JAKARTA – Dalam era digital yang semakin maju, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) seharusnya menjadi salah satu katalisator penting dalam berbagai sektor di Indonesia. Sayangnya, literasi AI di Tanah Air belum mencapai potensi optimalnya. Berbagai faktor menjadi penghambat, salah satunya adalah stigma yang berkembang di masyarakat.
Tantangan dan Hambatan dalam Literasi AI
AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan industri. Namun, adopsi dan pemahaman teknologi ini di kalangan masyarakat luas, terutama di Indonesia, masih terbilang rendah. Menurut pakar teknologi informasi, stigma negatif yang berkembang tentang AI menjadi salah satu penyebab utama dari lambannya adopsi teknologi ini.
"Salah satu masalah utama adalah pemahaman masyarakat yang masih terbatas mengenai AI. Banyak yang menganggap AI sebagai ancaman terhadap pekerjaan manusia, padahal sebenarnya teknologi ini dapat berfungsi sebagai alat bantu yang memperkuat produktivitas kerja," kata Dr. Dedi Setiawan, seorang pakar teknologi informasi dari Universitas Indonesia.
Stigma dan Ketakutan yang Menghambat
Ketakutan bahwa AI akan menggantikan banyak pekerjaan manusia memicu keraguan di kalangan masyarakat untuk menerima teknologi ini. Padahal, menurut Dr. Dedi, AI seharusnya dilihat sebagai alat untuk menciptakan peluang baru, bukan sebagai ancaman. "Kita membutuhkan pendekatan edukasi yang lebih baik untuk menghilangkan stigma-stigma ini," tambahnya.
Selain itu, stigma bahwa AI hanya bisa dimengerti oleh kalangan tertentu, seperti ilmuwan atau insinyur komputer, ikut menghambat adopsi AI di Indonesia. Padahal, banyak aplikasi AI yang kini mudah digunakan dan diimplementasikan dengan sedikit atau tanpa latar belakang teknis yang mendalam.
Upaya Mengatasi Kendala
Pemerintah dan berbagai institusi pendidikan kini gencar melakukan berbagai inisiatif untuk meningkatkan literasi AI. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan seminar dan workshop yang tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga manfaat AI dalam kehidupan sehari-hari.
"Kami berupaya memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai AI agar masyarakat tidak hanya bisa menggunakan, tetapi juga memahami cara kerja dan manfaatnya," ungkap Andi Rudiantoro, Direktur Program Literasi Digital Nasional.
Pendidikan Sebagai Kunci
Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan literasi AI. Kurikulum yang memasukkan materi AI ke berbagai jenjang pendidikan bisa menjadi solusi jangka panjang untuk masalah ini. Langkah ini tentunya memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan sektor swasta.
"Kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk menghasilkan kurikulum AI yang relevan dan mudah dipahami oleh pelajar dari berbagai latar belakang. Dengan cara ini, kita bisa mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan ekonomi digital," ujar Maria Natalia, Kepala Pendidikan dan Pelatihan AI di salah satu institusi teknologi terkemuka di Jakarta.
Peluang dari Meningkatnya Literasi AI
Dengan meningkatnya literasi AI, diharapkan masyarakat Indonesia dapat lebih mudah mengadopsi teknologi ini dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional.
"Jika literasi AI bisa ditingkatkan, kita akan melihat perubahan signifikan tidak hanya dalam industri tetapi juga dalam cara masyarakat menjalani kehidupan. Kemampuan untuk memanfaatkan AI secara efektif akan menjadi keunggulan kompetitif yang besar," lanjut Maria.