Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes Mulai Salurkan Insentif untuk PPDS Berbasis Universitas, Ini Rinciannya

Minggu, 04 Mei 2025 | 09:29:56 WIB
Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes Mulai Salurkan Insentif untuk PPDS Berbasis Universitas, Ini Rinciannya

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mulai merealisasikan kebijakan pemberian insentif kepada Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis universitas atau university-based, sebagai bagian dari reformasi pendidikan kedokteran yang lebih adil dan profesional. Langkah ini sekaligus menjadi bentuk pengakuan atas kontribusi PPDS dalam sistem pelayanan kesehatan nasional, khususnya di rumah sakit pendidikan.

Dua rumah sakit vertikal Kemenkes, yaitu RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, telah menjadi pelopor dalam penerapan kebijakan ini. Keduanya mulai menyalurkan insentif bagi para PPDS sejak awal 2025, dengan nominal yang bervariasi tergantung pada lokasi tugas dan jenjang pendidikan.

RS Kariadi Semarang Mulai dari IGD

Direktur SDM RSUP Dr. Kariadi, Sri Utami, menjelaskan bahwa insentif diberikan kepada PPDS senior yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sejak Maret 2025. Besaran insentif berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp4 juta per bulan, tergantung intensitas jaga dan tingkat pendidikan peserta.

“Ini merupakan langkah awal. RS Kariadi berkomitmen terus untuk dapat memberikan insentif kepada seluruh peserta PPDS termasuk yang di luar jaga IGD, dan saat ini sedang dalam proses perhitungan serta penyusunan kebijakannya oleh Kemenkes agar sistem pembayaran dan besarannya tidak bervariasi antar RS Vertikal yang melaksanakan pendidikan,” ujar Sri Utami.

Langkah ini disambut baik oleh para peserta didik yang selama ini menjalankan tugas pelayanan di rumah sakit pendidikan tanpa kompensasi finansial yang memadai. Insentif ini dinilai dapat mendorong motivasi sekaligus membantu biaya hidup para dokter muda selama menempuh pendidikan spesialis.

RS Harapan Kita Tetapkan Insentif Lebih Dini

Sementara itu, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta telah lebih dulu menerapkan sistem insentif untuk PPDS. Direktur Utama RS Harapan Kita, dr. Iwan Dakota, menyatakan bahwa besaran insentif di rumah sakitnya mencapai Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta per bulan, tergantung pada tingkat semester dan masa pengabdian.

“RS Harapan Jantung merupakan yang pertama memberikan insentif. Sudah lama diberlakukan untuk mendukung kelancaran proses pendidikan spesialis di RS,” ungkap dr. Iwan Dakota.

Bagi peserta program fellowship intervensi, insentif yang diberikan bahkan mencapai Rp4,72 juta per bulan, sedangkan peserta non-intervensi menerima Rp4 juta per bulan. Hal ini menunjukkan komitmen rumah sakit dalam mendukung pendidikan spesialis yang berkualitas serta memberikan penghargaan terhadap beban kerja dan tanggung jawab para PPDS.

Kebijakan Nasional Kian Menguat

Kebijakan insentif ini merupakan bagian dari agenda transformasi sistem kesehatan nasional yang dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin. Sebelumnya, insentif atau dukungan finansial hanya diberikan kepada PPDS berbasis rumah sakit melalui skema beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Kini, dengan realisasi insentif bagi PPDS universitas, pemerintah menunjukkan komitmen untuk meratakan perlindungan dan kesejahteraan seluruh peserta didik spesialis.

Selain pemberian insentif, Kemenkes juga memperkuat ekosistem pembelajaran di rumah sakit pendidikan melalui berbagai reformasi. Salah satunya adalah perlindungan terhadap praktik perundungan (bullying) yang selama ini kerap dilaporkan terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.

Hingga 25 April 2025, Kemenkes telah menerima 2.668 laporan pengaduan, dengan 632 laporan (24%) terkait langsung dengan perundungan, baik secara verbal, fisik, maupun psikologis. Masyarakat maupun tenaga kesehatan dapat mengadukan kasus perundungan melalui kanal resmi Kemenkes, termasuk WhatsApp di 0812-9979-9777 dan situs https://perundungan.kemkes.go.id/.

Legalitas Praktik dan Perlindungan Hukum PPDS

Dalam upaya memberikan perlindungan hukum, Kemenkes juga mulai menerbitkan Surat Izin Praktik (SIP) tambahan sebagai dokter umum bagi para PPDS. Kebijakan ini memungkinkan peserta yang memiliki waktu luang di luar pendidikan formal untuk melakukan praktik mandiri secara legal dan memperoleh tambahan penghasilan.

Sebelumnya, banyak peserta PPDS yang terpaksa melakukan praktik dokter umum tanpa SIP karena kebutuhan ekonomi, sehingga rentan terhadap masalah hukum dan pelanggaran etika profesi.

Langkah ini, menurut Kemenkes, merupakan bagian dari upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih profesional, aman, dan berkelanjutan. Jam kerja dan waktu belajar PPDS juga akan didisiplinkan untuk menghindari eksploitasi tenaga peserta didik oleh institusi rumah sakit atau senior.

Visi Pendidikan Kedokteran yang Lebih Humanis

Seluruh kebijakan ini menjadi bagian dari reformasi menyeluruh pendidikan kedokteran di Indonesia. Kemenkes menegaskan bahwa pendidikan spesialis tidak boleh lagi mengandalkan sistem kerja tanpa kompensasi atau membiarkan praktik senioritas yang merugikan peserta didik. Visi ke depan adalah membangun sistem yang adil, manusiawi, dan menjamin kualitas pendidikan serta pelayanan pasien secara bersamaan.

Informasi lebih lanjut mengenai program ini dan kanal pengaduan dapat diperoleh melalui Halo Kemenkes di hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email kontak@kemkes.go.id.

Terkini