JAKARTA — Kebijakan baru Presiden Republik Indonesia terkait penghapusan kuota impor menimbulkan berbagai respons dari pelaku industri, termasuk sektor otomotif. Dalam pernyataan resminya yang dikutip dari situs Presidenri.go.id, Presiden menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mempercepat arus perdagangan dan menyederhanakan regulasi yang selama ini dinilai menghambat dunia usaha.
“Saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Presiden di Jakarta.
Pernyataan tersebut langsung mengundang perhatian berbagai kalangan, terutama pelaku industri dalam negeri yang selama ini harus bersaing dengan produk impor, termasuk industri otomotif nasional. Di satu sisi, penghapusan kuota dianggap akan mempercepat distribusi barang impor dan menurunkan harga konsumen. Namun di sisi lain, hal ini juga bisa memicu kekhawatiran akan masuknya produk-produk otomotif luar negeri secara masif yang berpotensi menekan produsen dalam negeri.
Pelaku Usaha Diminta Bayar Pajak dan Ciptakan Lapangan Kerja
Dalam pernyataan lanjutannya, Presiden menekankan bahwa kebijakan pro-pengusaha ini tidak lepas dari harapan agar sektor swasta memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan negara, baik melalui penciptaan lapangan kerja maupun kepatuhan dalam membayar pajak.
“Para pengusaha itu menciptakan lapangan kerja. Pengusaha itu adalah pelaku yang di depan. Oke, dia boleh cari untung, enggak ada masalah. Tapi kita juga minta para pengusaha bayar pajak yang benar,” tegas Presiden.
Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap kemudahan berusaha, namun tetap dalam kerangka tanggung jawab sosial dan fiskal yang kuat.
Kebijakan TKDN Dibuat Lebih Fleksibel
Selain penghapusan kuota impor, Presiden juga memberikan arahan khusus mengenai kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Menurutnya, penerapan TKDN yang terlalu kaku justru bisa menjadi bumerang bagi industri nasional, terutama dalam hal daya saing.
“Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan akhirnya kita kalah kompetitif. TKDN fleksibel saja lah, mungkin diganti dengan insentif,” kata Presiden Prabowo.
Ia menegaskan bahwa meskipun TKDN diberlakukan dengan niat baik untuk memajukan industri lokal, pelaksanaannya harus realistis dan tidak menghambat produktivitas serta inovasi.
Respons Industri Otomotif: Menanti Kejelasan
Meskipun belum ada kejelasan apakah kebijakan penghapusan kuota impor ini akan mencakup sektor otomotif secara langsung, sejumlah pengusaha dan analis industri telah memberikan pandangan mereka. Beberapa mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini bisa membuka kran impor kendaraan bermotor tanpa pengendalian yang ketat, yang pada akhirnya merugikan produsen lokal, terutama perusahaan perakitan dan manufaktur yang telah berinvestasi besar di dalam negeri.
Namun, sebagian lainnya melihat peluang positif, terutama dalam mendorong efisiensi rantai pasok otomotif dan ketersediaan suku cadang berkualitas tinggi dengan harga kompetitif.
Sebelumnya, para pelaku industri komponen otomotif juga sempat menyuarakan ketidakpuasan terhadap sistem tarif dan regulasi yang dinilai belum adil dalam persaingan global. Dalam laporan lain, pelaku usaha menilai bahwa Indonesia justru lebih dulu memberlakukan tarif yang tidak adil terhadap produk dari Amerika Serikat, memicu ketegangan dagang dan menurunkan potensi ekspor komponen lokal.
Menuju Ekosistem Industri yang Lebih Adaptif
Kebijakan ini dinilai sebagai bagian dari transformasi ekonomi yang ingin dicapai pemerintah, di mana industri lokal dituntut untuk lebih adaptif terhadap dinamika global. Peran pemerintah dalam menyediakan insentif, membangun infrastruktur industri, dan memperkuat sumber daya manusia akan menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini di lapangan.
Dari sisi konsumen, penghapusan kuota impor bisa berdampak positif berupa penurunan harga barang, termasuk kendaraan bermotor dan suku cadangnya. Namun, hal ini perlu diimbangi dengan penguatan perlindungan terhadap industri dalam negeri agar tidak terjadi deindustrialisasi akibat banjir produk impor.