Inspiratif

Komunitas Sang Alang Tanam Mangrove di Pulau Napomanu, Selamatkan Pesisir dari Ancaman Abrasi

Komunitas Sang Alang Tanam Mangrove di Pulau Napomanu, Selamatkan Pesisir dari Ancaman Abrasi
Komunitas Sang Alang Tanam Mangrove di Pulau Napomanu, Selamatkan Pesisir dari Ancaman Abrasi

JAKARTA – Di tengah berbagai tantangan sosial dan isu lingkungan yang kian kompleks, aksi nyata dari Komunitas Sang Alang menjadi angin segar bagi upaya pelestarian alam di Sulawesi Utara. Komunitas pencinta alam ini melakukan aksi penanaman pohon bakau (mangrove) secara swadaya selama tiga hari berturut-turut, Jumat hingga Minggu, di wilayah pesisir Desa Sarawet, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara.

Aksi ini tak sekadar bentuk penghijauan, melainkan juga langkah penyelamatan terhadap Pulau Napomanu, sebuah pulau berpasir putih yang kini terancam punah akibat abrasi yang terus menggerus daratannya.

Komitmen Menjaga Lingkungan Pesisir

Kegiatan bertema "Merawat Hutan Mangrove untuk Pesisir Hijau" ini dilaksanakan berdasarkan hasil survei Komunitas Sang Alang yang menemukan kondisi kritis di Pulau Napomanu. Penanaman dilakukan di area pesisir dan daratan yang telah mengalami kerusakan parah akibat abrasi air laut.

Ketua Pelaksana kegiatan, Rendy Manurip, menegaskan pentingnya keberadaan mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. “Mangrove sangat vital dalam menahan gelombang laut, mencegah abrasi, serta berfungsi sebagai benteng alami paling efektif terhadap bencana seperti tsunami,” ujar Rendy.

Ia menambahkan bahwa kegiatan ini sekaligus menjadi ajang silaturahmi dan edukasi lingkungan, di mana para anggota komunitas tidak hanya melakukan aksi penanaman, tapi juga berdiskusi soal pelestarian alam dan pentingnya menjaga kawasan pesisir.

Dukungan dari Warga dan Tokoh Lokal

Kegiatan Komunitas Sang Alang ini mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat dan sejumlah tokoh di daerah tersebut. Hukum Tua (Kepala Desa) Sarawet, Herry Tongkukut, memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif tersebut. Ia berharap kegiatan serupa bisa terus berlanjut.

“Kami berterima kasih atas kepedulian dan kerja nyata Komunitas Sang Alang. Ini membuktikan bahwa kepedulian terhadap lingkungan bisa dimulai dari komunitas kecil. Kami harap program ini menjadi inspirasi bagi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya,” ujar Herry.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Harian Komunitas Likupang Raya (KLiR), Jelly K. Maramis, yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Wisata Air Sulawesi Utara (Awista Sulut). Ia menilai apa yang dilakukan Komunitas Sang Alang sebagai langkah konkret yang patut dicontoh, bahkan oleh pihak swasta maupun pemerintah.

“Salut buat Komunitas Sang Alang. Secara swadaya bisa melakukan program mulia yang seharusnya dilakukan pemerintah atau perusahaan. Penghijauan, terutama mangrove, sangat penting karena menyangkut keselamatan dan kelangsungan hidup manusia secara tidak langsung,” tegas Jelly Maramis.

Lebih dari Sekadar Menanam, Bentuk Cinta Alam Lewat Tindakan

Kegiatan ini juga menjadi wadah untuk menumbuhkan rasa cinta lingkungan di kalangan generasi muda. Paulus Natanael Sasela, peserta kegiatan yang juga anggota Kelompok Pecinta Alam (KPA) Likupang, menuturkan bahwa aksi lingkungan ini lebih dari sekadar penanaman pohon.

“Senang bisa terlibat dengan kegiatan kumpul-kumpul yang positif seperti ini. Jadi silaturahmi yang dibungkus dengan melakukan penghijauan untuk membuktikan eksistensi kita sebagai pecinta alam. Bukan hanya dalam kata-kata, tapi juga lewat tindakan,” ujar Paulus, yang akrab disapa Polce.

Kegiatan Komunitas Sang Alang tak hanya fokus pada aspek lingkungan. Dalam rangkaian acara, mereka juga mengadakan diskusi bertema pelestarian lingkungan, berbagai lomba untuk mempererat keakraban antar anggota, serta bermain stand up paddle (SUP) atau selancar dayung – olahraga air yang kini tengah naik daun di berbagai belahan dunia.

Aksi Swadaya yang Berdampak Besar

Langkah Komunitas Sang Alang menunjukkan bahwa inisiatif pelestarian lingkungan tidak selalu harus bergantung pada intervensi pemerintah atau dana besar. Melalui kekompakan, kesadaran kolektif, dan semangat gotong royong, komunitas ini berhasil membuktikan bahwa aksi kecil bisa memberikan dampak besar – terutama dalam menyelamatkan pulau dari kepunahan.

Pulau Napomanu, yang menjadi lokasi utama kegiatan ini, merupakan salah satu destinasi wisata tersembunyi di Minahasa Utara. Abrasi yang terjadi selama beberapa tahun terakhir mengancam keberadaannya. Dengan adanya penanaman mangrove ini, diharapkan daratan pulau bisa terselamatkan, sekaligus menjaga keanekaragaman hayati dan mendukung sektor pariwisata berkelanjutan.

Harapan untuk Masa Depan

Keberhasilan program ini menjadi sinyal bahwa pelestarian lingkungan bukan hanya tanggung jawab negara, melainkan tanggung jawab bersama. Komunitas, warga lokal, hingga wisatawan memiliki peran penting dalam menjaga alam tetap lestari.

Komunitas Sang Alang berharap gerakan ini bisa menginspirasi komunitas lain di Sulawesi Utara dan seluruh Indonesia untuk melakukan hal serupa.

“Lingkungan adalah warisan untuk generasi mendatang. Kita harus menjaganya mulai hari ini,” pungkas Rendy Manurip.

Melalui aksi nyata seperti ini, Komunitas Sang Alang telah membuktikan bahwa menjaga alam bisa dimulai dari langkah sederhana: menanam satu pohon mangrove di pesisir yang rawan abrasi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index