JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menjadi sorotan menjelang perdagangan Kamis, 27 November 2025.
Meskipun diperkirakan bergerak fluktuatif, rupiah dinilai tetap berisiko ditutup melemah di kisaran Rp16.660–Rp16.700 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi seiring dinamika eksternal yang kuat, terutama dari arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau The Fed.
Sentimen Dovish The Fed Tekan Mata Uang Asia
Pada perdagangan Rabu, rupiah ditutup melemah tipis 0,04% ke level Rp16.664 per dolar AS.
Di saat yang sama, indeks dolar AS juga turun 0,08% ke posisi 99,74, menandakan adanya tekanan pada greenback akibat ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa sinyal dovish dari sejumlah pejabat The Fed dalam beberapa hari terakhir telah mendorong para pelaku pasar meningkatkan taruhan terhadap penurunan suku bunga. Menurutnya, perubahan arah perkiraan ini berbalik dari pandangan hawkish yang sempat menguat sebelumnya.
Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, pada Senin menyatakan dukungannya terhadap penurunan suku bunga pada pertemuan bulan depan. Ia menilai pasar tenaga kerja makin rentan dan menghadapi risiko lebih besar daripada tekanan inflasi yang berpotensi meningkat.
Sinyal serupa juga diberikan oleh Gubernur The Fed Christopher Waller serta Presiden The Fed New York, John Williams, yang mengisyaratkan ruang pelonggaran jangka pendek.
Perubahan sikap ini membuat pasar semakin konsisten memperkirakan penurunan suku bunga dalam waktu dekat.
Menurut CME FedWatch Tool, peluang penurunan suku bunga pada Desember kini berada di kisaran 80%.
Namun demikian, Ibrahim mengingatkan bahwa perbedaan pandangan di internal The Fed serta jadwal rilis data inflasi dan tenaga kerja yang muncul setelah pertemuan 9–10 Desember masih membuat prospek kebijakan ini belum sepenuhnya pasti.
Ekspektasi Ekonomi Domestik Jadi Faktor Penahan
Dari dalam negeri, Ibrahim menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6%. Menurutnya, target tersebut bukan sesuatu yang tidak realistis, namun membutuhkan pendekatan baru dalam mendorong aktivitas ekonomi nasional.
“Pertumbuhan 6% itu bukan mimpi. Tetapi memerlukan perubahan cara pandang yang fundamental terhadap bagaimana kebijakan fiskal–moneter bekerja dan bagaimana ekonomi didorong,” kata Ibrahim, Rabu. Ia menilai upaya penempatan dana pemerintah di perbankan mulai menunjukkan hasil, tetapi realisasinya masih jauh dari optimal.
Lebih jauh, Ibrahim menyebut perlunya reformasi pasar tenaga kerja dan dukungan yang lebih kuat terhadap industri dalam negeri sebagai langkah penting untuk menjaga ketahanan ekonomi. Kebijakan terarah ini dinilai mampu memberikan dorongan tambahan agar pertumbuhan dapat tercapai lebih stabil di tengah tekanan global.
Prediksi Pergerakan Rupiah Hari Ini
Dengan beragam sentimen tersebut, Ibrahim memproyeksikan nilai tukar rupiah pada Kamis akan bergerak fluktuatif.
Meskipun ada peluang penguatan sesaat karena tekanan dolar yang melemah, risiko penutupan tetap mengarah pada pelemahan.
Ia menyebut rentang pergerakan rupiah berpotensi berada di kisaran Rp16.660–Rp16.700 per dolar AS sepanjang perdagangan hari ini. Kondisi ini mencerminkan kombinasi antara sentimen dovish The Fed, data ekonomi yang belum final, serta kebutuhan pasar untuk menilai lebih jauh arah kebijakan moneter global.
Dengan ketidakpastian yang masih membayangi, pelaku pasar diimbau untuk mencermati perkembangan rilis data dan pernyataan pejabat bank sentral. Respons pasar terhadap sinyal The Fed dan kebijakan domestik akan sangat menentukan arah rupiah dalam jangka pendek.