JAKARTA - Upaya pemerintah mendukung masyarakat memiliki rumah semakin nyata dalam satu tahun terakhir.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menegaskan bahwa berbagai terobosan dilakukan bukan hanya untuk mempercepat proses, tetapi juga menurunkan biaya kepemilikan rumah bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Lewat rangkaian kebijakan fiskal, kemudahan perizinan, hingga skema pembiayaan baru, pemerintah berharap para pejuang KPR dapat segera mewujudkan hunian yang layak dan terjangkau.
Ara memaparkan seluruh program tersebut dalam acara 40 Bisnis Indonesia Grup (BIG) Conference di Jakarta, Senin, seraya menekankan bahwa fasilitas-fasilitas yang telah berjalan dirancang untuk menjawab hambatan utama masyarakat dalam mengakses perumahan.
Kemudahan Fiskal dan Perizinan untuk Pejuang KPR
Salah satu fasilitas terbesar yang diberikan pemerintah adalah pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi MBR. Kebijakan ini dinilai mampu memangkas biaya awal kepemilikan rumah yang sebelumnya menjadi beban terbesar bagi pembeli pertama.
"Pemerintah menyediakan BPHTB gratis untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," kata Ara.
Selain pembebasan biaya, pemerintah juga memangkas durasi penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Proses yang sebelumnya memakan waktu 45 hari, kini dapat diselesaikan hanya dalam 10 hari. Langkah ini diharapkan mempercepat ketersediaan rumah, terutama di segmen subsidi.
Kepastian lanjutan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah hingga Rp2 miliar turut memperingan biaya pembelian. Dengan keberlanjutan kebijakan ini, masyarakat dapat menikmati potongan harga yang signifikan pada rumah baru.
Dukungan Moneter dan Lonjakan Kuota FLPP
Di sektor moneter, kebijakan Bank Indonesia memberikan dampak besar pada pembiayaan perumahan. BI melonggarkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dari 5 persen menjadi 4 persen.
"Daripada uangnya [GWM] ada di bank, ditetapkan jadi 4% sehingga bisa untuk sektor perumahan. Akibatnya kuota FLPP naik jadi 350.000, ini sejarah," ujar Ara.
Dengan pelonggaran tersebut, perbankan memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan kredit perumahan. Hal ini langsung meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi 350.000 unit—angka tertinggi sepanjang program berjalan.
Selain itu, pemerintah menggandeng pelaku usaha properti untuk mendukung renovasi rumah tidak layak huni (RTLH). Perusahaan besar seperti Djarum Group dan Ciputra ikut berpartisipasi dalam memperbaiki hunian masyarakat yang belum memenuhi standar kelayakan.
Skema Pembiayaan yang Makin Beragam dan Terjangkau
Dari sisi pembiayaan, pemerintah menyiapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan sebesar Rp130 triliun. Skema ini ditujukan untuk membantu masyarakat memperoleh pendanaan yang lebih terjangkau dalam membeli atau merenovasi rumah.
KPR subsidi yang disalurkan pihak swasta, termasuk oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA), turut memperluas akses masyarakat terhadap rumah bersubsidi. Program ini diperkuat dengan perluasan target penerima, terutama bagi pekerja informal yang selama ini terkendala dokumen penghasilan.
Penguatan ekosistem pembiayaan juga terlihat dari terlaksananya akad massal rumah subsidi terbesar dalam sejarah, dengan total mencapai 26.000 unit. Angka tersebut menjadi bukti bahwa minat masyarakat terhadap skema subsidi terus meningkat.
Program lanjutan mencakup pembiayaan mikro perumahan, hasil kerja sama dengan Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Sarana Multigriya Finansial (SMF). Skema ini memungkinkan masyarakat memperbaiki rumah sekaligus mengembangkannya sebagai tempat usaha.
Ara menambahkan bahwa efisiensi pada program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) meningkat 6 persen berkat sistem pemilihan toko bangunan secara terbuka atau PTT, sehingga anggaran dapat dimanfaatkan lebih efektif.
Integrasi Program Perumahan untuk MBR di Tahun Pertama Pemerintahan
Dalam satu tahun masa jabatannya di Kabinet Merah Putih, Ara menekankan bahwa seluruh kebijakan tersebut bukan hanya berfokus pada pembangunan fisik. Pemerintah juga memperkuat sinergi antara kementerian, lembaga keuangan, dan pelaku usaha properti.
Targetnya adalah memastikan seluruh program perumahan berjalan dari hulu ke hilir—mulai dari penyederhanaan perizinan, penghematan biaya pembelian, peningkatan ketersediaan rumah, hingga penguatan kemampuan masyarakat untuk membayar cicilan KPR.
Rangkaian 11 fasilitas yang sudah direalisasikan menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempercepat akses hunian, terutama bagi keluarga muda dan kelompok berpenghasilan rendah. Dengan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter, serta kemitraan dunia usaha, pemerintah berharap kualitas hidup masyarakat dapat meningkat seiring stabilnya sektor perumahan nasional.