JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah mendorong percepatan investasi di sektor pengolahan sampah menjadi energi listrik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), mengungkapkan bahwa minat investor terhadap bisnis waste to energy atau pengolahan sampah menjadi energi listrik terus meningkat, terutama dari negara-negara seperti Singapura, Jepang, China, hingga kawasan Eropa.
Menurut Zulhas, potensi bisnis ini sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. Namun, hingga kini banyak calon investor masih menahan diri akibat rumitnya prosedur perizinan yang harus dilalui.
“Sekarang yang ngantri banyak yang mau. Tapi karena ruwet, nggak ada yang berani, nggak sanggup mengurusnya,” ujar Zulhas dalam pernyataannya di Jakarta.
Minat Tinggi, Aturan Menghambat
Zulhas menegaskan, salah satu penghambat utama investasi di sektor ini adalah proses perizinan yang terlalu panjang dan melibatkan banyak kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah. Untuk itu, pemerintah berkomitmen akan memangkas rantai birokrasi demi mempercepat realisasi investasi di sektor energi bersih ini.
“Kita akan selesaikan cepat, bagaimana rantai pengolahan sampah yang begitu panjang perizinannya itu dibersihkan,” tegasnya.
Menurut Zulhas, penyederhanaan perizinan menjadi kunci agar investor asing maupun dalam negeri bisa segera masuk dan mendanai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), yang dinilai tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga menguntungkan secara ekonomi.
Daya Anagata Nusantara (Danantara) Didorong Terlibat
Zulhas juga menyoroti peran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai pihak yang potensial untuk terlibat aktif dalam sektor ini, baik sebagai investor langsung maupun mitra dalam seleksi teknologi.
“Ini bisnis yang banyak peminatnya karena layak dan untung. Jadi nanti yang memilih teknologi, Danantara bisa juga bisnis di situ, atau partner, atau apa yang paling berat menyeleksi teknologi,” katanya.
Dengan keterlibatan Danantara, diharapkan proses seleksi dan implementasi teknologi pengolahan sampah menjadi listrik bisa dilakukan dengan efisien dan terintegrasi, mengingat kompleksitas teknis dan operasional dari proyek semacam ini.
Tiga Perpres Akan Disatukan
Sebagai upaya untuk menciptakan kerangka hukum yang lebih komprehensif, pemerintah tengah menyelaraskan tiga Peraturan Presiden (Perpres) yang selama ini mengatur pengelolaan sampah dan pemanfaatannya sebagai energi. Ketiga regulasi tersebut antara lain:
-Perpres Nomor 97 Tahun 2017, tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
-Perpres Nomor 35 Tahun 2018, tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.
-Perpres Nomor 83 Tahun 2018, tentang penanganan sampah di laut.
-Dengan penyatuan ketiga regulasi ini, diharapkan proses pembangunan dan operasional PLTSa di berbagai kota dapat berjalan lebih lancar, terintegrasi, dan tidak terbebani oleh tumpang tindih peraturan.
Skema Tarif Didorong Lebih Kompetitif
Pemerintah juga menyiapkan skema penetapan harga listrik dari PLTSa yang lebih kompetitif. Dalam skema baru, tarif listrik dari PLTSa direncanakan berada di kisaran 18 hingga 20 sen USD per kilowatt hour (kWh). Angka ini berada di atas tarif yang selama ini ditetapkan oleh PT PLN (Persero), yakni 13,5 sen USD per kWh.
Penetapan tarif tersebut dipandang penting untuk menarik minat investor, sekaligus menjamin kelayakan ekonomi proyek. “Kalau harganya terlalu rendah, investor tentu akan berpikir ulang. Ini harus disesuaikan dengan keekonomian proyek dan jenis teknologi yang digunakan,” kata Zulhas.
Dorongan Menuju Transisi Energi
Langkah-langkah ini sejalan dengan agenda nasional untuk mendorong transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Pengolahan sampah menjadi listrik tidak hanya menjawab persoalan lingkungan yang akut di perkotaan, tetapi juga memberikan solusi atas keterbatasan pasokan energi di berbagai wilayah.
Dengan potensi sampah harian yang mencapai puluhan ribu ton di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, PLTSa diyakini dapat menjadi solusi dua arah: mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA) dan menyediakan sumber energi alternatif yang stabil.
Pemerintah pun berharap dalam waktu dekat regulasi, skema tarif, dan proses perizinan yang lebih sederhana bisa mendorong realisasi proyek PLTSa dalam skala besar di berbagai daerah.
“Kalau semuanya kita sederhanakan, bukan hanya masalah sampah bisa teratasi, tapi kita juga dapat energi yang ramah lingkungan dan membuka lapangan kerja,” tutup Zulhas.
Dengan potensi besar dan dukungan regulasi yang semakin jelas, sektor waste to energy di Indonesia diyakini akan menjadi magnet investasi baru yang menjanjikan dalam peta ekonomi hijau nasional.