Otomotif

Relaksasi Aturan TKDN Dikhawatirkan Ancam Industri Otomotif Lokal, Pakar Sebut Indonesia Bisa Masuki Fase Darurat

Relaksasi Aturan TKDN Dikhawatirkan Ancam Industri Otomotif Lokal, Pakar Sebut Indonesia Bisa Masuki Fase Darurat
Relaksasi Aturan TKDN Dikhawatirkan Ancam Industri Otomotif Lokal, Pakar Sebut Indonesia Bisa Masuki Fase Darurat

JAKARTA — Rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam industri otomotif menuai kekhawatiran dari para pakar. Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, memperingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menempatkan Indonesia dalam "fase darurat" industri jika tidak dikelola secara strategis.

Yannes menilai, jika pelonggaran TKDN dilakukan tanpa penguatan riset dan pengembangan (R&D) serta kemitraan wajib dengan pelaku industri lokal, maka ancaman terbesar adalah meningkatnya ketergantungan pada komponen impor dan berkurangnya peran industri dalam negeri. Hal ini dinilai bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor komponen otomotif lokal, terutama pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).

“Produsen otomotif besar dalam negeri bisa saja mengimpor komponen canggih dari negara-negara lain yang mampu memproduksi parts lebih murah. Untuk meningkatkan daya saing ekspornya, sementara industri lokal kecil (UMKM) terancam mati dan berpotensi menghasilkan PHK yang berkelanjutan,” ujar Yannes.

Lebih lanjut, Yannes menegaskan bahwa jika pemerintah tidak mengelola pelonggaran TKDN secara taktis dan strategis, maka industri otomotif nasional bisa mengalami pelemahan manufaktur jangka panjang.

“Instruksi Presiden Prabowo untuk membuat TKDN fleksibel akan mengguncang industri otomotif dengan menurunkan biaya produksi dan membuka pintu investasi asing, tapi juga berisiko meningkatkan ketergantungan impor,” tambahnya.

Saat ini, aturan TKDN untuk kendaraan roda empat telah ditetapkan secara bertahap oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017, TKDN kendaraan roda empat ditargetkan naik bertahap: minimum 35 persen pada 2019–2021, 40 persen pada 2022–2026, 60 persen pada 2027–2029, dan maksimum 80 persen hingga tahun 2030. Untuk kendaraan roda dua, TKDN minimum ditetapkan sebesar 40 persen pada 2019–2023 dan meningkat menjadi 80 persen pada 2030.

Namun, dalam sebuah forum Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta, Selasa (8/4), Prabowo menilai bahwa ketentuan tersebut masih belum cukup fleksibel untuk mendorong daya saing Indonesia di kancah global. Ia menyebut pelaksanaan TKDN saat ini “dipaksakan” dan justru dapat membuat Indonesia kalah kompetitif.

“Kita harus realistis. TKDN dipaksakan ini akhirnya kita kalah kompetitif,” kata Prabowo dalam pidatonya.

Ia pun mengaku telah menyampaikan permintaan untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. “Tolong ya para pembantu saya, menteri saya, sudahlah, realistis. Tolong diubah, TKDN dibikin yang realistis saja,” ujarnya.

Prabowo juga menyampaikan bahwa perubahan kebijakan ini dimaksudkan agar Indonesia menjadi lebih menarik bagi investor asing di bidang otomotif. Namun, ia tidak merinci sejauh mana fleksibilitas yang diinginkan dalam pelaksanaan TKDN.

Yannes menyebut, ketentuan TKDN sejatinya bukan sekadar angka formal, melainkan bagian dari strategi industrialisasi jangka panjang yang harus melibatkan alih teknologi, kemitraan, dan penguatan ekosistem industri lokal. Tanpa itu, kebijakan relaksasi justru bisa menjadi langkah mundur dalam pembangunan sektor otomotif nasional.

“Tanpa R&D dan kemitraan wajib, lapangan kerja akan tergerus dan Indonesia bakal terjebak pada putaran bisnis impor suku cadang yang tentunya tak menguntungkan produsen lokal,” tandas Yannes.

Kekhawatiran serupa juga muncul dari kalangan pelaku industri dan akademisi lain, yang menyebut bahwa TKDN merupakan pilar penting untuk mendongkrak daya saing industri nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah di dalam negeri.

Sementara itu, pemerintah dan tim transisi Prabowo-Gibran masih belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai bentuk baru kebijakan TKDN yang akan diterapkan. Namun, isu ini dipastikan akan menjadi sorotan penting dalam agenda kebijakan industri nasional ke depan.

Dengan potensi dampak besar terhadap ribuan pekerja dan pelaku industri kecil menengah, pelonggaran TKDN menuntut pendekatan yang cermat dan berbasis pada data lapangan, agar tidak merugikan perekonomian nasional dalam jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index