JAKARTA - Pelayanan kesehatan di pulau-pulau terluar Indonesia menghadapi tantangan serius akibat keterbatasan akses, infrastruktur, dan tenaga medis. Masyarakat di daerah terpencil sering kali kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Namun, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya mengatasi masalah ini dengan berbagai inisiatif.
Tantangan Akses Kesehatan di Pulau Terluar
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki lebih dari 17.000 pulau, dengan sekitar 6.000 pulau berpenghuni. Sebagian besar pulau-pulau ini terletak di daerah terpencil dan sulit dijangkau. Keterisolasian geografis menyebabkan biaya logistik dan transportasi menjadi sangat mahal, sehingga harga barang kebutuhan pokok lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Hal ini berdampak signifikan pada akses kesehatan, di mana fasilitas kesehatan yang ada di desa terpencil dengan pulau-pulau terluar ini masih jauh dari kata memadai. Jarak yang harus ditempuh ke pusat kesehatan yang lebih lengkap sering kali menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Fakta ini diperparah oleh minimnya tenaga kesehatan profesional yang bertugas di daerah terpencil, ditambah dengan hanya didukung oleh ambulans beroda tiga. Sulit membayangkan bagaimana situasi darurat bisa tertangani dengan cepat dan tepat.
Inisiatif Pemerintah: Kapal Kesehatan dan Rumah Sakit Terapung
Untuk mengatasi keterbatasan akses, Kemenkes meluncurkan beberapa program inovatif. Salah satunya adalah Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) yang beroperasi di wilayah perairan Sumenep, Madura. Kapal RS Terapung ini dirancang untuk memberikan layanan medis kepada masyarakat di pulau-pulau terluar yang sulit dijangkau. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya akses kesehatan yang merata, mengatakan, "Kementerian Kesehatan ingin memberikan akses yang sama dan sebaik-baiknya untuk seluruh masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di daerah terpencil."
RSTKA telah memberikan berbagai layanan medis, termasuk skrining stunting, pelayanan antenatal care (ANC), dan operasi katarak. Namun, frekuensi pelaksanaannya yang hanya empat kali dalam setahun masih menjadi tantangan besar. Penyakit kronis seperti stroke, kolesterol, dan diabetes melitus memerlukan kontrol dan pengobatan berkelanjutan yang sulit diakomodasi oleh jadwal layanan yang terbatas. Oleh karena itu, langkah penting ke depan adalah memperluas dan meningkatkan frekuensi pelayanan kesehatan bergerak.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2023
Untuk mendukung keberlanjutan layanan kesehatan di daerah terpencil, Kemenkes menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Rumah Sakit Kapal. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi penyelenggara, tenaga medis, dan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan rumah sakit kapal serta menjadi payung hukum agar layanan RS Kapal dapat dibiayai oleh BPJS.
Solusi Teknologi: Telemedicine
Selain kapal kesehatan, pemanfaatan teknologi juga menjadi solusi untuk memperluas akses layanan kesehatan. Telemedicine memungkinkan masyarakat di pulau-pulau terluar untuk mendapatkan konsultasi medis jarak jauh tanpa harus bepergian jauh. Namun, implementasi telemedicine memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan internet yang stabil dan pelatihan bagi tenaga kesehatan lokal.
Pembangunan Infrastruktur dan Peningkatan Fasilitas Kesehatan
Solusi jangka panjang yang paling fundamental adalah pembangunan infrastruktur transportasi dan peningkatan fasilitas kesehatan. Pemerintah perlu berinvestasi dalam pembangunan jalan dan dermaga yang memadai untuk mempermudah mobilisasi warga menuju pusat pelayanan kesehatan. Selain itu, pembangunan pusat kesehatan dengan peralatan dan tenaga medis yang cukup harus menjadi prioritas. Hal ini membutuhkan alokasi anggaran yang tepat serta pengawasan yang baik agar pembangunan berjalan sesuai rencana. Pelatihan kader kesehatan juga merupakan solusi jangka panjang yang berkelanjutan.
Peran Masyarakat dalam Menjaga Keberlanjutan Program
Keberhasilan pelayanan kesehatan bergerak tidak hanya ditentukan oleh jumlah kunjungan atau kecanggihan alat medis yang digunakan. Pendidikan dan partisipasi aktif masyarakat lah yang justru menjadi elemen kunci dalam menjaga keberlanjutan dampak dari program ini.