JAKARTA - Perusahaan asal Australia, Cochlear, memperluas jangkauan layanan implan koklea di Indonesia.
Produk unggulan mereka kini hadir di Center of Excellence Jakarta Ear & Hearing Center, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta.
Kolaborasi ini menghadirkan solusi bagi pasien dengan kerusakan rumah siput (koklea) telinga. Cochlear menekankan implan koklea berbeda dari alat bantu dengar biasa, karena fungsinya menangkap sinyal saraf dan meneruskannya ke otak untuk dipahami sebagai suara.
Menurut Director of Market Access & Government Affairs Cochlear, Jason Chai, kerja sama dengan rumah sakit swasta ini menjadi langkah awal untuk memperluas eksistensi di Indonesia.
Peluang Kerja Sama dengan BPJS Kesehatan
Cochlear menargetkan kolaborasi lebih luas, termasuk dengan pemerintah Indonesia melalui BPJS Kesehatan. Chai menekankan bahwa deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi baru lahir perlu diikuti penanganan lanjutan yang terjangkau.
“Deteksi tanpa penanganan akan sangat sulit, jadi prioritas pemerintah sangat penting,” kata Chai. Strategi ini selaras dengan praktik global, di mana mayoritas pasien implan koklea mendapatkan dukungan pembiayaan dari pemerintah.
Langkah ini diharapkan meningkatkan akses masyarakat terhadap teknologi implan koklea, yang selama ini terbatas karena biaya tinggi. Cochlear membuka peluang agar program pemerintah dapat menanggung sebagian besar biaya bagi pasien.
Teknologi Implan Koklea dan Proses Produksi
Setiap tahunnya, Cochlear memproduksi sekitar 55.000 implan koklea internal di fasilitas mereka. Produk ini menggunakan material logam berkualitas tinggi, seperti emas, platinum, dan titanium, dengan proses produksi manual yang teliti.
Implan ini berbeda dari alat bantu dengar yang hanya memperkuat suara. Dengan perangkat internal dan eksternal, pasien dapat memahami suara melalui sinyal yang diteruskan ke otak. Perangkat eksternal perlu diganti sekitar 5–6 tahun sekali.
Estimasi biaya untuk satu set implan koklea Cochlear mencapai 22.000 dolar Australia atau sekitar Rp239 juta, sementara alat eksternal berkisar 5.000 dolar Australia atau Rp54,5 juta per unit. Standar kualitas tinggi menjadi alasan sebagian besar pasien mengandalkan dukungan pemerintah.
Dukungan Pemerintah Jadi Faktor Kunci
Stuart Sayers, Presiden Cochlear Asia Pasifik dan Amerika Latin, menegaskan bahwa lebih dari 85% produksi implan koklea didanai pemerintah di berbagai negara. Tanpa reimbursment pemerintah, distribusi implan koklea di sektor publik akan sulit berjalan.
Chai menambahkan bahwa keberhasilan implementasi implan koklea sangat bergantung pada kebijakan dan dukungan pemerintah. Program kesehatan pendengaran yang terintegrasi dari deteksi dini hingga penanganan lanjutan dapat mendorong adopsi teknologi ini secara masif.
Dengan langkah ini, Cochlear berharap lebih banyak pasien di Indonesia mendapatkan akses teknologi yang bisa mengubah kualitas hidup, terutama bayi dan anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran sejak lahir.
Prospek Ekspansi dan Dampak bagi Pasien
Kolaborasi Cochlear dengan RS Mitra Keluarga menjadi pijakan awal, sekaligus uji coba model kerja sama antara sektor swasta dan pemerintah. Jika BPJS Kesehatan dapat mendukung sebagian biaya, akses masyarakat terhadap implan koklea akan lebih merata.
Teknologi ini membuka peluang bagi pasien untuk menjalani kehidupan normal, berkomunikasi dengan lebih mudah, dan mendukung perkembangan sosial maupun akademik anak-anak dengan gangguan pendengaran.
Cochlear menegaskan komitmennya untuk terus memperluas jangkauan di Indonesia, menghadirkan solusi inovatif dan berstandar internasional yang selama ini banyak membantu pasien di berbagai negara.