JAKARTA – Penurunan harga nikel yang signifikan telah menyebabkan dampak besar bagi industri smelter nikel di Indonesia, termasuk di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA). Salah satu perusahaan yang terdampak, PT Huadi, terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawan, yang memicu aksi demonstrasi oleh para pekerja pada Jumat. Demonstrasi ini dihadiri oleh ratusan massa yang tergabung dalam Solidaritas Helm Kuning KIBA, yang berkumpul di halaman Kantor Bupati Bantaeng.
Bupati Bantaeng Temui Massa
Dalam upaya meredakan ketegangan, Bupati Bantaeng, M. Fathul Fauzy, yang akrab disapa Uji Nurdin, langsung menemui para pendemo untuk mendengarkan tuntutan mereka. Aksi tersebut mencerminkan keprihatinan para pekerja terkait nasib mereka setelah PHK yang dilakukan oleh pihak PT Huadi akibat anjloknya harga nikel.
"Saya turut prihatin dengan kondisi ini dan tidak ingin adanya PHK di Kawasan Industri Bantaeng. Namun, kami memahami bahwa industri smelter saat ini menghadapi penurunan yang cukup tajam." ujar Uji Nurdin dalam pertemuan tersebut.
Bupati Bantaeng menjelaskan bahwa perusahaan memang berencana untuk melakukan PHK terhadap 200 orang karyawan, namun berkat upaya dari pemerintah daerah, jumlah PHK dapat diminimalisir. "Sebelumnya, pihak perusahaan telah menyampaikan rencana untuk memPHK hingga 200 orang. Namun, dengan intervensi kami, jumlahnya tidak sebanyak itu," lanjutnya.
Dampak Penurunan Harga Nikel
Uji Nurdin juga menjelaskan bahwa penurunan harga nikel tidak hanya berdampak pada karyawan, tetapi juga pada pemerintah daerah. "Kami juga dirugikan. Semakin sedikit karyawan, produksi menurun, dan akhirnya retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan juga ikut berkurang," tambahnya.
Harga nikel yang anjlok telah menjadi masalah serius bagi sektor industri smelter. Bahkan, di daerah lain, seperti Morowali, beberapa perusahaan terpaksa menghentikan operasi mereka, sehingga kerugian yang ditanggung jauh lebih besar. "Di Morowali, ada satu perusahaan dengan 34 tungku yang tutup total. Di Bantaeng, kami memiliki 10 tungku, namun hanya 7 yang masih beroperasi," jelasnya.
Masalah yang Dihadapi Para Pekerja
Sementara itu, Junedi, salah satu peserta aksi demonstrasi, menyampaikan kekecewaan mendalam terkait kondisi yang dihadapi oleh pekerja di Kawasan Industri Bantaeng. Junedi menegaskan bahwa aksi tersebut bukan hanya sebagai protes terhadap PHK, tetapi juga sebagai upaya untuk menuntut pemenuhan hak-hak dasar pekerja yang selama ini terabaikan.
"Kami menuntut pemenuhan hak-hak dasar pekerja sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan kewajiban hukum yang harus ditegakkan oleh setiap perusahaan." tegas Junedi dalam orasinya.
Junedi menambahkan bahwa perjuangan ini adalah untuk menciptakan tempat kerja yang adil, manusiawi, dan bermartabat. "Melalui aksi ini, kami menegaskan bahwa perjuangan untuk keadilan bukan hanya milik satu kelompok, tetapi kepentingan bersama untuk semua pekerja," ujar Junedi.
Tanggapan Pemerintah dan Upaya Penyelesaian
Bupati Uji Nurdin menegaskan bahwa meskipun pemerintah daerah tidak dapat sepenuhnya mencegah PHK, mereka tetap berupaya meminimalkan dampaknya. Pemerintah daerah juga mendukung perusahaan untuk tetap beroperasi dengan cara-cara yang lebih efisien agar dampak penurunan harga nikel tidak semakin merugikan pekerja dan masyarakat.
"Kami terus melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan untuk mencari solusi terbaik agar industri tetap berjalan dan pekerja tetap mendapatkan haknya. Namun, kondisi global yang mempengaruhi harga komoditas, terutama nikel, menjadi tantangan besar," ungkapnya.
Bupati juga berharap adanya langkah-langkah jangka panjang yang dapat mendukung keberlanjutan industri smelter di Bantaeng, sekaligus menjaga kesejahteraan para pekerja. Pemerintah, menurutnya, berkomitmen untuk terus memfasilitasi dialog antara perusahaan dan pekerja agar situasi yang merugikan kedua belah pihak dapat diatasi dengan bijak.