JAKARTA — Menurunnya harga batu bara global membawa tekanan besar terhadap perekonomian daerah, termasuk di Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur, yang selama ini sangat bergantung pada sektor pertambangan. Namun, di tengah kondisi tersebut, Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi, menegaskan bahwa para pekerja tidak boleh dijadikan korban dari fluktuasi ekonomi ini.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Mahyunadi dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang digelar di Sangatta, Kamis. Ia menekankan pentingnya perlindungan tenaga kerja di tengah tekanan industri akibat turunnya harga komoditas batu bara.
“Kami memahami situasi ekonomi saat ini tidak mudah, terutama bagi sektor pertambangan. Namun saya berharap tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Pekerja adalah aset utama yang justru harus dilindungi,” ujar Mahyunadi dalam sambutannya.
Menurut data dari sektor industri, harga batu bara global mengalami penurunan signifikan sejak awal tahun 2025. Kondisi ini memaksa banyak perusahaan untuk melakukan efisiensi operasional. Namun, Mahyunadi mengingatkan bahwa langkah efisiensi tidak boleh serta merta menjadikan pekerja sebagai pihak yang paling terdampak.
Ia juga menekankan bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai Timur siap menjadi fasilitator dialog antara pihak perusahaan dan pekerja agar solusi yang diambil bersifat adil dan tidak merugikan pihak manapun.
“Saya yakin masih banyak perusahaan yang belum menyelesaikan hak-hak pekerja. Kita perlu duduk bersama. Pemerintah terbuka terhadap dialog. PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) adalah solusi terakhir bila memang harus ditempuh,” tegas Mahyunadi.
Mahyunadi juga memanfaatkan momentum Hari Buruh untuk mengumumkan program strategis Pemkab Kutim dalam melindungi pekerja rentan. Pemerintah menargetkan pemberian perlindungan asuransi ketenagakerjaan bagi 150 ribu pekerja, terutama mereka yang bekerja di sektor informal atau tidak tetap.
Program ini merupakan bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan buruh di Kutim. Jika pekerja mengalami risiko kerja seperti kecelakaan atau meninggal dunia, maka keluarga akan menerima santunan hingga Rp42 juta.
“Jika terjadi risiko kerja seperti kecelakaan atau meninggal dunia, keluarga akan mendapat santunan hingga Rp42 juta. Ini bentuk kepedulian nyata terhadap nasib buruh,” jelas Mahyunadi.
Peringatan May Day di Kutim tahun ini diwarnai dengan berbagai kegiatan, seperti senam bersama yang melibatkan berbagai serikat pekerja, pembagian doorprize, hingga forum dialog terbuka. Acara ini tidak hanya menjadi ajang selebrasi, namun juga forum strategis untuk membahas isu-isu penting ketenagakerjaan di daerah.
Forum dialog tersebut diikuti oleh perwakilan pekerja, pengusaha, serta unsur pemerintah daerah. Isu-isu utama yang dibahas mencakup jaminan perlindungan hak-hak buruh, pengupahan yang adil, serta mekanisme penyelesaian sengketa ketenagakerjaan secara bermartabat.
Salah satu peserta forum, perwakilan serikat pekerja sektor tambang, menyampaikan aspirasi agar perusahaan tidak hanya fokus pada efisiensi keuangan, tetapi juga menjaga keberlangsungan relasi industrial yang harmonis.
Di sisi lain, beberapa perusahaan mengeluhkan tantangan besar yang dihadapi akibat turunnya permintaan pasar dan biaya produksi yang terus naik. Namun, mereka menyambut baik inisiatif pemerintah daerah yang bersedia menjadi mediator dalam menyelesaikan permasalahan di lapangan.
Langkah yang diambil oleh Pemkab Kutim ini mendapat respons positif dari berbagai pihak. Pemerhati ketenagakerjaan dan akademisi menilai upaya menjaga stabilitas ketenagakerjaan di tengah krisis merupakan kunci untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas sosial.
Kutim sebagai salah satu daerah penghasil batu bara terbesar di Indonesia tentu sangat rentan terhadap dinamika pasar global. Oleh karena itu, strategi mitigasi dampak penurunan harga komoditas menjadi krusial, terutama bagi daerah yang belum sepenuhnya mendiversifikasi sumber perekonomiannya.
Di akhir kegiatan, Mahyunadi kembali mengingatkan pentingnya sinergi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi. “Kesejahteraan buruh adalah pilar utama pembangunan daerah. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan hanya karena fluktuasi pasar,” ujarnya.
Dengan kebijakan yang tepat dan komunikasi yang terbuka, diharapkan Kutim dapat melewati masa sulit ini tanpa harus mengorbankan para buruh yang selama ini menjadi tulang punggung pembangunan daerah.