JAKARTA - Masyarakat Indonesia diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem menjelang musim hujan 2025/2026.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi aktivitas La Nina lemah serta peningkatan frekuensi Badai Seroja, yang diprediksi berlangsung dari November 2025 hingga Maret 2026.
La Nina Lemah, Bukan Hujan Ekstrem Signifikan
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa La Nina yang terdeteksi saat ini termasuk lemah. Aktivitas ini dipengaruhi perbedaan suhu di Samudera Pasifik dan wilayah kepulauan Indonesia, serta penguatan angin timuran di atmosfer.
“Bukan berarti curah hujan akan meningkat signifikan. Memang di sebagian Indonesia curah hujannya di atas rata-rata normal. Namun menurut ahli klimatologi BMKG, peningkatan bukan karena La Nina lemah. Tapi disebabkan karena semakin hangatnya suhu muka air laut tadi,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers, 1 November 2025.
Dengan kondisi ini, masyarakat tetap perlu waspada terhadap hujan yang bisa meningkat di beberapa daerah, terutama saat fase puncak musim hujan.
Fenomena Badai Seroja dan Siklon Tropis
Selain La Nina lemah, BMKG juga memperingatkan potensi Badai Seroja dan siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai bulan November. Daerah pesisir selatan, termasuk Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku bagian selatan, berisiko menghadapi dampak cuaca ekstrem.
Fenomena ini dapat memicu:
Angin kencang
Hujan deras
Banjir bandang
Dwikorita menekankan bahwa fase potensi badai dan hujan ekstrem ini diperkirakan terjadi November 2025 hingga Februari 2026, dan kemungkinan bisa berlanjut hingga Maret atau April 2026.
“Fenomena semacam Badai Seroja pun akan makin meningkat frekuensi kejadiannya di fase bulan November hingga Februari atau bahkan Maret dan April,” jelasnya.
Imbauan Kesiapsiagaan Masyarakat
BMKG mengimbau semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi. Beberapa langkah yang dianjurkan antara lain:
Memantau peringatan dini BMKG secara rutin.
Menyiapkan sarana evakuasi bagi daerah rawan banjir, longsor, atau pohon tumbang.
Mengedukasi masyarakat terkait prosedur keselamatan saat hujan lebat atau badai terjadi.
“Mohon untuk disiagakan bagaimana kita semua siaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang akan semakin meningkat di masa-masa puncak musim hujan, bulan November 2025 hingga Februari 2026,” tambah Dwikorita.
Pelajaran dari Badai Seroja 2021
Dwikorita mengingatkan masyarakat untuk belajar dari pengalaman Badai Seroja pada tahun 2021. Saat itu, fenomena ekstrem berlangsung hingga bulan April, menimbulkan kerusakan dan banjir di beberapa wilayah Nusa Tenggara Timur.
“Jadi ingat, fasenya itu mulai bulan November sampai Februari nanti, juga bisa berlanjut Maret hingga April 2026. Seperti tahun 2021 lalu, kejadiannya terakhir itu bulan April, Badai Seroja,” ungkapnya.
Peringatan ini menekankan pentingnya kesiapsiagaan jangka panjang, terutama bagi wilayah pesisir dan daerah rawan longsor. BMKG menegaskan bahwa informasi terbaru dapat diakses melalui laman resmi maupun aplikasi cuaca untuk memastikan masyarakat selalu mendapatkan data terkini.