JAKARTA – Ketegangan ekonomi global akibat perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat masyarakat semakin waspada dalam mengelola keuangan. Fluktuasi nilai tukar, ketidakpastian pasar, serta potensi resesi membuat banyak orang mulai mencari alternatif investasi yang aman dan tetap menguntungkan (cuan) di tengah situasi tak menentu.
Dalam kondisi seperti ini, para perencana keuangan menyarankan agar masyarakat mulai mempertimbangkan investasi dengan tingkat risiko rendah hingga menengah. Menurut perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE), Andi Nugroho, salah satu langkah aman adalah memilih instrumen investasi yang stabil dan telah terbukti tahan banting terhadap gejolak pasar.
"Maka pilihannya bisa di surat utang negara seperti ORI maupun sukuk ritel. Selain itu, bisa investasi di reksa dana berbasis pasar uang ataupun yang berbasis pendapatan tetap," ujar Andi.
Selain instrumen berbasis utang, Andi juga menyoroti logam mulia sebagai pilihan menarik di tengah gejolak global. Emas dan perak, menurutnya, telah lama dikenal sebagai aset lindung nilai (hedging asset) yang dapat menjaga nilai uang di tengah inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
"Atau bisa juga investasi di logam mulia, seperti emas batangan ataupun perak," tambahnya.
Gunakan Uang Dingin dan Disiplin Alokasi Dana
Namun demikian, Andi mengingatkan agar investasi dilakukan secara bijak dan bertanggung jawab. Ia menekankan pentingnya menggunakan uang dingin—yakni dana sisa dari kebutuhan pokok dan bukan uang yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
"Investasi hanya dilakukan menggunakan uang dingin atau dana yang memang dialokasikan khusus untuk investasi," jelasnya.
Andi juga menyarankan agar masyarakat menyisihkan sekitar 10 persen dari penghasilan untuk investasi. Porsi ini dianggap ideal, terutama bagi mereka yang baru memulai perjalanan finansial dan ingin membangun aset secara perlahan namun pasti.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menahan konsumsi yang tidak perlu, terutama saat tabungan mulai menipis. Menurutnya, meninjau ulang pengeluaran dan membuat skala prioritas adalah langkah awal untuk menjaga stabilitas keuangan.
"Bila tabungan sudah menipis, bahkan sudah minus, maka sebaiknya mengurangi dengan drastis pengeluaran lainnya, terutama untuk hal-hal yang tidak bersifat kewajiban," tegas Andi.
Pahami Instrumen dan Risiko Sebelum Berinvestasi
Senada dengan Andi, perencana keuangan dari One Shild Consulting, Agustina Fitria, menekankan pentingnya memahami instrumen investasi sebelum menempatkan dana. Ia mengingatkan bahwa tidak semua jenis investasi cocok untuk semua orang.
"Untuk investasi, gunakan uang dingin, bukan uang untuk biaya hidup sehari-hari karena investasi tidak selalu cuan, tetap ada risiko rugi," ujarnya.
Agustina juga mendorong masyarakat untuk menekan pengeluaran yang tidak perlu dan lebih fokus pada kebutuhan dasar serta hal-hal produktif. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga likuiditas dan menghindari krisis keuangan pribadi di tengah ketidakpastian ekonomi.
"Kembali isi tabungan dengan disiplin, bayar utang. Bahkan, tambah pemasukan dengan kerja sambilan yang tidak mengganggu pekerjaan utama," katanya.
Ia juga menambahkan bahwa langkah-langkah tersebut dapat memperkuat fondasi keuangan keluarga, terutama jika gejolak global terus berlangsung dalam jangka panjang.
Diversifikasi dan Literasi Keuangan Jadi Kunci
Dalam situasi seperti saat ini, baik Andi maupun Agustina sepakat bahwa literasi keuangan sangat penting agar masyarakat tidak terjebak pada instrumen investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi namun tidak aman.
Mereka menyarankan agar masyarakat tidak hanya fokus pada satu jenis aset, melainkan mendiversifikasi portofolio sesuai dengan tujuan keuangan dan profil risiko masing-masing. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi potensi kerugian jika terjadi perubahan mendadak di pasar global.