Man City Menang Susah Payah, Stabilitas Juara Dipertanyakan

Kamis, 04 Desember 2025 | 08:58:40 WIB
Man City Menang Susah Payah, Stabilitas Juara Dipertanyakan

JAKARTA - Manchester City kembali meraih tiga poin penting, namun kemenangan 5-4 atas Fulham justru memperlihatkan sisi rapuh yang jarang terlihat dari calon juara Premier League. 

Alih-alih menegaskan dominasi, City malah menunjukkan betapa mudahnya mereka kehilangan kendali permainan meski sudah unggul jauh.

Dari memimpin 3-0 hingga hampir menyia-nyiakan laga di Craven Cottage, cara City menang kali ini memicu lebih banyak keraguan daripada keyakinan. Situasi tersebut memperlihatkan bahwa ancaman bagi ambisi gelar City tidak hanya datang dari Arsenal, tetapi dari masalah internal yang terus berulang.

Pep Guardiola mencoba meredakan kekhawatiran dengan humor, namun dinamika yang berubah liar dalam pertandingan ini memperlihatkan persoalan mendasar yang tidak bisa dibiarkan. City memang hanya terpaut dua poin dari puncak klasemen, tetapi kualitas mereka sebagai tim paling stabil Premier League sedang berada dalam sorotan.

Skuad yang Lebih Muda, Namun Kehilangan Pengalaman Kunci

Salah satu akar masalah yang muncul terlihat dari struktur skuad musim ini. Dalam satu tahun kalender, City kehilangan 1.506 penampilan Premier League dari pemain yang hengkang. Kehilangan fondasi pengalaman tersebut membuat stabilitas tim ikut tergerus.

Sebagai gantinya, masuk sembilan rekrutan besar dari liga-liga luar Inggris. Mayoritas pemain baru itu belum terbiasa dengan mentalitas dan intensitas Premier League. Akibatnya, City memang lebih cepat dan segar, tetapi juga lebih mudah goyah ketika berada dalam tekanan.

Setengah dari skuad bahkan belum pernah menjuarai Premier League. Hanya tujuh pemain yang memiliki lebih dari satu gelar liga, menjadikan City tim juara yang minim pengalaman mempertahankan keunggulan di situasi kritis.

Hal itu terlihat jelas di Craven Cottage. Ketika skor masih 5-2, Erling Haaland memberi isyarat untuk tetap tenang. Saat berubah menjadi 5-3, Bernardo Silva sampai harus mengingatkan Nico O’Reilly agar menjaga bola. Ketika kedudukan menyempit menjadi 5-4, Ruben Dias meminta lini depan meningkatkan intensitas.

Instruksi-instruksi itu datang, namun semuanya terlambat. Fulham sudah mendapatkan momentum, sementara City tampak kehilangan memori kolektif tentang bagaimana menutup pertandingan seperti juara bertahan.

Kontrol Permainan Hilang: Identitas City yang Mengabur

Ciri khas tim asuhan Guardiola adalah kontrol mutlak dalam setiap fase permainan. Mereka mendominasi bola, menekan lawan hingga kehabisan ruang, dan mengendalikan ritme sepenuhnya. Namun pertandingan melawan Fulham memperlihatkan versi City yang berbeda.

City hanya mencatat penguasaan bola 43 persen, angka yang hampir tidak pernah terjadi selama era Guardiola. Dan ini bukan kejadian sekali; pola menurun ini muncul dalam beberapa laga terakhir.

Cara bermain yang lebih terbuka memang memungkinkan City mencetak gol melalui transisi cepat, tetapi risiko besar menghantui mereka ketika gagal menjaga konsentrasi. Guardiola sendiri mengaku tidak memiliki jawaban pasti atas keanehan ini.

“Saya tahu Anda akan bertanya apa yang terjadi, tetapi saya tidak punya jawabannya. Sepak bola adalah emosi,” ucap Guardiola. Ia menegaskan bahwa timnya menjadi cemas saat bertahan dan tidak mampu menutup ruang dengan tepat.

Persoalan ini bahkan sudah terlihat pekan sebelumnya ketika City hampir membuang keunggulan melawan Leeds United. Polanya sama: dominan di awal, goyah setelah jeda, dan kehilangan ketenangan saat ditekan.

Pertahanan City Terlihat Longgar dan Mudah Terkejut

Dalam persaingan gelar, perbandingan dengan Arsenal menjadi sangat menonjol. Arsenal tampil stabil dan solid di belakang, sedangkan City justru berada dalam tren kebobolan tinggi.

City telah kebobolan dua gol atau lebih dalam empat laga terakhir di semua kompetisi. Bahkan dalam tiga laga Premier League terakhir, jumlah gol yang masuk ke gawang mereka lebih banyak daripada seluruh kebobolan Arsenal musim ini.

Pertahanan City terlihat kurang selaras dan kerap terlambat menutup ruang. Empat gol Fulham pun lahir akibat kelengahan di situasi yang sebenarnya mudah diantisipasi.

Guardiola tidak menutupi kelemahan tersebut. Ia menyebut bahwa gol-gol itu berasal dari area yang seharusnya diisi pemain, tetapi justru dibiarkan kosong.

Hanya penyelamatan garis gawang dari Josko Gvardiol di masa tambahan waktu yang menyelamatkan City dari kemungkinan menjadi tim dengan salah satu “kolaps terbesar” dalam sejarah Premier League.

Serangan Masih Garang, Namun Tidak Menutup Kekacauan

City tetap memiliki daya gedor yang luar biasa. Lima gol ke gawang Fulham membuktikan bahwa lini depan mereka masih mampu menghasilkan gol dalam berbagai situasi. Bahkan Haaland hampir membawa City unggul 6-2 sebelum Fulham mencetak dua gol balasan.

Namun ketajaman itu tidak cukup jika di saat bersamaan mereka membiarkan lawan menyerang balik dengan terlalu banyak ruang. Tanpa kontrol, City seperti tim yang menyerang dengan kekuatan penuh tetapi bertahan dengan pintu terbuka.

City memang mendapatkan kemenangan, tetapi kemenangan yang menghadirkan rasa waswas. Jika pola kebobolan dan hilangnya kendali permainan terus berlanjut, ambisi mempertahankan gelar Premier League bisa runtuh bukan oleh lawan—melainkan oleh City sendiri.

Terkini

9 Aplikasi YouTube Tanpa Iklan Terbaik 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 13:43:09 WIB

Mitratel Fokus Pulihkan Ribuan Titik Jaringan Sumatra

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:48 WIB

Wings Air Buka Tiga Rute Baru dari Bandung 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:47 WIB

KM Sinabung Pelni Desember 2025: Rute dan Tiket Lengkap

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:44 WIB