JAKARTA - Satu dekade terakhir telah menyaksikan evolusi alat pembayaran di Indonesia. Sisi modernisasi infrastruktur keuangan tampak nyata di Sulawesi Selatan (Sulsel), di mana trend penggunaan alat pembayaran semakin dinamis. Bank Indonesia (BI) melaporkan penurunan transaksi menggunakan kartu ATM/debit di wilayah tersebut hingga akhir tahun 2024. Sebaliknya, penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) justru meroket, menunjukkan pergeseran preferensi masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan.
Pergeseran Penggunaan Alat Pembayaran
Rizki Ernadi Wimanda, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel, mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, transaksi menggunakan QRIS menunjukkan pertumbuhan yang signifikan baik secara nominal maupun volume. "Transaksi QRIS terus tumbuh kuat sepanjang tahun ini. Secara nominal, mencapai Rp10,3 triliun, meningkat 174% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan volumenya mencapai 78 juta transaksi, naik 171% dari tahun lalu," jelas Rizki.
Tren peningkatan ini didorong oleh kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh QRIS, terutama di sektor perdagangan dan jasa. Banyak konsumen dan pelaku usaha yang merasa lebih praktis ketika menggunakan metode pembayaran ini, mengingat hanya memerlukan pemindaian QR code yang cepat dan efisien.
Penurunan Transaksi Kartu Debit
Sebaliknya, transaksi melalui kartu debit menunjukkan penurunan yang nyata. Secara nominal, terjadi penurunan sebesar 12% secara year-on-year (yoy), sementara volume transaksi juga mengalami penurunan 6% yoy. Hal ini merupakan indikasi bahwa masyarakat mulai beralih dari bentuk fisik kartu ke platform pembayaran digital yang lebih canggih dan mudah diakses.
Kendati jumlah kartu debit di Sulsel masih mengalami pertumbuhan sebesar 15,67% menjadi 10,4 juta kartu, penurunan transaksi mengakibatkan pengurangan jumlah mesin ATM. Hingga akhir 2024, jumlah mesin ATM di Sulsel berkurang 11% dibandingkan tahun 2023, hanya menyisakan 2.715 unit.
Kartu Kredit Mengalami Pertumbuhan
Meski demikian, alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) seperti kartu kredit justru mengalami peningkatan dalam hal transaksi. Rizki mengatakan bahwa secara nominal, transaksi kartu kredit tumbuh 12% yoy dan volumenya sendiri naik 16,8% yoy. "Secara jumlah, kartu kredit di Sulsel juga mengalami peningkatan sebesar 6,59% yoy menjadi sekitar 391.000 kartu. Peningkatan ini terutama terlihat pada akhir tahun, menggambarkan adanya peningkatan konsumsi saat festive season," tambah Rizki.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan pada sektor kartu debit, segmen kartu kredit masih memiliki tempat signifikan dalam pasar. Peningkatan penggunaan kartu kredit selama periode belanja akhir tahun mengindikasikan adanya perubahan perilaku konsumen yang memilih metode pembayaran yang menawarkan fleksibilitas lebih besar.
Penyebab Pergeseran dan Implikasinya
Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab pergeseran ini. Pertama, reformasi perbankan digital yang semakin meluas dan diterima masyarakat luas. Kedua, pandemi COVID-19 yang mempercepat adopsi digital di masyarakat. Transaksi non-tunai menjadi solusi aman dan higienis, merangsang penggunaan QRIS yang lebih luas. Selain itu, perkembangan teknologi dan infrastruktur internet yang meningkat turut mendukung tren ini.
Dampak dari perubahan preferensi konsumen ini cukup signifikan. Bank dan lembaga keuangan lainnya dihadapkan pada tantangan dalam menyesuaikan layanan mereka untuk memenuhi kebutuhan digital pelanggan. Sementara itu, sektor UMKM yang cepat beradaptasi dengan sistem pembayaran berbasis QRIS mendapat keuntungan dari peningkatan transaksi.
Dengan meningkatnya penggunaan QRIS, sistem pembayaran di Sulsel cenderung lebih efisien dan mendorong inklusi keuangan. Namun, hal ini juga menuntut peningkatan keamanan digital dan kesiapan infrastruktur untuk mengatasi potensi ancaman siber yang mungkin timbul.
Menyongsong Masa Depan Pembayaran Digital
Memasuki tahun 2025, Bank Indonesia dan pelaku industri keuangan diharapkan dapat terus memperkuat ekosistem pembayaran digital di Indonesia. Upaya ini termasuk memperluas penggunaan QRIS ke sektor baru dan mendukung pelatihan bagi pelaku usaha kecil untuk memanfaatkan metode pembayaran ini secara optimal.
Inovasi dan adaptasi menjadi kunci dalam menjaga pertumbuhan yang sehat di industri keuangan. Rizki menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam mendorong pertumbuhan pembayaran digital yang berkelanjutan dan inklusif. "Kami terus bersinergi dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa perubahan ini berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan dan Indonesia secara keseluruhan," tutup Rizki.
Prospek sektor pembayaran non-tunai di Sulsel tampaknya cerah, seiring dengan meningkatnya dukungan terhadap transformasi digital yang intensif. Dengan langkah bijak dan inovasi berkelanjutan, masa depan transaksi keuangan di Sulsel dapat lebih cerah, inklusif, dan inovatif.