JAKARTA — Rencana Pemerintah Kabupaten Konawe untuk membangun Pelabuhan Khusus (Pelsus) bijih nikel di Kecamatan Soropia menuai penolakan keras dari masyarakat sipil. Salah satu suara penolakan tegas datang dari Karang Taruna Kecamatan Lalonggasumeeto, yang menilai proyek ini mengancam kelestarian lingkungan pesisir serta keberlangsungan ekonomi berbasis pariwisata dan perikanan.
Rencana pembangunan pelabuhan tersebut diungkap langsung oleh Bupati Konawe, Yusran Akbar, saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Konawe pada Kamis, 10 April 2025 lalu, yang digelar di salah satu hotel di Konawe.
Dalam sambutannya, Bupati Yusran menyatakan bahwa pembangunan pelabuhan bijih nikel di Soropia bertujuan untuk mendukung aksesibilitas investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun, pernyataan ini ditanggapi kritis oleh Ketua Karang Taruna Kecamatan Lalonggasumeeto, Jusran Thayeb, S.Pi., yang secara tegas menyatakan penolakan terhadap proyek tersebut karena dinilai tidak memperhatikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan sosial masyarakat pesisir.
“Kacau berpikirnya kalau pembangunan Pelabuhan Khusus untuk aktivitas bongkar muat ore nikel di Soropia tetap dipaksakan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan pesisir laut dan lingkungan sosial,” tegas Jusran dalam keterangannya.
Pesisir Konawe: Sentra Ekowisata dan Konservasi
Daerah pesisir Konawe, khususnya Kecamatan Lalonggasumeeto dan Soropia, dikenal sebagai wilayah yang kaya akan potensi pariwisata, konservasi, dan perikanan budidaya. Di Lalonggasumeeto terdapat destinasi wisata Pantai Batu Gong, kawasan konservasi kerang kima di Desa Toli-Toli, serta sentra budidaya ikan di Desa Wawobungi. Sementara itu, Soropia memiliki objek wisata Permandian Bintang Samudera dan Pantai Toronipa yang menjadi daya tarik utama wisatawan lokal maupun luar daerah.
Jusran menilai bahwa potensi ini akan terganggu secara signifikan apabila pelabuhan khusus nikel dibangun di kawasan tersebut.
“Daerah pesisir Konawe ini sangat berpotensi untuk ekonomi keberlanjutan dan masa depan. Jika pembangunan ini dilaksanakan, maka daerah pesisir Konawe akan merasakan dampak yang sangat luar biasa, baik dari sisi lingkungan laut maupun sosial masyarakatnya,” ungkapnya.
Mengacu pada Dampak Buruk Investasi Tambang di Morosi
Penolakan Karang Taruna juga didasarkan pada pengalaman serupa di Kecamatan Morosi, yang menjadi lokasi beroperasinya perusahaan tambang nikel seperti VDNI dan OSS. Menurut Jusran, kehadiran industri tambang di Morosi telah menimbulkan dampak serius, seperti:
-Parkir liar tongkang dan kapal besar (vessel)
-Tumpahan ore nikel saat bongkar muat
-Limbah batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
-Penurunan kualitas lingkungan laut
“Dampak investasi di Morosi sudah cukup meresahkan. Hal inilah yang harus menjadi pertimbangan Pemerintah Kabupaten Konawe demi masa depan ekosistem laut dan sosial masyarakat pesisir,” imbuh Jusran.
Ia menambahkan bahwa proyek seperti ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga berpotensi menurunkan hasil tangkapan nelayan, mencemari air laut, serta mempengaruhi kesehatan masyarakat yang bergantung pada ekosistem laut.
Seruan Evaluasi dan Kajian Lingkungan
Karang Taruna Kecamatan Lalonggasumeeto mendesak agar Pemkab Konawe melakukan kajian mendalam dan transparan terhadap rencana pembangunan pelabuhan bijih nikel ini. Evaluasi tersebut harus mencakup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta konsultasi publik dengan masyarakat terdampak langsung.
“Langkah Pemerintah Kabupaten Konawe untuk membangun pelabuhan khusus di Kecamatan Soropia harus dipertimbangkan demi masa depan lingkungan pesisir laut dan sosial di Kecamatan Lalonggasumeeto dan Soropia,” tandas Jusran.
Penolakan ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat pesisir yang selama ini menggantungkan hidup dari kelestarian laut dan pariwisata. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, proyek industri seperti pelabuhan nikel seharusnya tidak mengorbankan sumber penghidupan jangka panjang yang lebih ramah lingkungan.
Masa Depan Konawe: Tambang atau Ekowisata?
Persoalan ini menempatkan Pemerintah Kabupaten Konawe di persimpangan jalan antara mendorong investasi tambang yang bersifat ekstraktif, atau mengembangkan potensi ekowisata dan konservasi yang berkelanjutan di wilayah pesisirnya.
Dengan potensi alam yang melimpah, masyarakat dan kelompok pemuda seperti Karang Taruna berharap pemerintah lebih bijak dalam menentukan arah pembangunan yang tak hanya menguntungkan secara ekonomi sesaat, tetapi juga menjamin keberlanjutan lingkungan dan sosial dalam jangka panjang.
Jika suara-suara masyarakat seperti Karang Taruna Lalonggasumeeto diabaikan, bukan tidak mungkin konflik kepentingan antara industri dan lingkungan akan terus mengemuka di Konawe.