Transportasi

Jakarta Dorong Transformasi Transportasi Publik, Strategi Insentif Diutamakan untuk Kurangi Kemacetan

Jakarta Dorong Transformasi Transportasi Publik, Strategi Insentif Diutamakan untuk Kurangi Kemacetan
Jakarta Dorong Transformasi Transportasi Publik, Strategi Insentif Diutamakan untuk Kurangi Kemacetan

JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin gencar mempromosikan transportasi publik sebagai solusi utama untuk mengatasi kemacetan yang semakin parah. Dengan sistem transportasi publik yang telah mencakup 253 kilometer, Jakarta kini memasuki era baru dalam mengelola mobilitas warganya.

Bus Rapid Transit (BRT) TransJakarta menjadi tulang punggung dengan jaringan sepanjang 231 km, disusul oleh Mass Rapid Transit (MRT) sejauh 16 km dan Light Rail Transit (LRT) sepanjang 6 km. Meskipun infrastruktur telah berkembang pesat, tantangan besar masih menghadang: mayoritas warga Jakarta masih lebih memilih kendaraan pribadi.

Menurut data Statista, sebanyak 67 persen warga Jakarta menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari, terdiri dari 44 persen pengguna mobil dan 23 persen pengguna sepeda motor. Data dari Google menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sebanyak 79 persen kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan ibu kota adalah kendaraan pribadi.

Tingginya volume kendaraan ini berdampak signifikan pada tingkat kemacetan. Berdasarkan peringkat global, Jakarta menempati posisi ketujuh sebagai kota termacet di dunia pada tahun 2024. Penelitian yang dilakukan oleh Saeidizand dkk. juga menunjukkan korelasi positif antara kepemilikan kendaraan pribadi dan kemacetan di kota-kota metropolitan dunia.

Lebih dari sekadar waktu tempuh yang semakin lama, kemacetan di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang sangat besar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat kerugian akibat kemacetan di Jakarta pada tahun lalu mencapai Rp100 triliun. Rinciannya, kerugian lingkungan sebesar Rp60 triliun dan kerugian kesehatan sebesar Rp40 triliun.

Dampak lain yang tak kalah serius adalah penurunan kualitas hidup warga. Gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, stres, hingga depresi menjadi lebih umum di tengah kondisi lalu lintas yang buruk.

Berbagai solusi telah diterapkan, mulai dari pelebaran jalan hingga sistem ganjil-genap. Namun, hasilnya belum signifikan. Penelitian oleh Yudhistira dkk. menemukan bahwa sistem ganjil-genap hanya mengurangi waktu tempuh sebesar 3 persen dan efeknya tidak bertahan lama.

Menyadari keterbatasan strategi pembatasan kendaraan, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung kini mengadopsi pendekatan insentif untuk mendorong warga beralih ke transportasi publik. Salah satu langkah konkretnya adalah memberikan layanan transportasi gratis pada hari-hari besar.

“Pada Hari Kartini 21 April lalu, seluruh perempuan bisa naik transportasi publik secara gratis. Begitu pula pada Hari Angkutan Nasional 24 April, semua warga menikmati layanan gratis,” kata Pramono Anung dalam konferensi pers usai peluncuran rute baru TransJakarta.

Selain itu, Pemprov Jakarta juga telah menggratiskan transportasi umum bagi 15 golongan masyarakat, termasuk kelompok rentan. Kebijakan ini merupakan bagian dari janji kampanye pasangan Pramono Anung dan Rano Karno yang ingin menciptakan kota dengan mobilitas inklusif.

Langkah insentif ini terinspirasi dari kebijakan serupa di sejumlah kota dunia. Kota Tallinn di Estonia misalnya, sejak menerapkan transportasi gratis penuh pada 2013, mencatat lonjakan pengguna harian sebesar 3 persen dalam tiga bulan pertama. Dalam setahun, persentase pengguna transportasi publik naik dari 55 persen menjadi 63 persen, sementara penggunaan kendaraan pribadi menurun sebesar 10 persen.

Contoh lain datang dari Gothenburg (Swedia) dan Copenhagen (Denmark), di mana pemberian tiket gratis terbukti mampu menarik pengguna baru dan meningkatkan loyalitas terhadap transportasi publik.

Tak hanya berhenti di insentif, Pemprov Jakarta juga memperluas jaringan transportasi publik. Empat rute baru TransJakarta telah diluncurkan, yakni Bekasi–Cawang, Kota Wisata–Cawang, Alam Sutera–Blok M, dan Binong–Grogol. Jalur Alam Sutera–Blok M sudah mulai beroperasi pada 24 April 2025.

Rencana strategis lainnya termasuk memperpanjang jalur MRT dari Lebak Bulus hingga Serpong untuk menjangkau wilayah penyangga Jakarta. Upaya ini diharapkan bisa mengubah pola mobilitas warga secara bertahap.

“Semakin luas cakupan layanan transportasi publik, semakin besar pula aktivitas ekonomi yang tumbuh di sekitar jalur baru,” ujar Pramono, mengutip kajian Levinson dan King mengenai hubungan antara transportasi publik dan pertumbuhan ekonomi lokal.

Penerapan strategi berbasis insentif ini juga dianggap lebih inklusif dan minim resistensi dibandingkan dengan strategi disinsentif seperti jalan berbayar (road pricing), kuota kendaraan, atau kenaikan harga BBM. Meski efektif di atas kertas, strategi pembatasan kendaraan kerap memicu penolakan publik, seperti yang terjadi di Tehran dan Bournemouth.

“Yang dibutuhkan bukan hanya membatasi, tetapi juga memberikan alternatif yang layak dan terjangkau bagi warga,” tegas Pramono.

Dengan serangkaian strategi insentif dan perluasan jaringan yang agresif, Jakarta kini menapaki babak baru dalam sistem transportasi perkotaannya. Diharapkan, pergeseran dari kendaraan pribadi ke transportasi publik dapat mengurangi kemacetan, memperbaiki kualitas udara, dan meningkatkan kualitas hidup warga ibu kota secara menyeluruh.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index