JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menatap masa depan bisnis emas dengan penuh optimisme. Lonjakan permintaan masyarakat terhadap emas sebagai instrumen investasi di tengah ketidakpastian ekonomi mendorong BSI mencatat pertumbuhan signifikan dalam lini usaha tersebut.
Fenomena berburu emas kembali merebak di berbagai daerah. Antrian panjang di toko-toko emas menjadi pemandangan umum sejak harga emas mencatat rekor tertinggi baru. Per Rabu, harga emas batangan produksi Antam tercatat mencapai Rp1.916.000 per gram, naik Rp20.000 dibandingkan sebelumnya. Lonjakan ini menembus rekor tertinggi sebelumnya di angka Rp1.904.000 per gram.
Menanggapi tren ini, BSI menyatakan bisnis emas mereka mengalami peningkatan drastis. Direktur Distribution & Sales BSI, Anton Sukarna, menyampaikan bahwa penjualan emas BSI pada bulan ini diproyeksikan meningkat hingga 500 kilogram, naik dari capaian 621 kilogram pada Maret 2025 menjadi sekitar 1,1 ton di akhir April.
“Angka tersebut tergantung pada asumsi harga emas yang digunakan,” ujar Anton saat acara halal bi halal BSI di Jakarta.
Anton menjelaskan, produk unggulan BSI dalam lini ini adalah Cicil Emas (Cilem). Kinerja produk tersebut telah menembus angka pembiayaan sebesar Rp7,37 triliun, tumbuh 168,64 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini disebut sebagai respons positif masyarakat terhadap investasi Logam Mulia (LM).
“Kinerja impresif produk Cilem BSI ini karena didorong oleh harga emas yang konsisten naik dan respons positif masyarakat untuk berinvestasi,” kata Anton.
Secara keseluruhan, saldo emas yang dikelola BSI per Februari 2025 tumbuh 2,43 persen secara year to date (ytd), dari 17,24 ton menjadi 17,66 ton atau senilai sekitar Rp14,7 triliun. Sementara secara year on year (yoy), saldo emas tumbuh 118 persen (335,97 kg) dan penjualan tumbuh 357 persen (174,84 kg).
Meski demikian, pembiayaan emas masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan total portofolio pembiayaan BSI. Hingga Februari 2025, pembiayaan emas baru mencapai Rp1,8 triliun atau kurang dari 5 persen dari total pembiayaan BSI yang kini berada di kisaran Rp14,7 triliun.
“Kalau dihitung-hitung, kontribusi pembiayaan emas masih berada di bawah 5 persen dari keseluruhan portofolio pembiayaan bank,” ujar Anton.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BSI, Bob T Ananta, menekankan bahwa emas merupakan instrumen investasi yang aman (safe haven), terutama di tengah gejolak ekonomi global. Ia menyoroti tren harga emas yang terus meningkat dan menjadi pilihan masyarakat dalam menjaga nilai aset.
“Dan Insya Allah dengan inovasi layanan bisnis emas dari BSI, masyarakat tidak perlu mengantre saat bertransaksi,” kata Bob.
Bob menambahkan bahwa penetapan BSI sebagai Bank Emas oleh Presiden Prabowo Subianto pada 26 Februari 2025 lalu menjadi tonggak penting dalam pengembangan bisnis emas BSI. Dalam sebulan setelah peluncuran status Bank Emas, pertumbuhan bisnis emas BSI terpantau signifikan.
“Sebagai instrumen investasi safe haven, nasabah yang memiliki emas saat ini telah mendapatkan benefit dari kenaikan harga emas,” lanjutnya.
Bob juga menyarankan masyarakat untuk memanfaatkan produk Cicil Emas sebagai sarana kepemilikan emas dengan harga saat ini, yang dapat dicicil dalam jangka waktu tertentu.
“Ibaratnya dengan cicil emas, nasabah membeli emas pada masa depan dengan harga sekarang,” jelas Bob.
Namun, lonjakan harga emas juga membawa potensi risiko spekulatif. Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Heru Sutadi, mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam panic buying.
“Mereka bisa dengan sengaja memborong emas, kemudian menjual kembali dalam jumlah besar kepada masyarakat saat margin harganya naik,” ujar Heru kepada Rakyat Merdeka.
Heru menyebut bahwa aksi spekulan dapat mengganggu kestabilan harga emas, dan merugikan konsumen kecil. “Saat harga emas turun, mereka jual rugi. Sudah rugi karena harga turun, eh dikenakan juga potongan administrasi dari toko atau penjual emas, jadi double ruginya,” tegasnya.
Untuk itu, BPKN akan terus mengintensifkan edukasi agar masyarakat memahami risiko dan strategi yang tepat dalam berinvestasi emas. Seiring meningkatnya minat terhadap instrumen safe haven ini, literasi keuangan menjadi kunci perlindungan konsumen.
Dengan tren harga yang terus naik dan dukungan infrastruktur digital yang kuat, BSI optimistis bisnis emas akan menjadi salah satu motor pertumbuhan perusahaan sekaligus memberikan nilai tambah bagi masyarakat luas di masa depan.