Harga Batu Bara Berpotensi Bangkit Minggu Depan, Meski Masih di Bawah US$ 100 per Ton

Jumat, 18 April 2025 | 08:43:06 WIB
Harga Batu Bara Berpotensi Bangkit Minggu Depan, Meski Masih di Bawah US$ 100 per Ton

JAKARTA – Harga batu bara mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan usai sempat terperosok ke level terendah dalam empat tahun terakhir. Pada perdagangan Kamis, harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan depan ditutup menguat 0,85% ke posisi US$ 95,05 per ton.

Kenaikan ini menjadi sinyal awal bahwa harga batu bara bisa keluar dari tekanan panjang yang berlangsung sejak awal tahun. Sehari sebelumnya, harga si batu hitam sempat jatuh ke level US$ 94,25 per ton—terendah sejak 2021.

Namun demikian, secara keseluruhan tren harga batu bara masih negatif. Hingga pertengahan April 2025, harga batu bara tercatat telah terkoreksi 24,11% secara year-to-date. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harga batu bara telah anjlok hingga 32,59%.

Penyebab Anjloknya Harga Batu Bara

Beberapa faktor turut membebani pergerakan harga batu bara global dalam beberapa bulan terakhir. Di antaranya adalah kondisi musim dingin tahun ini yang relatif lebih hangat dari biasanya, sehingga konsumsi listrik—yang menjadi salah satu indikator permintaan batu bara—tidak meningkat signifikan.

Selain itu, lonjakan produksi batu bara di negara konsumen utama seperti Tiongkok juga memperburuk kondisi pasar. Berdasarkan data terbaru, produksi batu bara China pada Maret 2025 mencapai 445,58 juta ton, atau meningkat 9,6% secara tahunan (year-on-year). Angka tersebut menjadi rekor produksi bulanan tertinggi sepanjang sejarah.

Sepanjang tahun 2024 lalu, total produksi batu bara China juga mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa, yakni sebesar 4,76 miliar ton. Melimpahnya pasokan global ini menekan harga batu bara dan menambah beban pada pasar yang sudah oversupplied.

Analisis Teknikal: Sinyal Pemulihan Mulai Muncul

Meski kondisi fundamental belum sepenuhnya mendukung, analisis teknikal justru memberikan secercah harapan akan potensi rebound harga batu bara dalam waktu dekat.

Berdasarkan grafik mingguan (weekly time frame), indikator Relative Strength Index (RSI) saat ini berada di angka 19,69. RSI di bawah 30 biasanya mengindikasikan kondisi pasar yang sudah masuk dalam wilayah jenuh jual (oversold), dan berpeluang mengalami pembalikan arah atau rebound.

Tak hanya RSI, indikator Stochastic RSI juga menguatkan sinyal potensi kenaikan. Saat ini, Stochastic RSI berada di level 5,76, jauh di bawah ambang batas 20 yang menandakan kondisi pasar sangat oversold.

Dengan kombinasi dua indikator teknikal utama tersebut, peluang harga batu bara untuk bangkit mulai terbuka. Target resisten terdekat yang dipantau analis adalah US$ 98 per ton, yang merupakan area Moving Average (MA) 5. Jika level ini mampu ditembus, maka target selanjutnya ada di MA-10 sekitar US$ 100 per ton.

Sebaliknya, jika tekanan jual masih dominan, harga batu bara berpotensi kembali turun ke area support terdekat di US$ 92 per ton. Penembusan level ini dapat mendorong harga menuju US$ 90 per ton, bahkan skenario pesimistis bisa menyeret harga ke US$ 84 per ton sebagai support terjauh.

Prospek Jangka Menengah Masih Terbuka

Meski saat ini berada dalam tren negatif, sejumlah analis percaya bahwa harga batu bara belum sepenuhnya kehilangan daya tariknya. Permintaan dari negara-negara berkembang seperti India dan Vietnam, serta proyek hilirisasi batu bara yang sedang digencarkan di Indonesia, menjadi potensi penopang harga dalam jangka menengah.

Bahkan meski ada tren global menuju energi terbarukan, batu bara masih menjadi tulang punggung pasokan listrik di banyak negara. Misalnya, Vietnam yang baru-baru ini mengumumkan rencana pengurangan batu bara secara bertahap hingga 2050, tetap mengandalkan batu bara dalam transisi energi jangka pendek.

Di sisi lain, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) selaku holding BUMN pertambangan menyatakan bahwa proyek hilirisasi batu bara untuk Dimethyl Ether (DME) dinilai kurang ekonomis. Oleh karena itu, MIND ID kini lebih memilih mengembangkan teknologi untuk mengubah batu bara menjadi grafit, yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik.

“Kondisi pasar yang oversold secara teknikal bisa membuka peluang rebound harga dalam waktu dekat, meski sentimen fundamental belum sepenuhnya mendukung,” ungkap analis pasar energi dari Bloomberg, seperti dikutip dari laporan pasar terbaru.

Dengan tren oversold yang semakin dalam, pelaku pasar kini menanti momentum balik arah sebagai peluang jangka pendek. Namun tetap dibutuhkan kehati-hatian, mengingat tekanan pasokan global dan pelemahan permintaan masih menghantui pasar batu bara dunia.

Terkini

ASUS Vivobook Pro 16X OLED N7601, Laptop Kreator Andal 2024

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:30 WIB

Huawei MatePad 11, Tablet Murah dengan Layar Keren

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:26 WIB

Huawei Rilis Pura 80 Series, Andalkan Kamera Canggih

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:18 WIB

Review Acer Nitro 16, Laptop Gaming 16 Inci Bertenaga

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:13 WIB