JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali melaporkan telah menerima sebanyak 152 pengaduan konsumen terkait industri jasa keuangan selama triwulan pertama tahun 2025. Mayoritas laporan tersebut berasal dari sektor perbankan dan teknologi finansial (fintech), mencerminkan dinamika yang cukup kompleks dalam layanan keuangan di wilayah Bali.
Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menyampaikan bahwa laporan tersebut diterima melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) dan mencakup berbagai isu, mulai dari sengketa layanan hingga dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
“Dari total 152 laporan tersebut, sebanyak 108 telah selesai ditindaklanjuti, sementara 9 pengaduan masih menunggu tanggapan dari PUJK, dan 35 lainnya menunggu respons konsumen,” jelas Kristrianti dalam keterangannya.
Perbankan dan Fintech Paling Banyak Diadukan
Dari rincian data pengaduan tersebut, sektor perbankan menjadi yang paling banyak diadukan, yaitu 64 kasus, disusul oleh fintech sebanyak 56 pengaduan, perusahaan pembiayaan 28 pengaduan, dan masing-masing dua pengaduan dari perusahaan asuransi dan pasar modal.
Menurut Kristrianti, sebagian besar laporan terkait praktik penagihan yang dianggap tidak etis serta berbagai bentuk kejahatan eksternal, seperti penipuan digital, pembobolan rekening, skimming, dan kejahatan siber.
“Banyak pengaduan menyangkut penagihan agresif dan fraud eksternal. Ini menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan,” ujarnya.
Mekanisme Penanganan: IDR dan EDR
Dalam menindaklanjuti pengaduan, OJK mengandalkan dua mekanisme utama, yakni Internal Dispute Resolution (IDR) dan External Dispute Resolution (EDR). Melalui skema IDR, konsumen bisa langsung menyampaikan keluhan kepada PUJK atau melalui aplikasi APPK di laman resmi OJK: https://kontak157.ojk.go.id.
PUJK diwajibkan merespons pengaduan dalam waktu maksimal 10 hari kerja, dengan kemungkinan perpanjangan satu kali. Konsumen yang tidak puas dengan hasil tanggapan diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan satu kali lagi.
Jika keberatan tidak menghasilkan penyelesaian, konsumen dapat melanjutkan kasus melalui mekanisme EDR, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK), atau menempuh jalur hukum formal.
Pengetatan Aturan Penagihan
Sejalan dengan tingginya aduan terkait penagihan, OJK telah memperketat regulasi lewat POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Regulasi ini menegaskan bahwa penagihan harus dilakukan secara etis, tanpa tekanan, ancaman, atau perlakuan yang mempermalukan konsumen.
“Penagihan oleh pelaku usaha jasa keuangan harus dilakukan dengan cara yang manusiawi, tanpa kekerasan, tekanan verbal, fisik, maupun pelecehan emosional. Kami akan menindak tegas pelanggaran atas ketentuan ini,” tegas Kristrianti.
OJK juga meminta masyarakat untuk tidak menunda pembayaran tagihan guna menghindari denda dan potensi tekanan dari penagih utang. Namun, dalam kondisi terjadi pelanggaran etika penagihan, konsumen diimbau untuk melapor secara resmi melalui APPK.
Edukasi dan Pencegahan Kejahatan Digital
Dalam upaya melindungi konsumen dari kejahatan siber yang makin marak, OJK juga aktif menyosialisasikan tips pencegahan penipuan digital. Beberapa langkah penting yang direkomendasikan antara lain:
-Menjaga kerahasiaan PIN dan OTP
-Tidak mengeklik tautan mencurigakan
-Rutin memantau notifikasi dan riwayat transaksi
-Tidak memberikan akses aplikasi perbankan kepada pihak ketiga
Kristrianti menambahkan, edukasi publik dan peningkatan literasi keuangan digital menjadi kunci penting dalam membangun ekosistem keuangan yang aman dan inklusif di era digital.
Kesadaran Konsumen Jadi Kunci
Meskipun OJK terus memperketat pengawasan dan memberikan saluran pengaduan yang responsif, peran aktif konsumen dalam melindungi data pribadi dan memahami hak-hak finansial mereka juga sangat penting.
“Kami mengimbau masyarakat Bali untuk lebih berhati-hati dalam bertransaksi digital dan tidak ragu menyampaikan keluhan jika menemukan kejanggalan dalam layanan jasa keuangan,” tutup Kristrianti.