JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menjatuhkan sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada PT Brilian Insurance Brokers karena belum memenuhi kewajiban penambahan modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi tersebut diumumkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK.
“Perusahaan dilarang melakukan kegiatan usaha sampai ketentuan pemenuhan modal dapat diatasi,” tegas Ogi dalam konferensi tersebut.
Brilian Insurance Brokers Kena Sanksi, Modal Tak Sesuai Regulasi
Sanksi PKU ini merupakan bentuk tindak lanjut OJK terhadap ketidakpatuhan Brilian Insurance Brokers dalam memenuhi persyaratan ekuitas minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, baik konvensional maupun syariah.
Sesuai POJK 23/2023, perusahaan asuransi yang sudah berdiri wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 250 miliar, sedangkan untuk perusahaan reasuransi minimum ekuitas adalah Rp 500 miliar, paling lambat dipenuhi pada 31 Desember 2026. Jika tidak dipenuhi, maka perusahaan dapat dikenai sanksi bertahap, termasuk pembatasan kegiatan usaha.
Monitoring Ketat oleh OJK terhadap Ekuitas Perusahaan Asuransi
OJK mengungkapkan bahwa pihaknya terus melakukan monitoring intensif terhadap seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan modal inti tersebut. Pada Februari 2025, dari total 144 perusahaan asuransi, sebanyak 106 perusahaan telah memenuhi ketentuan ekuitas minimum tahap pertama.
“OJK terus melakukan monitoring terhadap pemenuhan ekuitas minimum ini dan akan melakukan assessment atas peluang-peluang yang mungkin dilakukan oleh perusahaan asuransi dan reasuransi untuk memenuhi ketentuan tersebut,” ujar Ogi.
Sementara itu, untuk tahap kedua yang jatuh pada 31 Desember 2028, OJK telah mengelompokkan perusahaan ke dalam dua kategori, yakni Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dan KPPE 2. Perusahaan dalam kelompok KPPE 1 diwajibkan memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 500 miliar, sementara KPPE 2 harus memenuhi ekuitas minimal Rp 1 triliun. Persyaratan ini juga berlaku bagi perusahaan asuransi syariah dan reasuransi dengan nominal yang berbeda.
Regulasi Modal untuk Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
POJK 23/2023 mengatur secara detail standar minimum ekuitas untuk perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia. Aturan ini diterbitkan sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan industri perasuransian, memperkuat kapasitas modal, serta menciptakan industri yang lebih sehat dan kompetitif.
Berikut ini rincian ketentuan modal sesuai regulasi:
-Perusahaan asuransi baru: modal disetor minimum Rp 1 triliun
-Perusahaan reasuransi baru: modal disetor minimum Rp 2 triliun
-Perusahaan asuransi yang sudah berdiri: ekuitas minimum Rp 250 miliar
-Perusahaan reasuransi: ekuitas minimum Rp 500 miliar
-Perusahaan asuransi syariah: ekuitas minimum Rp 100 miliar
-Perusahaan reasuransi syariah: ekuitas minimum Rp 250 miliar
Untuk KPPE 1 (2028):
-Asuransi konvensional: Rp 500 miliar
-Asuransi syariah: Rp 200 miliar
-Reasuransi konvensional: Rp 1 triliun
-Reasuransi syariah: Rp 400 miliar
Untuk KPPE 2 (2028):
-Asuransi konvensional: Rp 1 triliun
-Asuransi syariah: Rp 500 miliar
-Reasuransi konvensional: Rp 2 triliun
-Reasuransi syariah: Rp 1 triliun
Dampak bagi Industri dan Pemegang Polis
Penerapan sanksi PKU terhadap Brilian Insurance Brokers menjadi sinyal kuat bahwa OJK tidak akan memberikan toleransi bagi perusahaan yang tidak patuh terhadap regulasi permodalan. Kebijakan ini juga menjadi bentuk perlindungan terhadap nasabah dan pemegang polis, agar tidak dirugikan oleh perusahaan yang memiliki ketahanan keuangan yang lemah.
Dengan adanya ketentuan ekuitas minimum yang lebih tinggi, perusahaan asuransi dan reasuransi didorong untuk melakukan konsolidasi usaha, mencari investor strategis, atau meningkatkan modal disetor secara bertahap agar dapat tetap beroperasi sesuai regulasi dan menjaga kepercayaan publik.