JAKARTA - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A(K), menyatakan keheranannya atas mutasi mendadak yang diterimanya dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. Mutasi tersebut, yang mengalihkan dr. Piprim dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke RS Fatmawati, disampaikan kepadanya melalui informasi dari rekan sejawat pada Jumat, 25 April 2025. Hingga Senin, 28 April 2025, dr. Piprim mengaku belum menerima surat resmi terkait mutasi tersebut.
Meskipun demikian, dr. Piprim mengonfirmasi bahwa surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan, Azhar Jaya, memang benar adanya. Namun, ia menyesalkan proses mutasi yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurutnya, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Nomor 21 Tahun 2022 mengatur bahwa mutasi ASN harus disertai dengan alasan tertulis resmi, prosedur administratif yang jelas, serta pemberitahuan klarifikasi jabatan. "Mutasi yang mendadak tanpa alasan yang dikomunikasikan bertentangan dengan prinsip manajemen ASN," ujar dr. Piprim dalam keterangan video yang diterima detikcom pada Selasa, 29 April 2025.
Lebih lanjut, dr. Piprim menyoroti bahwa mutasi tersebut tidak melalui uji kompetensi, yang seharusnya menjadi bagian dari proses evaluasi dalam mutasi ASN. Ia menegaskan bahwa ia tidak mempersoalkan kebijakan mutasi tersebut, asalkan dilakukan dengan proses yang benar dan transparan. "Saya tidak mempersoalkan kebijakan mutasi tersebut, selama dilakukan dengan proses yang benar dan transparan," tambahnya.
Selain itu, dr. Piprim mengkhawatirkan dampak mutasi ini terhadap pelayanan jantung anak di RSCM. Sebagai tenaga pendidik subspesialis kardiologi intervensi jantung anak, ia memiliki empat konsulen yang masih membutuhkan pembimbingan. "Sebagai dosen pendidik klinis, ini banyak amanah-amanah calon subspesialis kardiologi anak," kata dr. Piprim. Ia menambahkan bahwa calon konsultan jantung anak berasal dari berbagai daerah, seperti Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Solo, Semarang, dan Papua.
Dr. Piprim juga menilai bahwa mutasi mendadak ini bertentangan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis di Indonesia. "Kita tahu hanya ada sekitar 70 calon konsultan jantung anak di Indonesia, sementara kita membutuhkan minimal 500 konsultan jantung anak," ujarnya. Ia menilai bahwa masih banyak cara yang bisa dilakukan Kemenkes untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jantung anak di RS Fatmawati, misalnya dengan mekanisme pengampuan yang dilakukan oleh divisi kardiologi anak. "Jadi tanpa mengorbankan pelayanan jantung anak di RSCM kepada pasien-pasien saya dan murid-murid saya calon konsultan jantung anak," pungkasnya.
Hingga saat ini, dr. Piprim belum menerima penjelasan resmi tertulis dari Kemenkes RI terkait mutasi tersebut. Ia berharap agar proses mutasi ASN dilakukan dengan transparansi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk memastikan pelayanan kesehatan anak di Indonesia tetap optimal.