MoU Mendikdasmen–Kapolri Tegaskan Restorative Justice untuk Guru

Selasa, 25 November 2025 | 11:14:31 WIB
MoU Mendikdasmen–Kapolri Tegaskan Restorative Justice untuk Guru

JAKARTA - Upaya memperkuat perlindungan profesi guru kembali ditegaskan pemerintah melalui kebijakan baru yang disampaikan bertepatan dengan Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025. 

Dalam momentum tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengumumkan kerja sama resmi dengan Kepolisian Republik Indonesia sebagai langkah konkret memastikan guru dapat menjalankan tugas mendidik tanpa rasa takut menghadapi tekanan hukum yang tidak semestinya.

Kebijakan ini dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) antara Mendikdasmen dan Kapolri dan menjadi sorotan utama dalam upacara HGN. 

Melalui kerja sama tersebut, pemerintah ingin memastikan mekanisme penyelesaian damai atau restorative justice dapat diterapkan jika guru berhadapan dengan persoalan dalam menjalankan tugas pendidikan.

MoU Sebagai Payung Perlindungan Baru untuk Guru

Dalam pidato upacara bendera HGN 2025, Mendikdasmen Abdul Mu'ti menekankan bahwa perlindungan terhadap guru kini memiliki dasar yang semakin kuat. MoU yang telah ditandatangani bersama Kapolri berfokus pada penyelesaian damai bagi guru yang tersangkut masalah dengan murid, orang tua, atau LSM sepanjang kasus berkaitan dengan tugas mendidik.

“Untuk melindungi para guru, Mendikdasmen telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kapolri. Isi kesepahaman itu antara lain penyelesaian damai atau restorative justice bagi guru yang bermasalah dengan murid, orang tua, LSM dalam hal-hal yang berkaitan dengan tugas mendidik. 

Guru adalah agen pembelajaran dan peradaban,” kata Mendikdasmen Mu'ti dalam siaran daring Upacara Peringatan HGN 2025.

Kebijakan ini menjadi bentuk apresiasi pemerintah terhadap tugas guru yang semakin kompleks. Pemerintah menilai, perlindungan hukum adalah bagian dari upaya menjaga martabat guru di tengah dinamika dunia pendidikan yang terus berkembang.

Tantangan Guru di Era Digital dan Pergeseran Sosial

Abdul Mu'ti juga menggambarkan situasi yang kini dihadapi guru, terutama di tengah era digital yang penuh tekanan nilai-nilai materialistik dan hedonistik. Ia menilai bahwa dunia yang semakin kompetitif dan serba instan turut memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap profesi guru.

Guru kini berhadapan dengan tantangan sosial, budaya, moral, dan politik yang lebih beragam. Tuntutan masyarakat semakin tinggi, sementara apresiasi kerap tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka tanggung setiap hari.

Di sisi lain, sebagian guru juga mengalami tekanan material dan sosial yang menyebabkan mereka rentan terhadap masalah hukum. Mendikdasmen menyoroti bahwa ada guru yang bahkan harus berhadapan dengan aparat penegak hukum karena persoalan yang sejatinya terjadi dalam konteks tugas pendidikan.

“Kondisi demikian harus diakhiri. Guru harus tampil lebih percaya diri dan berwibawa di hadapan para murid,” ucap Mendikdasmen Abdul Mu'ti menegaskan.

Guru sebagai Agen Peradaban dan Figur Kemanusiaan

Dalam bagian lain pidatonya, Abdul Mu'ti menegaskan pentingnya kehadiran guru sebagai agen peradaban di tengah dinamika masalah yang dihadapi murid saat ini. Mulai dari persoalan akademik hingga masalah sosial, moral, spiritual, ketergantungan gawai, judi online, hingga ketidakstabilan ekonomi keluarga.

Menurutnya, guru semakin dibutuhkan bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai figur inspiratif yang mampu menjadi teladan dan pendamping bagi murid dalam berbagai situasi. Guru berperan sebagai orang tua kedua, mentor, motivator, sekaligus sahabat yang memberikan bimbingan di dalam maupun luar kelas.

“Kehadiran guru kian diperlukan oleh murid di dalam dan di luar kelas sebagai figur inspiratif teladan, digugu dan ditiru sebagai orang tua, mentor, motivator, dan sahabat murid dalam suka dan duka,” ujar Mendikdasmen Mu'ti.

Dengan MoU ini, pemerintah ingin memastikan bahwa peran tersebut dapat dijalankan secara optimal tanpa ancaman kriminalisasi yang kerap muncul akibat ketidaksepahaman antara guru dan pihak lain.

Restorative Justice sebagai Upaya Menjaga Marwah Pendidikan

Kebijakan restorative justice bagi guru merupakan langkah strategis untuk menempatkan penyelesaian kasus secara proporsional. Pemerintah menegaskan bahwa peran guru sebagai pendidik harus dilihat dari konteks tugasnya, bukan semata dari insiden yang mungkin muncul selama proses pembelajaran.

Melalui mekanisme penyelesaian damai ini, kasus-kasus yang mungkin timbul akibat kesalahpahaman antara guru dan murid atau orang tua dapat diselesaikan tanpa harus masuk ke jalur hukum formal kecuali jika memenuhi unsur pelanggaran berat.

MoU antara Mendikdasmen dan Kapolri juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan setiap proses hukum yang menyangkut guru tidak dilakukan secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan aspek pedagogis. Dengan demikian, marwah pendidikan tetap terjaga dan guru dapat bekerja dengan nyaman.

Langkah Lanjut dan Harapan ke Depan

Sebagai kado HGN 2025, kebijakan ini diharapkan membawa perubahan signifikan bagi dunia pendidikan. Guru sebagai pilar utama pembentukan karakter bangsa membutuhkan ruang aman untuk mengajar, membimbing, dan mendampingi peserta didik.

Melalui perlindungan hukum yang lebih kuat, pemerintah berharap semakin banyak guru yang merasa dihargai dan terlindungi. Pada akhirnya, kualitas pendidikan nasional diharapkan meningkat seiring meningkatnya kenyamanan dan kewibawaan guru dalam menjalankan tugasnya.

Kebijakan restorative justice ini menandai langkah baru pemerintah dalam memperbaiki ekosistem pendidikan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada pembinaan, bukan penghukuman.

Terkini

9 Aplikasi YouTube Tanpa Iklan Terbaik 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 13:43:09 WIB

Mitratel Fokus Pulihkan Ribuan Titik Jaringan Sumatra

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:48 WIB

Wings Air Buka Tiga Rute Baru dari Bandung 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:47 WIB

KM Sinabung Pelni Desember 2025: Rute dan Tiket Lengkap

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:27:44 WIB