JAKARTA - Pasar saham Indonesia diproyeksikan tetap solid pada 2026, terutama bagi investor yang berburu dividen atau dividend hunter.
Senior Research Analyst Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Farras Farhan, menilai IHSG berpotensi menembus level 10.500 pada tahun depan.
Optimisme ini didorong oleh stabilitas ekonomi makro dan perbaikan kinerja emiten. Mirae Asset memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,3% di 2026, seiring proyeksi kebijakan moneter longgar dari The Fed yang memberi ruang bagi Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya.
Sektor Batu Bara dan Perbankan Jadi Favorit
Menurut Farras, saham sektor batu bara dan perbankan layak menjadi perhatian investor dividend hunter. Saham batu bara, misalnya, berada pada fase capex rendah, sehingga perusahaan dapat menyalurkan laba ke dividen. Hal ini memberi peluang imbal hasil tinggi bagi pemegang saham.
Beberapa emiten batu bara diproyeksikan menebar dividen signifikan. PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) diperkirakan membagikan dividend yield 8,5% dengan rasio pembayaran 50% dari laba bersih. Saham ini menarik karena harganya relatif stabil, cocok bagi investor yang fokus dividen.
Selain AADI, saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) diproyeksikan memberikan dividend yield 7,5%, PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) 10,8%, dan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) 8,1%. Saham-saham ini menjadi opsi menarik bagi yang mengincar pendapatan pasif melalui dividen.
Indeks High Dividend 20 dan Kinerja Saham Bank
Di Bursa, terdapat indeks saham khusus pembagi dividen tinggi, IDX High Dividend 20. Meski begitu, kinerja indeks ini tahun ini belum terlalu moncer. Per 2025, IDX High Dividend 20 hanya menguat 0,27% ytd, jauh di bawah IHSG yang naik 21,93% ytd.
Sejumlah saham dalam indeks ini bahkan mencatatkan penurunan. Harga saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) turun 14,21% ytd, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) turun 10,54%, dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) turun 14,04%. Saham batu bara seperti ADRO dan ITMG juga melemah masing-masing 25,31% dan 17,6% ytd.
Meskipun demikian, analis menilai tema dividen tetap menarik. Penurunan suku bunga acuan BI dan potensi pemangkasan FFR The Fed dapat meningkatkan daya tarik saham bank jumbo sebagai penopang indeks dan pembagi dividen.
Prospek Emiten Non-Batu Bara
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, Imam Gunadi, menyoroti peluang pada emiten non-batu bara. Misalnya, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) diperkirakan mencatat pertumbuhan dividen seiring lonjakan harga emas global. Kondisi geopolitik dan ketidakpastian ekonomi dunia menambah daya tarik logam mulia sebagai aset strategis.
Selain itu, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) memiliki prospek menarik. Permintaan menjelang momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru), pemulihan harga unggas, dan realisasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diperkirakan mendongkrak laba perusahaan, yang berpotensi diteruskan ke pemegang saham melalui dividen.
Head of Research PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menambahkan, kinerja IDX High Dividend 20 tahun ini terbatas karena kekhawatiran investor terhadap potensi penurunan dividend per share. Meski begitu, tema dividen tetap relevan, khususnya bila suku bunga acuan BI turun, memberi katalis tambahan bagi saham bank jumbo.
Strategi Dividend Hunter untuk 2026
Investor yang mengincar dividen disarankan memantau saham sektor batu bara, perbankan, dan emiten logam mulia. Memahami rasio pembayaran dividen dan harga saham menjadi kunci menentukan dividend yield optimal.
Selain itu, investor perlu memperhatikan fundamental perusahaan dan proyeksi ekonomi makro. Stabilitas pertumbuhan kredit, kinerja laba emiten, dan kondisi global dapat memengaruhi kemampuan perusahaan menebar dividen. Dengan pendekatan ini, dividend hunter dapat memaksimalkan pendapatan pasif sekaligus mengelola risiko secara lebih efektif.