JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menemukan adanya peningkatan jumlah wajib pajak yang diduga terlibat praktik penghindaran pajak.
Dari sebelumnya 282 wajib pajak, kini jumlah dugaan meningkat menjadi 463.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa angka tersebut masih bersifat dugaan dan prinsip prejudice of innocence tetap dijunjung tinggi.
Modus Manipulasi Pajak yang Ditemukan
Bimo menjelaskan, dugaan pelanggaran meliputi penghindaran pungutan ekspor, pengabaian kewajiban Domestic Market Obligation (DMO), ketidakpatuhan pajak dalam negeri, hingga indikasi dividen terselubung.
“Targetnya dari kemarin 282 wajib pajak setelah penelusuran, ini ada sekitar dugaan 463 wajib pajak,” ujarnya dalam Media Gathering di Bali, Selasa.
Skema POME dan Fatty Matter Jadi Sorotan
Sebanyak 257 wajib pajak diduga menggunakan modus POME pada periode 2021–2024 dengan nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) mencapai Rp 45,9 triliun. Sementara 25 wajib pajak lainnya terkait Fatty Matter sepanjang 2025, dengan nilai PEB sekitar Rp 2,08 triliun.
DJP memperkirakan potensi kerugian negara akibat praktik underinvoicing Fatty Matter pada tahun ini mencapai Rp 140 miliar, yang terdeteksi dari lonjakan ekspor ke Tiongkok sepanjang tahun berjalan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penegakan Hukum
Sebagai tindak lanjut, DJP melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN. Pemeriksaan ini bertujuan memastikan kepatuhan perpajakan dan kebenaran nilai transaksi yang dilaporkan.
Bimo menekankan, hasil pemeriksaan ini menjadi dasar untuk menentukan langkah penegakan hukum berikutnya, termasuk kemungkinan peningkatan status ke tahap penyidikan jika ditemukan bukti permulaan cukup.
Kolaborasi Multi-Lembaga dalam Penegakan Pajak
DJP menerapkan pendekatan multi-door dengan menggandeng berbagai lembaga, seperti Satgassus OPN Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini diambil untuk memastikan praktik manipulasi pajak dapat ditindak secara tegas dan transparan.
Pendekatan kolaboratif ini diharapkan meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan memberi sinyal bagi wajib pajak lainnya agar patuh terhadap regulasi pajak yang berlaku.
Tantangan dan Langkah DJP ke Depan
Bimo menyatakan, penegakan pajak terkait skema manipulasi ekspor masih menjadi tantangan besar. DJP akan terus memantau potensi pelanggaran dan mengoptimalkan sistem deteksi dini.
“Ini masih PR besar, namun kami akan terus jemput bola untuk memberikan pelayanan dan pengawasan terbaik bagi kepentingan negara,” tegasnya.
Dampak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Langkah DJP ini tidak hanya bertujuan mengejar potensi kerugian negara, tetapi juga memperkuat budaya kepatuhan di kalangan wajib pajak. Pemeriksaan dan penegakan hukum yang transparan diharapkan dapat menekan praktik manipulasi di masa depan.
Dengan pendekatan sistematis, DJP optimistis bisa meminimalisir kerugian negara sekaligus memberikan efek jera bagi wajib pajak yang mencoba menghindari kewajiban perpajakan.