Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan memperluas jaringan kerjasama internasional dalam hal pertukaran data perpajakan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi untuk meminimalkan praktik penghindaran pajak lintas negara dan meningkatkan transparansi fiskal. Hingga saat ini, Indonesia telah menambah daftar negara mitra dalam Automatic Exchange of Information (AEOI), sebuah sistem pertukaran data perpajakan otomatis yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Kementerian Keuangan, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), mengumumkan bahwa penambahan negara mitra baru ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi data perpajakan dan mendukung proses penegakan hukum. "Bertambahnya negara mitra ini memungkinkan kita untuk mendapatkan informasi perpajakan lebih luas, sehingga dapat mendeteksi dan mencegah manipulasi pajak secara lebih efektif," ungkap Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, saat konferensi pers kemarin.
Langkah ini juga dilihat sebagai upaya memperkuat implementasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), yakni inisiatif global untuk menangani praktik pengikisan basis pajak dan pengalihan laba yang sering merugikan negara berkembang seperti Indonesia. Melalui keanggotaan di forum internasional seperti Inclusive Framework on BEPS dan Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes, Indonesia berkomitmen mengikuti standar internasional dalam transparansi perpajakan.
Dalam pelaksanaannya, pertukaran data perpajakan ini akan menggunakan Common Reporting Standard (CRS), sebuah protokol internasional guna memastikan bahwa informasi keuangan dapat dipertukarkan dengan aman antar-negara peserta. Sejak pertama kali diterapkan pada 2018, Indonesia telah melakukan pertukaran data dengan berbagai negara dalam rangka meningkatkan keakuratan perhitungan pajak Wajib Pajak yang memiliki aset di luar negeri.
Sementara itu, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengungkapkan pentingnya inisiatif global ini bagi Indonesia. "Dengan adanya pertukaran data perpajakan ini, kita bisa melihat potensi penerimaan pajak secara lebih komprehensif. Kami percaya bahwa kerjasama internasional yang solid ini akan sangat membantu dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan di Indonesia," jelasnya.
Keberhasilan AEOI juga sangat bergantung pada integritas dan keterbukaan data yang dipertukarkan. Oleh karena itu, DJP senantiasa berupaya untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi yang diterima dari negara mitra. "Data yang kami terima hanya akan digunakan untuk tujuan perpajakan dan diproteksi sedemikian rupa agar tidak disalahgunakan," tambah Hestu Yoga.
Dari sisi teknis, DJP secara aktif memperbarui infrastruktur IT dan menambah kapasitas sumber daya manusia untuk mendukung pelaksanaan sistem ini. Pelatihan serta peningkatan kompetensi pegawai pajak juga menjadi prioritas agar dapat mengolah dan menganalisis data yang diperoleh secara optimal.
Namun, di balik perkembangan ini, tantangan besar masih membayangi. Mengelola volume data yang sangat besar dan memastikan bahwa semua informasi digunakan dengan efisien menjadi pekerjaan rumah bagi DJP. Tidak hanya itu, menjaga tingkat kepercayaan dengan negara mitra dalam pertukaran data ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan integritas yang tidak dapat ditawar.
Dari perspektif global, bergabungnya lebih banyak negara dalam AEOI menunjukkan tren positif dalam kerjasama internasional untuk mewujudkan keadilan dan transparansi pajak. Menurut laporan OECD, semakin banyak negara yang mengadopsi CRS menunjukkan meningkatnya pemahaman akan pentingnya pertukaran informasi dalam menangani penghindaran pajak.
Di masa depan, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan jumlah perjanjian bilateral dengan negara-negara penting lainnya dalam hal pertukaran informasi untuk memastikan bahwa semua aset Wajib Pajak dapat terlacak dengan baik. Hal ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor perpajakan.
Sebagai catatan, pada tahun 2023, target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia cukup ambisius. Dengan adanya dukungan dari negara mitra AEOI, optimisme untuk mencapai target ini meningkat. "Kami berharap dengan memperluas kerjasama internasional ini, bisa lebih banyak potensi penerimaan pajak yang dapat terbuka," tutup Sri Mulyani.
Selain memberikan wawasan mengenai langkah strategis pemerintah dalam bidang perpajakan, juga menjadi alarm bagi para Wajib Pajak agar semakin patuh terhadap kewajiban perpajakan. Ketidaktertiban administratif dan legal bisa jadi kerugian di tengah semakin ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pajak Indonesia.