JAKARTA - Transformasi pelaporan keuangan nasional memasuki babak baru setelah pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43/2025.
Regulasi ini tidak hanya menata ulang mekanisme penyampaian laporan keuangan, tetapi juga menyatukan seluruh alur pelaporan melalui platform terpusat.
Di tengah perubahan besar ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan keyakinannya bahwa perusahaan-perusahaan besar tidak akan merasa keberatan untuk mengikuti aturan baru tersebut.
Menurut Purbaya, entitas skala besar sudah memiliki sistem dan proses penyusunan laporan keuangan yang mapan, sehingga perpindahan ke platform pemerintah tidak akan menjadi hambatan berarti.
Kepercayaan diri ini juga memperlihatkan bahwa pemerintah menilai kesiapan korporasi besar sebagai fondasi utama dalam memperkuat standar tata kelola keuangan nasional.
Di sisi lain, kebijakan ini juga membawa implikasi strategis dalam hal transparansi lintas sektor, penyatuan data keuangan negara, serta peningkatan kualitas informasi bagi pengambilan keputusan. Semua itu diarahkan pada penguatan stabilitas sektor keuangan yang lebih tangguh di masa mendatang.
Perusahaan Besar Dinilai Sudah Siap Menyesuaikan
Purbaya menekankan bahwa entitas skala besar selama ini sudah terbiasa menyusun laporan keuangan yang komprehensif dan layak audit. Oleh karena itu, integrasi pelaporan melalui platform pemerintah diyakininya tidak akan menimbulkan penolakan.
“Kalau perusahaan besar kan sudah biasa bikin laporan keuangan. Enggak ada masalah, kan? Kalau yang kecil saya enggak tahu gimana treatment-nya di sana. Nanti saya cek lagi. Kalau yang besar saya enggak ada masalah,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu.
Meski begitu, Purbaya menghindari memberi komentar terkait apakah aturan tersebut memiliki keterkaitan langsung dengan pengawasan pajak. Ia menegaskan perlunya menelaah kembali detail pengaturan sebelum memberikan penjelasan lebih lanjut.
Sikap Purbaya ini mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam memastikan bahwa regulasi tidak membebani pelaku usaha, khususnya bagi kelompok UMKM yang memiliki kapasitas operasional lebih terbatas.
Tujuan Utama: Tata Kelola Transparan dan Data Keuangan Terintegrasi
PP 43/2025 disusun untuk mendorong pembentukan tata kelola keuangan yang lebih akuntabel.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan, Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang lebih andal, baik oleh pelaku usaha maupun pemerintah.
“Melalui PP ini, pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung, terstandar, dan konsisten di seluruh sektor, sehingga kualitas data keuangan nasional semakin meningkat,” ujar Masyita.
Ruang lingkup aturan ini meliputi seluruh mekanisme penyusunan, penyampaian, hingga pemanfaatan laporan lintas sektor. Tidak hanya sektor jasa keuangan yang tercakup, tetapi juga sektor riil dan entitas usaha lain yang memiliki keterkaitan bisnis dengan industri keuangan.
Pendekatan terintegrasi ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat infrastruktur data keuangan, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik dan investor terhadap integritas pasar.
Platform PBPK: Simpul Utama Sistem Pelaporan Terpusat
Salah satu poin penting dalam PP 43/2025 adalah pembentukan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK). Platform ini akan menjadi pusat integrasi data nasional yang menyatukan berbagai jalur pelaporan yang sebelumnya tersebar di banyak otoritas.
Keberadaan PBPK diharapkan dapat mengurangi duplikasi laporan yang selama ini membebani pelaku usaha. Dengan platform tunggal, perusahaan tidak perlu lagi mengisi laporan kepada banyak regulator secara terpisah.
Lebih lanjut, Pasal 37 ayat (2) mengatur bahwa PBPK akan berada di bawah tanggung jawab langsung menteri yang menangani urusan keuangan pemerintahan. Model pengawasan ini mendukung konsistensi dan kendali mutu data keuangan yang masuk.
“Transformasi pelaporan keuangan ini kami desain secara bertahap dan inklusif, agar pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM, dapat beradaptasi dengan realistis tanpa mengurangi kualitas pelaporan,” kata Masyita.
Dengan demikian, PBPK tidak hanya menjadi alat teknis, tetapi juga instrumen kebijakan untuk memperkuat koordinasi fiskal nasional.
Tahapan Implementasi hingga 2027 dan Perlindungan UMKM
Pemerintah menetapkan masa transisi untuk memastikan implementasi berjalan mulus. Untuk sektor pasar modal, pelaporan melalui PBPK diwajibkan paling lambat tahun 2027. Sektor lain akan menyesuaikan timeline berdasarkan kesiapan teknis dan hasil koordinasi antarotoritas.
Pendekatan bertahap ini mencerminkan perhatian pemerintah terhadap kapasitas berbeda di antara pelaku usaha. UMKM, misalnya, akan mendapatkan ruang adaptasi agar beban administratif tidak meningkat secara signifikan.
Masyita menambahkan bahwa kebijakan ini bukan sekadar kewajiban pelaporan, tetapi pondasi penting dalam memperkuat integritas sektor keuangan nasional. Dengan standar yang lebih jelas dan data terpusat yang kuat, pemerintah berharap kebijakan ini meningkatkan kepercayaan investor dan memperkuat stabilitas ekonomi.
Pada akhirnya, integrasi pelaporan keuangan melalui PBPK diharapkan menjadi langkah besar menuju ekosistem bisnis yang lebih transparan, efisien, dan mampu menjawab tantangan digitalisasi di masa depan.