JAKARTA – Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus tokoh nasional, Anies Baswedan kembali mengangkat isu kemiskinan dalam pernyataan terbarunya yang viral di media sosial. Lewat akun X (dulu Twitter) miliknya, @aniesbaswedan, Anies menekankan pentingnya empati dalam memahami akar persoalan kemiskinan, termasuk fenomena banyaknya keluarga miskin yang memiliki anak dalam jumlah besar.
"Empati itu bukan membenarkan, mewajarkan, apalagi romantisasi. Empati itu memahami alih-alih menghakimi. Supaya kita tahu apa yang terlihat 'masalah' seringkali adalah respons terhadap sistem yang lebih dulu bermasalah," tulis Anies.
Pernyataan tersebut menyentil kembali perdebatan publik tentang hubungan antara kemiskinan dan jumlah anggota keluarga. Menurut Anies, banyak keluarga miskin memilih memiliki banyak anak bukan semata karena ketidaktahuan atau kelalaian, melainkan sebagai respons terhadap situasi sosial dan ekonomi yang tidak memberi kepastian.
Ia mencontohkan bahwa anak sering kali dianggap sebagai “investasi sosial”, atau jaminan bagi hari tua ketika tidak ada dukungan sistemik dari negara. Oleh karena itu, ia menilai negara semestinya hadir memberikan solusi nyata, bukan justru menyalahkan pilihan hidup masyarakat miskin.
Solusi Struktural dalam Visi-Misi AMIN
Saat ditanya mengenai solusi konkret untuk menanggulangi kemiskinan, Anies merujuk pada visi dan misi pasangan Anies-Muhaimin (AMIN) dalam Pilpres 2024 lalu. Ia menyebut gagasan dalam visi misi tersebut telah memuat pendekatan menyeluruh untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan.
“Kalau mau bicara soal solusi kemiskinan secara lebih konkret, kami kan sudah pernah menawarkannya dalam visi-misi AMIN yg lalu. :) Silakan ditinjau kembali. Banyak hal yg dirancang di sana, dari ekonomi keluarga hingga keadilan antargenerasi,” tulis Anies.
Dalam pengalaman kepemimpinannya di Jakarta, Anies mengklaim telah menerapkan kebijakan berbasis empati yang dibarengi dengan solusi struktural. Ia mencontohkan beberapa program konkret seperti perluasan kepesertaan BPJS untuk seluruh warga, pengadaan Kartu Lansia Jakarta, hingga peningkatan layanan kesehatan bagi warga lanjut usia dan kelompok rentan.
Langkah Nyata selama Pimpin Jakarta
Tak hanya sektor kesehatan, program pemberdayaan ekonomi dan pendidikan juga menjadi prioritas selama ia menjabat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kala itu menghadirkan berbagai fasilitas seperti pasar murah, transportasi Jaklingko gratis, pelatihan kewirausahaan Jakpreneur, subsidi pendidikan, serta berbagai jenis bantuan sosial untuk warga kurang mampu.
Anies juga menyinggung pentingnya akses rekreasi yang merata bagi semua kalangan, termasuk keluarga miskin. Menurutnya, hiburan tidak seharusnya menjadi hak istimewa segelintir orang saja.
“Hiburan tidak boleh menjadi privilese, tapi hak setiap warga. Maka Pemprov buka ruang-ruang rekreasi yang setara: ratusan taman kota, ruang publik baru, ribuan titik JakWifi, revitalisasi Kota Tua, acara budaya gratis,” jelasnya.
Tak hanya itu, Pemprov DKI di bawah kepemimpinannya juga aktif melakukan edukasi seputar keluarga berencana dan hak reproduksi. Edukasi ini digalakkan melalui kolaborasi antara Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP), Dinas Kesehatan, serta PKK.
Pentingnya Pendekatan Manusiawi
Dalam pernyataan penutupnya, Anies mengajak publik dan para pembuat kebijakan untuk mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi dalam menyikapi kemiskinan. Ia menolak pendekatan yang cenderung menghakimi, dan sebaliknya mendorong lahirnya empati sosial.
“Welas asih itu bukan kelembutan yang lemah, tapi kekuatan yang menuntut keadilan. Karena hidup yang bermartabat adalah hak semua, bukan hak segelintir,” tegas Anies.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya diskursus publik terkait kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih berfokus pada instrumen teknis semata, seperti wacana kontroversial mengenai syarat keluarga berencana untuk penerima bantuan sosial.
Dengan pendekatan yang menekankan empati dan sistemik, Anies kembali menegaskan posisinya sebagai sosok yang menawarkan narasi alternatif dalam penanganan masalah sosial di Indonesia.