JAKARTA – Maraknya penipuan berkedok investasi internasional semakin meresahkan. Modus yang digunakan para pelaku semakin canggih dan kerap menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat, sehingga menjebak banyak korban dari berbagai kalangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi yang tidak jelas legalitas dan mekanismenya.
Dalam unggahan akun Instagram resmi Layanan Konsumen dan Pengaduan OJK @kontak157, dijelaskan bahwa modus penipuan investasi saat ini semakin kompleks, bahkan sering kali mencatut nama tokoh terkenal sebagai daya tarik. Para pelaku biasanya memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, hingga TikTok untuk menyebarkan iklan-iklan yang terkesan profesional dan terpercaya.
“Masyarakat harus ekstra hati-hati terhadap iklan investasi yang mencatut nama tokoh publik atau menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat. Itu ciri-ciri penipuan,”.
Modus Awal: Iklan Mewah dan Tokoh Palsu
Modus pertama yang sering digunakan oleh para pelaku adalah melalui iklan digital yang menjanjikan edukasi saham atau peluang investasi internasional. Iklan ini seringkali terlihat meyakinkan dan profesional. Bahkan, tidak jarang foto atau nama tokoh-tokoh terkenal disalahgunakan untuk menciptakan ilusi kredibilitas.
Padahal, tokoh-tokoh tersebut sama sekali tidak terlibat dalam skema investasi yang ditawarkan. Penggunaan nama tokoh hanya strategi manipulatif untuk menanamkan rasa percaya sejak awal.
“Pelaku biasanya menciptakan narasi bahwa mereka bekerja sama dengan tokoh berpengaruh atau tokoh keuangan internasional, padahal semua itu hanya tipu daya,” lanjut OJK.
Modus Lanjutan: Grup Chat dan Aplikasi Bodong
Setelah berhasil memikat korban, langkah selanjutnya yang diambil pelaku adalah mengajak korban bergabung ke dalam grup percakapan seperti WhatsApp atau Telegram. Di dalam grup ini, korban akan terus dibombardir dengan narasi positif dan testimoni palsu dari akun-akun anonim atau bot yang seolah-olah adalah investor sukses.
Korban kemudian diarahkan untuk mengunduh aplikasi berformat .APK yang diklaim sebagai platform investasi resmi. Aplikasi tersebut dirancang sedemikian rupa menyerupai aplikasi trading sungguhan agar korban tidak curiga.
Namun kenyataannya, aplikasi tersebut hanyalah alat untuk memancing korban menyetorkan dana. Setelah dana ditransfer, akses ke aplikasi kerap bermasalah dan dana korban tidak bisa ditarik kembali. Tak sedikit korban yang kehilangan jutaan hingga ratusan juta rupiah.
Modus Tambahan: Bangun Kepercayaan Lewat Engagement Media Sosial
Selain teknik manipulasi digital, para pelaku juga membangun interaksi aktif dengan calon korban melalui media sosial. Mereka meminta korban untuk memberikan "likes", "share", atau komentar positif di konten mereka.
Tak jarang, pelaku menawarkan insentif kecil seperti pulsa atau hadiah digital untuk memicu keterlibatan aktif. Taktik ini dirancang agar korban merasa semakin nyaman dan percaya pada komunitas palsu tersebut.
“Engagement ini hanya akal-akalan pelaku untuk menciptakan rasa aman dan rasa ikut serta dalam komunitas investasi yang seolah-olah sah,” tulis OJK.
OJK Imbau Warga Selalu Cek Legalitas
Untuk menghindari menjadi korban, OJK mengimbau masyarakat agar selalu melakukan pengecekan legalitas investasi melalui saluran resmi. Masyarakat dapat memverifikasi keabsahan suatu entitas keuangan melalui Kontak OJK 157, baik melalui sambungan telepon, email, maupun media sosial.
“Sebelum berinvestasi, pastikan lembaga atau platform tersebut terdaftar dan diawasi oleh OJK. Jangan mudah tergiur iming-iming return tinggi tanpa risiko,” tegas pihak OJK.
Pentingnya Edukasi Keuangan Digital
OJK juga mendorong peningkatan literasi keuangan digital masyarakat agar tidak mudah tertipu oleh modus penipuan yang semakin variatif. Upaya ini menjadi penting seiring dengan masifnya penggunaan teknologi dan penetrasi internet di tengah masyarakat.
Dalam banyak kasus, korban penipuan investasi adalah mereka yang minim pemahaman soal sistem keuangan atau tidak terbiasa memverifikasi informasi digital.