JAKARTA – Biaya transportasi udara untuk jemaah calon haji Indonesia tahun 2025 mengalami kenaikan signifikan. PT Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai pengangkut resmi mengumumkan penyesuaian tarif sebesar Rp1,1 juta per jemaah akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis. Menurut Wamildan, penyesuaian tarif ini tidak dapat dihindari karena fluktuasi kurs rupiah yang berdampak langsung pada biaya operasional penerbangan internasional.
“Biaya transportasi penerbangan sebelumnya telah disepakati saat kurs rupiah berada di angka Rp16.000. Namun saat ini kurs sudah menyentuh Rp16.845, atau naik sekitar 5 persen,” ungkap Wamildan di hadapan anggota dewan. “Dengan adanya kenaikan ini, dari sisi Garuda Indonesia, kami laporkan terjadi peningkatan biaya kurang lebih Rp1,1 juta per penumpang,” imbuhnya.
Imbas Langsung dari Kurs Rupiah Melemah
Perubahan nilai tukar yang menembus Rp16.845 per dolar AS dinilai sebagai pemicu utama naiknya biaya operasional maskapai. Hal ini berdampak langsung pada harga avtur, sewa pesawat, serta komponen pendukung lainnya yang seluruhnya berbasis mata uang asing.
PT Garuda Indonesia, yang pada tahun ini mendapat mandat mengangkut puluhan ribu jemaah haji Indonesia ke Tanah Suci, tengah menghadapi tekanan finansial akibat fluktuasi kurs. Karena itu, pihak maskapai mengusulkan perubahan skema pembayaran dari pemerintah maupun pihak terkait.
Usulan Pembayaran dalam Dolar AS
Sebagai langkah mitigasi atas kenaikan biaya tersebut, Wamildan mengajukan usulan agar pembayaran sisa biaya transportasi dilakukan dalam bentuk dolar AS. Hal ini diharapkan dapat melindungi maskapai dari risiko kerugian nilai tukar dan menjaga stabilitas operasional selama masa penyelenggaraan ibadah haji.
“Saat ini sudah dilakukan pembayaran termin pertama sebesar 40 persen. Masih ada 60 persen lagi yang akan dibayarkan di termin kedua, ketiga, dan keempat. Kami mengusulkan agar pembayaran sisanya dilakukan dalam mata uang dolar AS,” jelasnya.
Wamildan menekankan bahwa pembayaran dalam dolar akan memberikan kepastian nilai tukar dan menghindari lonjakan biaya tambahan apabila rupiah terus melemah. “Dengan pembayaran dalam dolar, kita bisa lebih menjaga kestabilan anggaran serta menghindari potensi penyesuaian biaya mendadak di masa depan,” tambahnya.
Respon DPR dan Keputusan Lanjutan
Usulan ini mendapat perhatian serius dari anggota Komisi VIII DPR yang menangani bidang agama dan sosial. Beberapa anggota menyatakan perlunya evaluasi mendalam atas kontrak dan skema pembiayaan haji, khususnya dalam aspek ketahanan fiskal terhadap gejolak ekonomi global.
Komisi VIII DPR juga berencana melakukan pembahasan lanjutan bersama Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk menentukan langkah terbaik guna menjaga keberlangsungan pelayanan haji, tanpa membebani jemaah secara berlebihan.
Potensi Dampak terhadap Biaya Haji
Meski kenaikan biaya transportasi ini belum langsung berdampak pada besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan jemaah, pemerintah diperkirakan akan menyesuaikan pos subsidi dan efisiensi pada komponen lainnya. Langkah ini diperlukan agar beban tambahan tidak sepenuhnya ditanggung jemaah.
Kementerian Agama hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait perubahan biaya akibat penyesuaian kurs. Namun, dalam penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya, pemerintah secara berkala menyesuaikan alokasi dana dari optimalisasi nilai manfaat dana haji untuk menutup selisih biaya operasional.