkat 10,31 persen, sedangkan kredit modal kerja tumbuh sebesar 7,66 persen yoy.

Secara kepemilikan, bank milik negara (BUMN) menjadi motor utama pertumbuhan kredit dengan capaian 10,93 persen yoy. Dari sisi kategori debitur, kredit kepada korporasi melonjak tajam sebesar 15,95 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang hanya tumbuh 2,51 persen.

Tak hanya sisi penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Total DPK hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp8.926 triliun, naik 5,75 persen yoy dibandingkan Januari 2025 yang mencatat pertumbuhan 5,51 persen yoy. Peningkatan DPK ini disumbang oleh pertumbuhan giro sebesar 6,09 persen, tabungan 7,21 persen, dan deposito 4,25 persen.

Likuiditas perbankan nasional pun terjaga dengan baik. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) mencapai 116,76 persen, naik dari 114,86 persen pada Januari 2025. Sementara rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) juga menguat ke posisi 26,35 persen dari 26,03 persen sebelumnya. Kedua rasio ini berada jauh di atas ambang batas minimal yang ditetapkan, masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Sementara itu, liquidity coverage ratio (LCR) yang menunjukkan ketahanan likuiditas jangka pendek bank berada di level 210,14 persen, yang juga jauh melampaui batas minimum regulator.

Dari sisi kualitas aset, OJK menyatakan bahwa tingkat risiko kredit masih terkendali. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross tercatat sebesar 2,22 persen, sedikit meningkat dari 2,18 persen pada Januari 2025. NPL net berada di angka 0,81 persen, naik dari 0,79 persen. Loan at Risk (LaR), yang mengukur potensi risiko kredit lebih luas, juga stabil di angka 9,77 persen.

Ketahanan sektor perbankan nasional juga diperkuat oleh tingkat permodalan yang tinggi. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) berada di level 26,98 persen, mencerminkan bantalan risiko yang kuat untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

“Stabilitas perbankan masih terjaga. Permodalan yang tinggi menjadi faktor penting dalam menjaga ketahanan terhadap risiko eksternal,” ujar Dian.

Kinerja yang kuat ini menunjukkan bahwa sektor perbankan Indonesia masih mampu berfungsi optimal sebagai penopang utama pemulihan ekonomi nasional. Dengan pertumbuhan kredit yang sehat dan profil risiko yang terkendali, OJK optimistis sektor perbankan dapat terus memainkan peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

Ke depan, OJK menyatakan akan terus memperkuat pengawasan dan menjaga stabilitas sistem keuangan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dalam pengelolaan risiko. Kolaborasi dengan pemerintah, pelaku industri, dan otoritas terkait akan menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berdaya saing.

Dengan pencapaian ini, industri perbankan Indonesia diharapkan tetap menjadi pilar penting dalam menjaga kestabilan ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi dinamika global yang penuh tantangan sepanjang tahun 2025.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index