Kinerja Manufaktur Naik, Tapi Belum Dongkrak Ekonomi Nasional

Kamis, 06 November 2025 | 09:18:52 WIB
Kinerja Manufaktur Naik, Tapi Belum Dongkrak Ekonomi Nasional

JAKARTA - Kinerja sektor manufaktur Indonesia kembali menunjukkan penguatan pada kuartal III/2025, namun kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional masih tertahan di bawah 20%. 

Kondisi ini memperlihatkan bahwa meski industri pengolahan tetap menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi, peran strategisnya dalam struktur perekonomian masih belum kembali ke masa keemasan ketika manufaktur menyumbang lebih dari seperlima total PDB nasional.

Pertumbuhan Positif Dorong Optimisme Industri Pengolahan

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan tumbuh sebesar 5,54% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal III/2025. 

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menyebut bahwa kinerja positif tersebut didorong oleh kombinasi permintaan domestik dan ekspor, terutama dari subsektor makanan dan minuman.

“Industri pengolahan tumbuh didorong oleh permintaan domestik dan luar negeri, di mana industri makanan dan minuman tumbuh 6,49%, utamanya didorong oleh peningkatan produksi untuk CPO dan turunannya,” ungkap Edy dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta.

Data tersebut menunjukkan bahwa subsektor makanan dan minuman masih menjadi penopang utama pertumbuhan manufaktur nasional, seiring dengan stabilnya permintaan ekspor produk kelapa sawit dan derivatifnya. 

Meningkatnya konsumsi rumah tangga dan permintaan bahan pangan olahan juga memperkuat basis pertumbuhan sektor ini di pasar dalam negeri.

Namun, di sisi lain, pertumbuhan ini belum cukup signifikan untuk mendorong peningkatan struktur ekonomi nasional secara proporsional, karena kontribusi manufaktur terhadap PDB masih di bawah 20%.

Kontribusi Masih di Bawah 20%, Stabil Tapi Belum Kuat

BPS mencatat, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB pada kuartal III/2025 mencapai 19,15%, naik tipis dibandingkan kuartal III/2024 (19,02%) dan kuartal III/2023 (18,75%). Angka ini juga lebih tinggi dari kontribusi pada kuartal III/2022 yang sebesar 17,88%, menunjukkan peningkatan bertahap dalam empat tahun terakhir.

Meskipun demikian, porsi tersebut masih belum menembus ambang 20%, batas psikologis yang sering dianggap sebagai indikator kekuatan sektor industri dalam menopang ekonomi nasional. 

Dalam konteks sejarah, angka ini menandakan bahwa Indonesia masih dalam proses pemulihan dari tren deindustrialisasi ringan yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

Edy menjelaskan bahwa meski kenaikannya moderat, tren positif yang berkelanjutan perlu diapresiasi karena memperlihatkan adanya perbaikan di sektor riil, terutama di tengah tekanan global seperti ketidakpastian geopolitik, harga komoditas, dan perlambatan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama.

Berdasarkan distribusi PDB, sektor manufaktur masih menjadi kontributor terbesar, melampaui lapangan usaha lainnya seperti pertanian (14,35%), perdagangan (13,19%), konstruksi (9,82%), dan pertambangan (8,51%). Artinya, industri pengolahan masih menjadi tulang punggung ekonomi nasional, meski tantangan transformasi struktural masih besar.

Ekonomi Nasional Tumbuh 5,04%, Didukung Aktivitas Domestik

Kinerja kuat sektor manufaktur berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III/2025. BPS mencatat, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,04% (YoY), meningkat dibandingkan 4,95% pada periode yang sama tahun lalu, meskipun sedikit melambat dari 5,12% pada kuartal II/2025.

Deputi BPS, Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa pertumbuhan tersebut ditopang oleh aktivitas domestik dan permintaan luar negeri yang tetap solid meskipun kondisi global masih tidak pasti.

“Ditopang oleh aktivitas domestik dan permintaan luar negeri, ekonomi Indonesia kuartal III/2025 tumbuh sebesar 5,04%,” kata Edy dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta.

Adapun nilai PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp6.060 triliun, sementara PDB atas harga konstan tercatat Rp3.444,8 triliun. 

Angka ini menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup stabil di kawasan, melampaui median proyeksi 30 ekonom yang dihimpun Bloomberg, yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan sekitar 5% YoY.

Dengan capaian tersebut, pemerintah dan pelaku industri memiliki alasan untuk tetap optimistis terhadap daya tahan ekonomi nasional, meski tantangan struktural masih membayangi.

Tantangan Transformasi: Kenaikan Belum Seimbang di Semua Subsektor

Meski menunjukkan peningkatan, sektor manufaktur Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Peningkatan kontribusi PDB masih terkonsentrasi di subsektor tertentu seperti makanan dan minuman, sedangkan industri berbasis teknologi, elektronik, dan kimia belum menunjukkan pertumbuhan yang seimbang.

Ketimpangan antar-subsektor ini dapat memperlambat proses industrialisasi berkelanjutan yang diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu, faktor biaya energi, efisiensi logistik, dan investasi teknologi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi industri pengolahan nasional.

Pemerintah diharapkan terus memperkuat kebijakan hilirisasi, insentif investasi, dan dukungan riset industri, agar sektor manufaktur tidak hanya tumbuh secara nominal, tetapi juga mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing global.

Dalam konteks jangka panjang, peningkatan kontribusi manufaktur ke PDB di atas 20% menjadi target realistis jika transformasi digital dan adopsi teknologi industri 4.0 benar-benar diakselerasi.

Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada kuartal III/2025 menjadi sinyal positif bagi pemulihan ekonomi nasional, dengan kenaikan kontribusi terhadap PDB yang menunjukkan tren stabil. Namun, dominasi sektor ini masih terbatas di bawah 20%, menandakan bahwa proses penguatan industri belum sepenuhnya optimal.

Kinerja subsektor makanan dan minuman menjadi motor utama pertumbuhan, tetapi ke depan diperlukan diversifikasi yang lebih luas agar industri manufaktur Indonesia dapat berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Selama aktivitas domestik tetap kuat dan ekspor terjaga, sektor manufaktur berpeluang besar menjadi pilar utama menuju ekonomi nasional yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi.

Terkini

BMKG Imbau Waspadai Hujan dan Gelombang Laut Hari Ini

Kamis, 06 November 2025 | 17:01:59 WIB

BMKG Imbau Waspada La Nina dan Badai Seroja 2025-2026

Kamis, 06 November 2025 | 17:01:56 WIB

Kolam Retensi Jati Jadi Penopang Pengendalian Banjir Kudus

Kamis, 06 November 2025 | 17:01:53 WIB

Tol Getaci Ditargetkan 2026, Proyek Terpanjang Indonesia

Kamis, 06 November 2025 | 17:01:51 WIB