JAKARTA - Industri nikel nasional mencatat tonggak sejarah baru dengan dimulainya produksi nikel hijau pertama di Indonesia oleh PT Ceria Nugraha Indotama (Ceria Group). Perusahaan ini berhasil memproduksi ferronickel ramah lingkungan dari Smelter Merah Putih yang berlokasi di Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Produksi perdana ini menandai langkah besar Ceria Group dalam mengakselerasi transisi energi bersih melalui penguatan industri hilirisasi berbasis prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Smelter yang menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) ini diproyeksikan menjadi pionir penghasil green nickel — nikel yang diproses dengan prinsip keberlanjutan, rendah karbon, dan efisiensi energi tinggi.
“Di momentum istimewa ini, Smelter Merah Putih berhasil memproduksi ferronickel perdana. Melalui inovasi teknologi, PT Ceria memastikan bahwa ferronickel yang dihasilkan bukan hanya berkualitas tinggi, tetapi juga membawa misi keberlanjutan,” ujar CEO Ceria Group, Derian Sakmiwata.
Ekspansi Berkelanjutan Menuju Kapasitas Produksi Maksimal
Produksi awal ferronickel oleh Ceria Group hanyalah awal dari ekspansi besar-besaran yang tengah dipersiapkan. Perusahaan menargetkan kapasitas produksi mencapai 252.800 ton per tahun melalui pembangunan lanjutan RKEF Line 2, Line 3, dan Line 4.
Menurut Derian, pencapaian ini merupakan realisasi dari Project Commercial Operation Date (PCOD) yang sesuai dengan jadwal, memperkuat posisi Indonesia di peta global industri nikel hijau.
“PT Ceria telah menyalakan kebangkitan dan semangat perubahan mendorong Indonesia lebih cepat masuk ke era industri hijau global, memperkuat posisi sebagai pemimpin dunia dalam rantai pasok energi bersih,” tambah Derian.
Selain ekspansi fasilitas RKEF, PT Ceria juga berencana membangun fasilitas pengolahan lanjutan, termasuk Nickel Matte Converter, Nickel Sulphate Plant, dan High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) — bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
Teknologi Modern, Emisi Lebih Rendah
General Manager RKEF Operation Readiness PT Ceria, Roimon Barus, menjelaskan bahwa smelter Merah Putih mengadopsi teknologi RKEF berkapasitas 72 MVA, yang memungkinkan produksi ferronickel mencapai 63.200 ton per tahun, setara dengan 13.900 ton logam nikel.
Yang membedakan smelter ini dari fasilitas lainnya adalah penerapan Rectangular Electric Furnace — desain tanur persegi panjang yang mampu mempertahankan suhu tinggi lebih lama. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi energi, tetapi juga menurunkan emisi gas buang secara signifikan.
“Semua proses produksi didukung energi hijau dari PLN UID Sulselrabar bersertifikat Renewable Energy Certificate (REC), menjadikan Smelter Merah Putih sebagai salah satu fasilitas industri nikel dengan jejak karbon terendah di Indonesia,” ujar Roimon.
Komitmen terhadap Green Nickel
Roimon juga menekankan bahwa Ceria Group tidak hanya fokus pada aspek produksi, tetapi juga pada transisi hijau secara menyeluruh. Setiap tahap produksi ferronickel menerapkan prinsip reduce-reuse-recycle, pengelolaan limbah yang berkelanjutan, serta pemantauan lingkungan secara real-time.
“Green nickel bukan lagi konsep masa depan. Produk ini akan menjadi bahan baku utama mendukung pertumbuhan industri kendaraan listrik global dan energi baru terbarukan,” ungkap Roimon.
Menjadi Pemain Kunci di Industri Energi Bersih Global
Dengan keberhasilan produksi nikel hijau perdana ini, PT Ceria mempertegas komitmennya dalam membangun ekosistem industri hijau yang berkelanjutan. Tak hanya mengandalkan teknologi ramah lingkungan, perusahaan juga bertekad menjalankan operasional berdasarkan prinsip ESG yang ketat, demi menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang positif.
Langkah Ceria Group ini diharapkan menjadi contoh konkret transformasi industri ekstraktif Indonesia menuju arah yang lebih hijau dan berkelanjutan, sejalan dengan visi pemerintah dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat produksi bahan baku energi bersih global.