JAKARTA — Kebijakan tarif resiprokal dari Pemerintah Amerika Serikat terhadap barang ekspor Indonesia dikhawatirkan memberikan dampak signifikan terhadap sektor perasuransian, khususnya lini asuransi marine cargo. PT Asuransi Asei Indonesia, sebagai salah satu pemain utama dalam sektor ini, menyampaikan strategi antisipatif menghadapi tantangan yang mungkin muncul akibat kebijakan perdagangan luar negeri tersebut.
Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia, Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe, mengungkapkan bahwa premi asuransi marine cargo yang diperoleh Asei pada kuartal I/2025 mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya. Namun, ia mengakui bahwa kebijakan tarif impor dari AS bisa memberikan tekanan terhadap keberlanjutan pertumbuhan tersebut.
“Pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat terhadap produk Indonesia berpotensi memberikan dampak signifikan, khususnya bagi polis asuransi yang menjamin ekspor ke AS,” ujar Dody.
Dampak Langsung terhadap Marine Cargo
Menurut Dody, dampak pertama yang paling terlihat adalah penurunan volume ekspor ke AS. Kenaikan tarif berimplikasi pada biaya logistik yang lebih tinggi serta penurunan margin bagi eksportir, sehingga banyak pelaku usaha menjadi lebih selektif dalam membeli polis asuransi. Hal ini secara langsung menurunkan jumlah polis baru marine cargo untuk rute ekspor ke Amerika Serikat.
“Penurunan volume ekspor Indonesia ke AS juga berpengaruh terhadap permintaan asuransi marine cargo, mengingat semakin sedikit barang yang dikirim, maka semakin kecil pula kebutuhan asuransinya,” jelasnya.
Selain itu, terdapat risiko idle underwriting capacity, yaitu kapasitas jaminan yang tidak termanfaatkan optimal akibat turunnya eksposur pasar utama. Dalam konteks ini, perusahaan asuransi mengalami surplus kapasitas yang tidak diimbangi oleh permintaan polis yang cukup.
Dody menambahkan, tantangan lain adalah peningkatan konsentrasi risiko ke negara tujuan ekspor lain di luar AS, serta perubahan profil risiko. Negara tujuan baru ekspor seringkali memiliki risiko logistik yang lebih tinggi, yang berpotensi meningkatkan jumlah klaim dalam polis marine cargo.
Strategi Diversifikasi dan Inovasi Produk
Untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut, Asei telah menyiapkan beberapa strategi kunci. Di antaranya adalah melakukan diversifikasi tujuan ekspor dengan fokus ke kawasan Asia, Eropa, dan Timur Tengah. Selain itu, perusahaan juga mendorong perluasan cakupan asuransi ke pengiriman domestik antarpulau, yang dinilai memiliki potensi besar.
“Penting bagi perusahaan asuransi untuk meningkatkan layanan nilai tambah seperti risk assessment, survei barang, serta edukasi kepada tertanggung tentang berbagai risiko logistik,” kata Dody.
Proses underwriting yang lebih selektif juga menjadi kunci dalam menjaga kesehatan portofolio. Kolaborasi dengan pelaku logistik dan pemerintah dinilai penting untuk memahami pergeseran pola ekspor dan risiko baru yang mungkin timbul.
Tak hanya itu, Asei juga mulai mengembangkan produk micro insurance atau usage-based marine cargo yang menyasar pelaku UKM eksportir. Inovasi ini dinilai mampu menjangkau segmen pasar yang selama ini belum maksimal dalam pemanfaatan asuransi pengangkutan.
Harapan Dukungan Pemerintah dan Regulator
Dody juga menyoroti perlunya peran aktif dari pemerintah dan regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mendukung pertumbuhan industri asuransi marine cargo. Ia berharap OJK dapat mendorong digitalisasi proses underwriting dan klaim, serta menetapkan regulasi tarif yang tepat agar tidak terjadi perang harga yang merusak kualitas layanan.
“Kami berharap OJK dapat memfasilitasi sandbox untuk produk inovatif marine cargo, seperti asuransi berbasis pengiriman (pay-per-shipment),” imbuhnya.
Dukungan dari kementerian terkait seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian juga dinilai penting. Dody menyarankan pemberian insentif fiskal, relaksasi biaya logistik bagi eksportir terdampak, hingga penyediaan data ekspor granular untuk mempermudah pemetaan risiko oleh perusahaan asuransi.
“Kami juga mendorong adanya edukasi dan literasi asuransi marine cargo yang lebih menyeluruh, terutama untuk pelaku ekspor skala kecil dan menengah yang masih banyak belum memanfaatkan perlindungan ini,” tutup Dody.
Potensi Tetap Terbuka Meski Tantangan Meningkat
Meski tantangan akibat kebijakan tarif ekspor dari AS menjadi isu utama, Dody menilai bahwa potensi bisnis marine cargo insurance di Indonesia masih cukup besar. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekspor formal yang mengharuskan perlindungan asuransi sebagai bagian dari Letter of Credit (LC) atau kontrak dagang.
Namun demikian, tidak semua ekspor diasuransikan secara optimal. Beberapa eksportir masih mengandalkan skema Free On Board (FOB), bahkan ada yang memilih skema self-insurance. Oleh karena itu, perlu dorongan kuat agar seluruh pelaku ekspor, termasuk UKM, memahami pentingnya perlindungan risiko melalui asuransi marine cargo.
Dengan kolaborasi antara pelaku industri, pemerintah, dan regulator, sektor asuransi marine cargo diharapkan mampu menjawab tantangan global dengan solusi yang adaptif dan berkelanjutan.