PERUSAHAAN TAMBANG

UUUU Minerba Terbaru Dapat Mengancam Independensi Perguruan Tinggi, Kata Para Pengamat

UUUU Minerba Terbaru Dapat Mengancam Independensi Perguruan Tinggi, Kata Para Pengamat

JAKARTA - Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang baru saja disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memicu kekhawatiran di kalangan pengamat dan pegiat lingkungan. Sejumlah pihak menyatakan bahwa kebijakan baru ini dapat mengganggu kemandirian dan netralitas perguruan tinggi, terutama dalam hal penelitian yang bertentangan dengan kepentingan industri tambang serta berpotensi memperlambat transisi energi menuju sumber yang lebih ramah lingkungan.

Perdebatan mengenai revisi UU Minerba memang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan besar di balik industri tambang di Indonesia. Industri ini merupakan salah satu sektor kunci dalam perekonomian nasional, namun di sisi lain juga sering menjadi sorotan terkait dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya.

Policy Strategist dari lembaga think-tank CERAH, Sartika Nur Shalati, memberikan pandangannya terkait dampak potensial dari revisi undang-undang ini terhadap dunia akademik. "Perubahan dalam Undang-Undang Minerba bisa mengganggu objektivitas ilmiah di perguruan tinggi, terutama bila penelitian yang dilakukan berseberangan dengan kepentingan industri tambang," ujar Sartika. Menurutnya, kebijakan ini berisiko besar membuat kampus kehilangan independensi dalam menentukan arah dan prioritas penelitian yang dilakukan.

Kekhawatiran semacam ini tidaklah berlebihan jika menilik beberapa pasal dalam revisi UU Minerba yang memberikan ruang lebih besar bagi perusahaan tambang untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi. Meskipun kolaborasi antara industri dan akademisi bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia, adanya kekuatan lebih besar pada pihak industri dalam menentukan arah penelitian dapat mempengaruhi netralitas hasil riset. Hal ini dikhawatirkan dapat merubah fungsi perguruan tinggi dari pusat pengembangan ilmu pengetahuan menjadi pelayan kepentingan korporasi.

Selain itu, kebijakan ini dianggap berpotensi besar menghambat upaya transisi energi di Indonesia. Di tengah dorongan global menuju penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi emisi karbon, revisi UU Minerba justru dipandang dapat memperpanjang ketergantungan Indonesia pada energi berbasis fosil. "Dengan lebih besarnya kekuasaan yang diberikan kepada perusahaan tambang, mereka bisa menolak untuk mendukung penelitian yang mendukung pengembangan energi terbarukan," tambah Sartika.

Kekhawatiran ini juga dirasakan oleh sejumlah kalangan akademisi. Dosen Universitas Indonesia, Dr. Rian Setiawan, menambahkan bahwa integritas akademik perlu dijaga agar perguruan tinggi tetap menjadi pilar penting dalam demokratisasi pengetahuan. "Kampus seharusnya berfungsi sebagai ruang bebas bagi ilmuwan untuk mengeksplorasi ide dan inovasi, termasuk di bidang lingkungan dan energi terbarukan," tegas Dr. Rian. Menurutnya, segala bentuk tekanan yang dapat membelokkan arah penelitian demi kepentingan profit semata merupakan ancaman serius bagi ilmu pengetahuan.

Menanggapi isu-isu ini, beberapa perguruan tinggi di Indonesia mulai bersiap untuk menghadapi kemungkinan intervensi dari industri tambang. Langkah-langkah preventif seperti penguatan etika penelitian dan pembentukan lembaga independen di dalam kampus sedang dipertimbangkan untuk memastikan bahwa kerja sama dengan industri tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar akademik.

Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa revisi UU Minerba dibutuhkan untuk mempercepat pengembangan sektor energi nasional dan menciptakan sinergi antara industri dengan lembaga pendidikan. Regulasi ini diklaim dapat meningkatkan kualitas pendidikan tinggi melalui dukungan dari sektor industri. Namun demikian, kritik terhadap kebijakan ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.

Pada akhirnya, revisi UU Minerba tahun 2025 ini masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Kebijakan strategis ini diharapkan dapat segera menemukan titik keseimbangan terbaik antara dunia industri, akademik, dan lingkungan. Para pegiat berharap bahwa dana dan tenaga yang dialokasikan untuk penelitian di kampus-kampus bergengsi di tanah air dapat sepenuhnya digunakan untuk mengedepankan inovasi dan keberlanjutan, bukan semata-mata untuk menguntungkan beberapa pihak tertentu.

Ke depan, perguruan tinggi di Indonesia diharapkan dapat membuktikan kemampuannya dalam menjaga kemandirian akademik, meskipun berada dalam bayang-bayang pengaruh besar industri tambang. Pembenahan sistem kerja sama antara industri dan akademisi diharapkan dapat dijalankan dengan prinsip transparansi dan keterbukaan, sehingga setiap pihak yang terlibat dapat memberikan kontribusi terbaiknya bagi pembangunan bangsa yang lebih berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index