Petani

Curah Hujan Meningkat, Petani Aceh Mulai Tanam Gadu dengan Tantangan El Nino dan Krisis Air

Curah Hujan Meningkat, Petani Aceh Mulai Tanam Gadu dengan Tantangan El Nino dan Krisis Air
Curah Hujan Meningkat, Petani Aceh Mulai Tanam Gadu dengan Tantangan El Nino dan Krisis Air

JAKARTA — Memasuki awal musim tanam gadu, petani di Provinsi Aceh mulai melaksanakan aktivitas pertanian mereka di tengah curah hujan yang meningkat sejak tiga pekan terakhir. Musim tanam kedua yang kerap menghadapi tantangan kekeringan ini menjadi perhatian serius, terutama dengan adanya fenomena cuaca El Nino yang diperkirakan dapat meningkatkan suhu panas dan mengganggu keberlangsungan pertanian.

Musim Tanam Gadu di Aceh: Tantangan Cuaca dan Keterbatasan Sumber Air

Petani di berbagai daerah, khususnya yang mengandalkan sistem pertanian tadah hujan dan memiliki akses terbatas terhadap saluran irigasi teknis, kini tengah memulai persiapan untuk menanam padi. Dalam beberapa pekan terakhir, hujan yang intens di beberapa wilayah Aceh memberikan harapan bagi petani untuk menjalankan musim tanam gadu dengan lebih baik.

Namun, fenomena cuaca El Nino yang diprediksi dapat memicu panas ekstrem di tengah musim tanam gadu menjadi perhatian besar bagi petani. Abdullah, seorang tokoh masyarakat tani di Kecamatan Delima, menjelaskan bahwa fenomena alam ini sering menyebabkan krisis air di lahan pertanian mereka. “Karena musim gadu sering krisis air, maka untuk lahan yang sudah ditanam musim gadu tahun lalu, kali ini kami memberi kesempatan untuk lahan yang lain. Jadi musim gadu harus dibagi menjadi dua bagian, jika satu bagian ditanam, yang lainnya dibiarkan berhenti,” kata Abdullah.

Kondisi Sawah di Kabupaten Pidie: Beberapa Lahan Dibiarkan Menganggur

Di Kabupaten Pidie, yang memiliki luas lahan sawah sekitar 24.787 hektare, hanya sekitar 15.000 hektare yang digunakan untuk menanam padi musim gadu. Sementara itu, sebagian besar petani memilih menanam palawija seperti bawang merah, cabai merah, tomat, semangka, kacang tanah, dan kacang hijau. Ada pula lahan yang dibiarkan kosong karena tidak dapat mengandalkan pasokan air yang cukup.

Meskipun demikian, sebagian besar petani di Kecamatan Delima, Indrajaya, dan Peukan Baro mulai menanam padi dengan semangat tinggi. Beberapa petani lainnya bahkan sudah memulai pengolahan tanah dan penaburan benih. Beruntungnya, pasokan air masih memadai berkat curah hujan yang turun dalam dua pekan terakhir, yang menjaga debit air irigasi teknis tetap lancar.

"Kalau dua bulan ke depan tidak kemarau, kemungkinan hasil panen akan tercapai. Yang terpenting adalah agar tanaman padi terus tumbuh dengan baik," ungkap Mawardi, seorang petani di Desa Masjid Reubee, Kecamatan Delima.

Krisis Pupuk dan Serangan Hama: Masalah yang Tak Kunjung Selesai

Namun, semangat petani di Aceh tidak sepenuhnya mulus. Meskipun kondisi lahan dan ketersediaan air cukup mendukung, krisis pupuk bersubsidi menjadi kendala serius bagi petani. Selain itu, harga racun hama yang tinggi juga mempengaruhi biaya produksi. Tak hanya itu, dalam tiga tahun terakhir, banyak lahan pertanian di Aceh yang mengalami serangan hama dan penyakit tanaman yang merugikan.

Menurut catatan Media Indonesia, serangan hama ini kemungkinan besar disebabkan oleh penyebaran benih yang tidak teruji secara laboratorium. Hal ini mengindikasikan adanya peredaran benih ilegal yang tidak bersertifikat dan diduga melibatkan sejumlah penyuluh pertanian serta aparat dinas terkait. Keberadaan benih yang tidak terjamin kualitasnya ini menjadi salah satu faktor utama penyebab gagal panen dan menurunnya produktivitas pertanian.

Harapan di Tengah Tantangan

Meski menghadapi sejumlah tantangan, petani di Aceh tetap menunjukkan ketangguhan mereka dalam mengelola pertanian, bahkan di tengah ancaman El Nino yang dapat memengaruhi curah hujan dan pasokan air. Semangat untuk menjaga keberlanjutan pertanian ini didorong oleh kebutuhan ekonomi masyarakat yang sangat bergantung pada hasil pertanian, terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah pesisir Selatan Malaka yang mayoritas berprofesi sebagai petani padi dan nelayan.

Namun, petani berharap ada upaya lebih lanjut dari pemerintah untuk mengatasi masalah krisis pupuk bersubsidi dan penyebaran benih ilegal. Jika hal ini tidak segera ditangani, maka hasil pertanian yang selama ini menjadi andalan kehidupan mereka dapat terancam.

"Keterbatasan akses terhadap pupuk dan harga racun hama yang terus melambung, ditambah lagi dengan serangan hama yang sulit dikendalikan, menjadi tantangan besar bagi kami petani. Kami berharap ada solusi untuk masalah ini," kata Abdullah, menutup pembicaraan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index