JAKARTA - Piala Arab, yang kini dikenal secara resmi sebagai FIFA Arab Cup, telah menjelma menjadi salah satu kompetisi paling prestisius di dunia Arab.
Turnamen yang mempertemukan tim nasional senior putra dari negara-negara anggota Uni Federasi Sepak Bola Arab (UAFA) ini bukan hanya menjadi ajang adu strategi dan kemampuan, tetapi juga wadah untuk memperlihatkan perkembangan sepak bola di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Popularitasnya kian meningkat sejak edisi 2021, ketika FIFA mulai mengambil alih penyelenggaraan turnamen ini.
Langkah tersebut membawa penyegaran besar: standar global, sorotan internasional, serta panggung yang lebih luas bagi para pemain berbakat dari negara-negara Arab. Keputusan itu pula yang menandai awal dari babak baru dalam sejarah panjang Piala Arab.
Edisi 2021 yang digelar di Qatar menjadi momen spesial. Selain pertama berada di bawah bendera FIFA, turnamen tersebut juga dijadikan sebagai simulasi menyambut Piala Dunia FIFA 2022. Berbagai mata tertuju ke Qatar, memperkuat reputasinya sebagai tuan rumah event olahraga raksasa.
Sejarah dan Misi Utama Piala Arab
Gagasan awal penyelenggaraan Piala Arab pertama kali dicetuskan pada tahun 1957 oleh jurnalis Lebanon Nassif Majdalani serta Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Lebanon (LFA) Izzat Al Turk.
Upaya itu kemudian memperoleh bentuk konkret pada 1962 ketika LFA, melalui presidennya Georges Dabbas, menyerukan pembentukan turnamen ini dalam sebuah pertemuan umum Arab.
Piala Arab diciptakan bukan semata sebagai ajang kompetisi, tetapi untuk memperkuat rasa persaudaraan di antara negara-negara Arab melalui olahraga. Selain itu, turnamen ini dirancang untuk menghadirkan citra positif kawasan Arab di mata dunia dengan memperlihatkan nilai sportivitas dan kesatuan.
Edisi perdananya berlangsung pada 1963 di Lebanon, dengan Tunisia tampil sebagai juara pertama. Meski sempat terhenti selama hampir dua dekade, turnamen kembali bergulir pada 1985. Di sepanjang sejarahnya, Irak muncul sebagai negara paling dominan dengan koleksi empat gelar juara.
Piala Arab FIFA 2021: Babak Baru yang Jadi Sorotan Dunia
Pada 2021, Piala Arab memasuki babak yang benar-benar baru. Untuk pertama kalinya, FIFA secara resmi mengambil alih penyelenggaraan dan menamainya FIFA Arab Cup. Turnamen yang berlangsung pada 30 November–18 Desember 2021 tersebut menjadi pusat perhatian global, khususnya karena menjadi ajang pemanasan menuju Piala Dunia FIFA 2022.
Sebanyak 32 pertandingan final digelar di enam stadion yang juga dipakai untuk Piala Dunia, termasuk peluncuran tiga stadion megah: Stadion Al Bayt, Stadion Al Thumama, dan Stadion Ras Abu Aboud. Total 16 tim dari dua konfederasi—AFC dan CAF—terlibat, dengan tujuh di antaranya lolos melalui babak kualifikasi.
Final mempertemukan Aljazair dan Tunisia di Stadion Al Bayt. Aljazair meraih gelar juara pertamanya setelah menang 2-0 melalui gol Amir Sayoud pada menit ke-99 dan Yacine Brahimi pada menit ke-125.
Penampilan Brahimi yang konsisten membuatnya dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Turnamen, sementara Seifeddine Jaziri dari Tunisia mengakhiri kompetisi sebagai top skor dengan torehan empat gol. Raïs M'Bolhi dari Aljazair dinobatkan sebagai Penjaga Gawang Terbaik.
Kemenangan itu memiliki makna emosional tersendiri. Pelatih Aljazair, Madjid Bougherra, mendedikasikan gelar tersebut “untuk rakyat Palestina dan Gaza,” sebuah bentuk solidaritas yang menyentuh publik internasional.
Menuju Piala Arab FIFA 2025: Harapan, Format, dan Kejutan Awal
Kesuksesan edisi 2021 mendorong Presiden FIFA Gianni Infantino untuk memastikan keberlanjutan turnamen. Pada 15 Mei 2024, FIFA mengonfirmasi bahwa Qatar akan kembali menjadi tuan rumah Piala Arab untuk tiga edisi berikutnya: 2025, 2029, dan 2033.
Edisi 2025, yang berlangsung pada 1–18 Desember 2025, akan menandai kali ketiga Qatar memegang peran sebagai tuan rumah, setelah tahun 1998 dan 2021.
Sejumlah stadion kelas dunia yang pernah menjadi venue Piala Dunia FIFA 2022 kembali digunakan. Pertandingan pembuka dilangsungkan di Stadion Ahmad bin Ali, sementara partai final digelar di Stadion Lusail pada 18 Desember.
Turnamen ini akan diikuti oleh 16 tim. Sembilan tim dengan peringkat tertinggi berdasarkan Peringkat Dunia FIFA April 2025 otomatis masuk ke fase grup.
Sisanya—14 negara—harus memperebutkan tujuh tiket terakhir melalui pertandingan kualifikasi satu leg. Fase grup terdiri dari empat grup berisi empat tim, dengan dua tim terbaik dari masing-masing grup melenggang ke babak gugur.
Kejutan langsung terjadi pada pertandingan pembuka. Palestina membuat sensasi dengan menaklukkan Qatar 1-0 lewat gol bunuh diri di detik-detik akhir laga Grup A. Suriah pun tak kalah mengejutkan dengan kemenangan atas Tunisia, menegaskan bahwa edisi 2025 akan penuh drama dan hasil tak terduga.