Industri

May Day 2025: Buruh Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Desak Perlindungan dari Ancaman PHK di Tengah Krisis Ekonomi Global

May Day 2025: Buruh Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Desak Perlindungan dari Ancaman PHK di Tengah Krisis Ekonomi Global
May Day 2025: Buruh Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Desak Perlindungan dari Ancaman PHK di Tengah Krisis Ekonomi Global

JAKARTA – Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyuarakan desakan kepada pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi buruh industri, terutama sektor padat karya yang terancam oleh potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang terkena PHK pada Februari 2025 telah mencapai 18.610 orang, angka yang melonjak signifikan dibandingkan dengan 3.325 PHK pada bulan Januari 2025. Kenaikan ini memperlihatkan dampak serius yang dialami oleh buruh di sektor-sektor industri padat karya, termasuk makanan dan minuman serta hasil tembakau, yang selama ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

FSP RTMM-SPSI Serukan Perlindungan Bagi Pekerja Industri Padat Karya

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, dalam pernyataan resminya, menekankan pentingnya perlindungan bagi buruh, terutama di sektor-sektor yang menjadi andalan perekonomian nasional. “Pekerja dan pengusaha memiliki posisi yang sama dalam mendapatkan perlindungan dan pembelaan, sesuai dengan prinsip Hubungan Industrial Pancasila,” kata Sudarto.

Menurutnya, pekerja dan pengusaha saling melengkapi dalam memperkuat perekonomian negara, seperti dua sisi mata uang yang bernilai dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, Sudarto menilai perlindungan terhadap pekerja industri padat karya menjadi hal yang sangat penting agar daya tahan ekonomi nasional tetap kuat, apalagi di tengah tantangan global seperti perang dagang yang turut mempengaruhi sektor-sektor industri di Indonesia.

Industri Padat Karya, Penyerapan Tenaga Kerja Signifikan

Sektor-sektor industri padat karya, seperti industri makanan dan minuman (mamin) serta Industri Hasil Tembakau (IHT), terbukti memiliki kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut FSP RTMM-SPSI, sektor-sektor ini menyerap lebih dari 3 juta pekerja di Indonesia. Bahkan, IHT juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, dengan sumbangan cukai hasil tembakau yang rata-rata mencapai 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, ancaman terhadap keberlanjutan industri ini semakin nyata seiring dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Regulasi baru ini dipandang dapat membatasi ruang gerak industri, dengan dampak negatif terhadap keberlangsungan lapangan pekerjaan. Beberapa ketentuan dalam PP 28/2024 yang dianggap merugikan antara lain pembatasan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau, serta pengaturan ketat terhadap kandungan Gula, Garam, Lemak (GGL), dan wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Sudarto: Regulasi Ini Bisa Menyempitkan Lapangan Pekerjaan

Sudarto menegaskan bahwa aturan dalam PP 28/2024 dapat mengancam kelangsungan industri padat karya, yang sudah berperan dalam menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberi kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. “Regulasi-regulasi tersebut akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sudarto mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan serta menciptakan ruang dialog yang setara dengan perwakilan pekerja, seperti FSP RTMM-SPSI yang beranggotakan 250.347 orang pekerja. “Kami ingin memastikan bahwa kebijakan yang diambil memperhatikan kepentingan buruh dan pengusaha, dengan tetap menjaga keseimbangan dalam pembangunan ekonomi,” tambahnya.

Menjaga Kesejahteraan Pekerja dan Meningkatkan Daya Beli

Dalam kesempatan tersebut, Sudarto juga meminta pemerintah untuk menghindari intervensi asing dalam pembuatan kebijakan yang dapat merugikan industri domestik, seperti halnya PP 28/2024 yang dinilai sebagai produk dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah perjanjian internasional yang dianggap akan merugikan industri tembakau nasional.

“Kami, serikat pekerja, siap mendukung kebijakan pemerintah untuk memastikan terjaminnya kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Namun, kami juga ingin agar kebijakan tersebut tidak merugikan sektor industri dalam negeri yang memiliki karakteristik unik seperti Indonesia,” ujar Sudarto.

Sudarto juga menyoroti perlunya kebijakan yang mampu menjaga dan meningkatkan daya beli pekerja, salah satunya dengan memperluas cakupan pekerja padat karya dalam kebijakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 10/2025 terkait pembebasan PPh 21 bagi anggota serikat pekerja di sektor IHT serta makanan dan minuman. “Sektor-sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di antara sektor industri lainnya, namun tidak diberikan insentif tersebut,” tandasnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index