Industri

Industri Hotel di Indonesia Lesu pada Awal 2025, Okupansi Anjlok hingga 29 Persen dan PHK Mengancam Pekerja

Industri Hotel di Indonesia Lesu pada Awal 2025, Okupansi Anjlok hingga 29 Persen dan PHK Mengancam Pekerja
Industri Hotel di Indonesia Lesu pada Awal 2025, Okupansi Anjlok hingga 29 Persen dan PHK Mengancam Pekerja

JAKARTA — Industri perhotelan di Indonesia mengalami tekanan berat di awal tahun 2025. Berdasarkan survei terbaru dari Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA), tingkat okupansi hotel mengalami penurunan drastis hingga 29 persen. Kondisi ini disebut-sebut lebih parah dibandingkan masa pandemi Covid-19, terutama dari segi pendapatan dan keberlangsungan operasional.

Sekretaris Jenderal DPP IHGMA, Nawawi Halik, mengungkapkan bahwa penurunan tingkat hunian hotel terjadi secara konsisten sejak Januari hingga Maret 2025. Survei internal yang dilakukan IHGMA terhadap 500 hotel, resor, dan vila yang tersebar di 24 provinsi menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan.

“Jika dibandingkan antara Januari 2024 dan Januari 2025, terjadi penurunan hampir 15%. Pada Februari turun 20%, dan Maret mencapai hampir 29%,” ujar Nawawi .

Ia menambahkan bahwa kondisi ini sangat ironis, mengingat Maret hingga Mei biasanya merupakan periode puncak kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara.

“Padahal di Bali, bulan Maret biasanya merupakan musim liburan atau high season, tetapi sekarang harus diakui keadaannya sangat berbeda,” tambahnya.

Tidak hanya dari sisi okupansi, Nawawi juga mencatat adanya penurunan signifikan pada average daily rate (ADR) atau harga rata-rata sewa kamar harian yang turun hampir 6 persen secara nasional. Penurunan tarif ini dilakukan oleh pihak hotel sebagai strategi untuk menarik tamu di tengah permintaan yang melemah.

Efisiensi Anggaran Pemerintah Turut Berdampak

Kondisi ini diperparah dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan tersebut berdampak langsung pada penurunan jumlah kunjungan dan penyelenggaraan kegiatan instansi pemerintah di hotel-hotel.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, Agus Basuki, menyatakan bahwa kebijakan efisiensi belanja negara telah mengurangi pendapatan signifikan dari sektor hotel dan restoran.

“Kalau efisiensi ini terus berlanjut tanpa solusi konkret dari pemerintah, maka banyak usaha hotel yang akan gulung tikar. Dampaknya bukan hanya ekonomi, tetapi juga sosial, karena makin banyak pekerja yang menganggur,” tegas Agus.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai daerah, khususnya di kota-kota wisata utama seperti Bali, Yogyakarta, dan Malang. Banyak pengusaha hotel dikabarkan sudah mulai merumahkan karyawan atau mengurangi jam kerja untuk menghemat operasional.

Dampak Terhadap Ekonomi Daerah

Ironisnya, industri hotel dan restoran di beberapa kota seperti Kota Malang justru menjadi salah satu kontributor terbesar terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Data terbaru menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang lebih dari Rp 200 miliar per tahun bagi perekonomian daerah.

“Industri ini adalah penggerak ekonomi daerah yang nyata. Kalau tidak dijaga, akan terjadi efek domino yang merugikan seluruh ekosistem pariwisata,” tambah Agus.

Dalam upaya mengatasi situasi ini, PHRI Kota Malang bersama DPRD dan Pemerintah Kota Malang tengah menyusun sejumlah program pariwisata unggulan untuk menarik wisatawan lokal maupun internasional. Langkah-langkah promosi destinasi wisata, penyelenggaraan event budaya, dan insentif bagi pengelola hotel tengah dipertimbangkan.

Harapan pada Stimulus Pemerintah

IHGMA dan PHRI berharap pemerintah pusat dapat memberikan stimulus ekonomi, baik berupa insentif fiskal maupun kebijakan yang mendorong mobilitas wisatawan. Selain itu, pelonggaran anggaran untuk kegiatan instansi pemerintahan di hotel dinilai perlu dipertimbangkan kembali guna menjaga keberlangsungan industri.

“Pemerintah perlu memberikan ruang napas bagi pelaku industri hotel yang kini sedang terseok-seok. Jika tidak ada intervensi, kita berpotensi kehilangan lebih banyak lapangan kerja,” pungkas Nawawi.

Industri perhotelan merupakan salah satu sektor strategis yang terintegrasi dengan pariwisata dan ekonomi kreatif. Oleh karena itu, kebangkitan industri ini dinilai sangat penting dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi.

Dengan tantangan yang ada, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, asosiasi perhotelan, dan pelaku usaha menjadi kunci agar industri ini tidak hanya bertahan, tetapi kembali bangkit sebagai pilar penting ekonomi Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index