JAKARTA - Upaya memperkuat perdamaian dan mempercepat pembangunan infrastruktur di Aceh kembali mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat. Hal ini terlihat dari pertemuan antara Kepala Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Jamaluddin dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dengan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pada Jumat (11/4/2025) di Kantor Kemenko Infrastruktur, Jakarta Pusat.
Dalam audiensi tersebut, Menteri AHY turut didampingi Menteri Transmigrasi Muhammad Ifititah Sulaiman Suryanegara. Sementara dari pihak Aceh, rombongan dipimpin langsung oleh Mualem dan terdiri dari Plt Sekda Aceh Muhammad Nasir Syamaun, Ketua DPR Aceh Zulfadli, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Aceh T Asnal Zahri, serta sejumlah pejabat daerah lainnya.
Pertemuan yang berlangsung dalam suasana hangat itu membahas sejumlah isu krusial, terutama penguatan perdamaian Aceh yang telah berjalan selama dua dekade pasca penandatanganan MoU Helsinki pada 2005 lalu. Mualem, melalui Kepala BRA Jamaluddin, secara langsung meminta agar pemerintah pusat terus memberikan perhatian khusus terhadap proses reintegrasi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dukungan Pemerintah Pusat Sangat Dibutuhkan
“Untuk penguatan perdamaian Aceh yang sudah berjalan 20 tahun ini, perlu dukungan dari pemerintah pusat. Karena itu, Mualem meminta Menteri AHY memberikan perhatian yang lebih untuk Aceh, apalagi damai Aceh tercapai pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang tak lain adalah ayahnya Menteri AHY,” ujar Jamaluddin.
Lebih lanjut, Jamaluddin menegaskan bahwa salah satu poin penting dalam proses reintegrasi yang masih belum tuntas adalah penyediaan lahan untuk mantan kombatan GAM. Ia merujuk pada butir 3.2.5 dalam MoU Helsinki yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia wajib mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada Pemerintah Aceh untuk mendukung proses reintegrasi mantan pasukan GAM dan memberikan kompensasi kepada tahanan politik serta masyarakat terdampak konflik.
“Persoalan lahan bagi mantan kombatan GAM ini sebelumnya juga sudah intens dibahas ketika AHY menjabat sebagai Menteri ATR/BPN, jadi nyambung ketika kita sampaikan kembali sekarang,” kata Jamaluddin menambahkan.
Apresiasi Kepada Pemerintah Presiden Prabowo
Dalam pertemuan tersebut, Mualem juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang dalam berbagai kesempatan menunjukkan komitmennya terhadap Aceh. Menurut Jamaluddin, perhatian Presiden Prabowo terhadap penyelesaian isu-isu turunan dari MoU Helsinki, termasuk penyediaan lahan, menunjukkan sinyal positif untuk percepatan perdamaian dan pembangunan ekonomi di Aceh.
“Kami mengapresiasi perhatian Presiden Prabowo terhadap Aceh, terutama soal penyediaan lahan untuk mantan kombatan. Ini adalah isu fundamental dalam menjaga perdamaian yang telah susah payah dibangun,” tutur Jamaluddin.
AHY: Aceh Adalah Warisan Damai yang Harus Dijaga
Menanggapi aspirasi yang disampaikan delegasi Aceh, Menteri AHY menyatakan komitmennya untuk terus menjaga keberlangsungan perdamaian di wilayah paling barat Indonesia tersebut. Ia mengakui bahwa perdamaian Aceh adalah warisan penting dari masa pemerintahan ayahandanya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.
“Apa lagi Aceh damai di masa pemerintahan orang tua kami Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami ingin agar Aceh terus maju dan damai,” ujar AHY.
AHY juga menegaskan bahwa ia telah menerima mandat dari Presiden Prabowo untuk menjaga stabilitas pembangunan dan pemerataan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Aceh. Hal ini dianggap selaras dengan semangat rekonsiliasi dan keadilan sosial yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perdamaian.
Upaya Kolaboratif Pusat dan Daerah
Pertemuan ini menjadi sinyal kuat bahwa kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk BRA dan tokoh masyarakat Aceh, menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas pasca-konflik. Dengan dukungan konkret dalam bentuk pengalokasian lahan, penguatan ekonomi lokal, serta pembangunan infrastruktur, diharapkan keberlanjutan perdamaian dapat terjaga dan mendorong kemajuan sosial-ekonomi Aceh.
Sebagai informasi, hingga kini sejumlah program reintegrasi di Aceh masih berjalan, mulai dari bantuan sosial bagi korban konflik, pelatihan keterampilan, hingga pembangunan rumah layak huni bagi mantan kombatan. Namun penyelesaian menyeluruh, terutama terkait penyediaan lahan produktif, masih menjadi pekerjaan rumah besar yang menuntut perhatian lintas sektor dan lintas kementerian.