Bank Indonesia

Bank Indonesia Tegaskan Ekspansi Moneter Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Bank Indonesia Tegaskan Ekspansi Moneter Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Bank Indonesia Tegaskan Ekspansi Moneter Dorong Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA - Bank Indonesia menegaskan bahwa kebijakan moneter yang dijalankan bukan hanya kontraksi untuk menjaga stabilitas, tetapi juga ekspansi guna mendorong likuiditas dan pertumbuhan ekonomi. 

Pernyataan ini sekaligus menanggapi kritik Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait ketidaksinkronan antara kebijakan fiskal dan moneter.

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan, BI mengoperasikan tiga pilar utama: kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Semua kebijakan ini berjalan sejalan dengan UU PPSK dan diarahkan untuk mendukung stabilitas sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional.

“Jadi ini yang mungkin mengimbangi yang disampaikan Menkeu, bahwa BI tidak hanya kontraksi tapi BI juga ada ekspansinya,” tegas Destry.

Ekspansi Moneter Lewat Likuiditas dan BI Rate

Dari sisi moneter, BI menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi di pasar spot, DNDF, dan NDF. Selain itu, suku bunga acuan BI Rate telah dipangkas 125 basis poin sepanjang 2025 untuk mendorong konsumsi dan investasi.

Kebijakan ini juga diikuti dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp290 triliun, FX Swap hingga Rp1.000 triliun, serta repositori untuk bank yang membutuhkan likuiditas. Langkah-langkah tersebut menunjukkan BI menjalankan ekspansi moneter nyata, meski sebagian publik menilai pengetatan tetap terjadi.

Destry menambahkan, insentif likuiditas makroprudensial (KLM) turut diberikan dengan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 9% menjadi 4%, serta tambahan insentif 0,5% bagi bank yang menurunkan suku bunga kredit dan deposito lebih cepat.

Kebijakan Sistem Pembayaran dan Digitalisasi

Selain kebijakan moneter dan makroprudensial, BI memperkuat ekspansi melalui sistem pembayaran. Inisiatif seperti QRIS, BI Fast Payment, serta kebijakan ekonomi dan keuangan syariah mendukung inklusi finansial dan pertumbuhan ekonomi riil.

Langkah ini bertujuan memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, termasuk UMKM, sekaligus mempermudah transaksi elektronik. Dengan demikian, digitalisasi menjadi salah satu instrumen ekspansi yang mendorong perputaran ekonomi lebih cepat.

Destry menegaskan, kombinasi ketiga kebijakan ini memungkinkan BI menyeimbangkan kebutuhan stabilitas dengan percepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk menanggapi dinamika aliran modal dan likuiditas di perbankan.

Kontraksi untuk Stabilitas dan Revisi UU PPSK

Meskipun menjalankan ekspansi, BI tetap melakukan kontraksi bila diperlukan. Salah satunya melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk mengelola likuiditas saat terjadi capital outflow. Normalisasi suku bunga SRBI bertujuan menjaga stabilitas pasar dan nilai tukar rupiah.

Destry juga menyinggung revisi UU PPSK, yang memberi mandat lebih luas kepada BI untuk menitikberatkan kebijakan pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Dengan revisi ini, BI diharapkan dapat menyinergikan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih efektif, sehingga intervensi di sektor riil dan keuangan lebih terpadu.

“Hal yang barunya lebih spesifik pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi BI harus lebih banyak ke sektor riil,” jelas Destry.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index