JAKARTA – Usai perayaan Idulfitri 1446 Hijriah, harga cabai di sejumlah pasar tradisional Kota Batam, Kepulauan Riau, masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan pedagang kuliner yang sangat bergantung pada pasokan cabai sebagai bahan utama dalam menu masakan mereka.
Pantauan di Pasar Botania, Batam Center, pada Sabtu (13/4/2025), mencatat bahwa harga cabai rawit jenis lombok masih bertahan tinggi, di kisaran Rp80.000 hingga Rp90.000 per kilogram. Padahal sebelumnya, banyak pihak memperkirakan harga akan kembali normal setelah tingginya permintaan selama Ramadan dan Hari Raya.
“Cabai rawit lombok belum juga turun, masih mahal,” ujar Dika, pedagang sayuran di Pasar Botania.
Harga Cabai Merah Keriting Juga Melonjak
Tak hanya cabai rawit, jenis cabai merah keriting juga mengalami kenaikan harga. Setelah sempat turun menjadi Rp60.000 per kilogram usai Lebaran, harga komoditas ini kini kembali naik ke angka Rp70.000 hingga Rp80.000 per kilogram. Sementara itu, cabai rawit biasa bertahan di harga Rp60.000 per kilogram.
“Naik lagi sekarang. Kemarin Rp60 ribu, sekarang sudah naik. Kalau cabai rawit biasa masih di angka Rp60 ribu per kilo,” jelas Dika.
Kondisi ini membuat para pelaku usaha kuliner di Batam, seperti penjual ayam penyet, nasi sambal, hingga ikan bakar, semakin tertekan. Pasalnya, cabai merupakan komponen penting dalam sajian utama mereka.
Pedagang Kuliner Hitung Ulang Modal
Risa, pemilik warung ayam penyet di wilayah Nongsa, mengaku bahwa kenaikan harga cabai membuat beban biaya produksi melonjak tajam. Jika sebelumnya dengan modal Rp200.000 ia bisa mendapatkan stok cabai untuk tiga hari, kini ia harus merogoh kocek hingga Rp350.000 untuk jumlah yang sama.
“Cabai itu bahan inti. Kalau naik terus, otomatis modal juga naik. Mau naikin harga menu, kasihan pelanggan. Tapi kalau tetap, untung makin kecil,” ujar Risa dengan nada prihatin.
Ia menambahkan, untuk menyiasati kondisi ini, ia mulai mengurangi takaran sambal dalam setiap porsi makanan agar tidak mengalami kerugian yang lebih besar.
“Biasanya 3 kilo cukup buat tiga hari. Sekarang, dengan harga segitu, kami harus hitung-hitungan lagi. Kadang juga sambalnya dikurangi, biar nggak rugi,” katanya.
Harapan Akan Intervensi Pemerintah
Lonjakan harga cabai yang berkepanjangan mendorong para pedagang untuk berharap adanya langkah cepat dari pemerintah, baik dalam bentuk pasokan tambahan dari daerah sentra produksi, maupun melalui operasi pasar murah guna menstabilkan harga.
“Mudah-mudahan harga cepat turun. Kalau nggak, kami para penjual sambal bisa ‘kepedasan’ beneran, bukan cuma karena rasanya,” ujar Risa sambil tersenyum getir.
Mereka juga meminta agar pemerintah daerah, melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Batam, segera mengambil langkah konkret agar harga cabai tidak terus melonjak dan mengancam kelangsungan usaha mikro dan kecil di sektor kuliner.
Dinas Belum Beri Penjelasan
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Batam, Mardanis, belum dapat dimintai keterangan terkait lonjakan harga cabai ini. Belum ada informasi resmi mengenai langkah intervensi atau penyebab pasti dari keterlambatan stabilisasi harga di pasar tradisional.
Kondisi harga komoditas pangan yang belum stabil usai Lebaran ini juga mengindikasikan perlunya penguatan rantai pasok, khususnya untuk produk hortikultura seperti cabai yang sangat dipengaruhi oleh musim, cuaca, dan distribusi antar daerah.