Indonesia Tertekan, Malaysia Ancaman Baru Pasar Otomotif ASEAN

Kamis, 04 Desember 2025 | 10:42:13 WIB
Indonesia Tertekan, Malaysia Ancaman Baru Pasar Otomotif ASEAN

JAKARTA - Perkembangan pasar otomotif di Asia Tenggara kini memasuki babak baru. 

Indonesia, yang selama bertahun-tahun menjadi pemimpin pasar, sedang menghadapi tekanan berat akibat penurunan penjualan domestik. Dalam momentum yang sama, Malaysia justru menunjukkan performa kuat yang membuat posisinya berpotensi menyalip Indonesia sebagai raja otomotif ASEAN.

Situasi ini memaksa para pelaku industri meninjau ulang strategi, mengingat selisih penjualan kedua negara semakin menyempit, sementara sentimen pembatasan insentif di dalam negeri kian menambah kekhawatiran.

Gaikindo Turunkan Target, Pasar Domestik Belum Menggeliat

Lesunya pasar otomotif Tanah Air membuat Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memangkas target penjualan mobil baru 2025 menjadi 780.000 unit. 

Penyesuaian ini mencerminkan pelemahan yang terjadi sepanjang tahun, di mana penjualan wholesales Januari–Oktober 2025 tercatat 635.844 unit, turun 10,6% year-on-year dari 711.064 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto memprediksi penjualan wholesales 2025 akan turun sekitar 10% dari realisasi 2024 yang mencapai 865.000 unit. “Kan sampai Oktober 2025 angka penjualan turun 10% dibanding tahun 2024, maka dari itu kami berasumsi, sampai akhir tahun juga turun 10% dari angka penjualan tahun lalu,” ujarnya.

Menurut Jongkie, situasi tersebut sejalan dengan kinerja penjualan hingga Oktober 2025 yang masih terkontraksi dua digit. Gaikindo pun berharap masih ada peluang pemulihan jika didukung kebijakan pemerintah yang konsisten dan tepat sasaran.

Malaysia Mendekat, Dominasi Indonesia Mulai Terancam

Kekhawatiran terbesar kini datang dari Malaysia. Negara tersebut berhasil mempertahankan performa penjualannya sepanjang 2025, bahkan ketika pasar regional mengalami tekanan.

Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) mencatat penjualan Oktober 2025 mencapai 75.992 unit, melompat 30% dibanding September 2025 yang berada di angka 58.490 unit. Sepanjang Januari–Oktober 2025, total penjualan mereka mencapai 655.328 unit—hanya turun 1,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Data tersebut menunjukkan ketahanan pasar Malaysia, bahkan ketika populasi negara itu hanya sekitar 34 juta jiwa, jauh lebih kecil dari Indonesia yang mencapai lebih dari 280 juta jiwa. Jongkie pun mengakui pihaknya sedang mempelajari bagaimana Malaysia dapat mencatat performa lebih baik tahun ini.

Sementara itu, Indonesia masih memimpin penjualan ASEAN 2024 dengan 28% pangsa pasar dari total 3,1 juta unit. Tetapi Malaysia berada sangat dekat dengan 26%, sehingga jarak antara dua negara tersebut makin menyempit.

Industri Khawatir Ekosistem Berpindah Jika Indonesia Kalah Saing

Pelaku industri menilai posisi Indonesia sebagai pasar terbesar bukan sekadar reputasi, melainkan faktor penentu keberlanjutan ekosistem otomotif nasional. Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam mengingatkan bahwa penurunan drastis dapat mendorong produsen memindahkan investasi ke negara lain.

“Kami harapkan bisa 800.000 total marketnya, supaya kita masih bisa di atas Malaysia, karena reputasi itu penting, kalau Indonesia sudah tidak nomor satu di Asean, nanti khawatirnya ekosistemnya pindah,” ujarnya.

Bob juga menyoroti kenyataan bahwa negara lain masih aktif memberikan berbagai insentif. Vietnam, misalnya, menurunkan PPN dari 10% menjadi 8%, sementara Malaysia sudah memberikan insentif otomotif sejak masa Covid-19, bahkan pembeli mobil pertama mendapat dukungan pemerintah.

Menurutnya, industri otomotif punya multiplier effect signifikan dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah terbesar. Jika penjualan turun, pendapatan daerah pun ikut merosot, sementara tahun depan dana transfer pusat ke daerah juga mengalami pemotongan.

Minim Insentif 2026, Industri Semakin Waswas

Meski peluang pertumbuhan masih besar—rasio kepemilikan kendaraan Indonesia baru 99 per 1.000 penduduk—namun stimulus pemerintah tetap menjadi faktor penting untuk mendukung pasar. Sayangnya, sinyal dari pemerintah menunjukkan tren sebaliknya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa tahun depan tidak ada insentif otomotif. “Insentif [otomotif] tahun depan tidak ada,” ujarnya. Pemerintah menilai industri sudah cukup stabil dan tidak mendesak untuk diberikan dukungan fiskal baru.

Namun, Kementerian Perindustrian memiliki pandangan berbeda. Kemenperin menilai insentif justru sangat penting untuk menjaga utilisasi pabrik, melindungi investasi, dan mencegah PHK. “Usulannya akan mengarah ke segmen kelas menengah-bawah dan didasarkan pada nilai TKDN,” jelas Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief.

Pelaku industri juga berharap pemerintah mengadopsi skema serupa PPnBM DTP pada 2022, yang saat itu berhasil mendongkrak penjualan hingga menembus 1 juta unit.

Persaingan ASEAN Menguat, Indonesia Tak Bisa Berdiam Diri

Situasi pasar otomotif di Asia Tenggara menunjukkan dinamika baru. Malaysia yang melaju pesat kini menjadi pesaing serius bagi dominasi Indonesia. Di tengah penurunan penjualan domestik dan absennya insentif baru, posisi Indonesia sebagai raksasa otomotif ASEAN semakin terancam.

Industri berharap pemerintah memberikan perhatian ekstra, mengingat sektor ini memiliki efek luas terhadap perekonomian nasional. Tanpa langkah cepat dan strategis, Indonesia bukan hanya berisiko disalip Malaysia, tetapi juga kehilangan daya tarik sebagai pusat produksi otomotif kawasan.

Terkini

9 Aplikasi YouTube Tanpa Iklan Terbaik 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 13:43:09 WIB

Mitratel Fokus Pulihkan Ribuan Titik Jaringan Sumatra

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:48 WIB

Wings Air Buka Tiga Rute Baru dari Bandung 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:47 WIB

KM Sinabung Pelni Desember 2025: Rute dan Tiket Lengkap

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:44 WIB

Sugar Co Ambil Alih Tiga Pabrik Gula Milik ID FOOD

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:39 WIB