JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE). Selain melakukan penahanan, penyidik KPK juga menyita uang tunai senilai USD 1 juta atau sekitar Rp16,6 miliar dan menggeledah delapan lokasi yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat (11/4/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memaparkan perkembangan penanganan kasus ini secara rinci.
“Telah dilakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan uang senilai USD 1.000.000. Penggeledahan juga dilakukan di ruang atau pekarangan tertutup lainnya,” ujar Asep Guntur.
Dua Tersangka Resmi Ditahan
KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka utama dalam kasus ini. Mereka adalah Iswan Ibrahim (ISW), yang menjabat sebagai Komisaris PT IAE dari tahun 2006 hingga 2023, serta Danny Praditya (DP), yang merupakan Direktur Komersial PT PGN pada periode 2016 hingga 2019.
Menurut KPK, kedua tersangka diduga berperan aktif dalam proses manipulatif yang mengarah pada kerugian negara. Kasus ini bermula pada 19 Desember 2016, saat Dewan Komisaris dan Direksi PT PGN menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2017, yang tidak mencantumkan rencana pembelian gas dari PT IAE.
Namun, hanya berselang beberapa bulan, tepatnya pada Agustus 2017, Danny Praditya diduga menginstruksikan bawahannya untuk membahas kerja sama jual beli gas dengan PT IAE. Hasil dari pembahasan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan yang dinilai janggal dan merugikan negara.
Uang Muka USD 15 Juta untuk Utang Pribadi
Puncak penyimpangan terjadi ketika PT IAE, melalui Iswan Ibrahim, meminta uang muka sebesar USD 15 juta dari PGN, yang kemudian dibayarkan pada 9 November 2017. Ironisnya, uang tersebut tidak digunakan untuk operasional atau kebutuhan proyek sesuai kontrak, melainkan untuk membayar utang PT IAE yang tidak berkaitan dengan kerja sama tersebut.
“Permintaan uang muka USD 15 juta itu digunakan untuk membayar kewajiban lain yang tidak berkaitan dengan kontrak jual beli gas. Ini menjadi salah satu bentuk penyimpangan yang kami identifikasi,” jelas Asep Guntur.
Selain itu, diketahui bahwa pasokan gas dari Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), yang semestinya dipasok ke PGN melalui PT IAE, ternyata tidak mencukupi. Meski demikian, kerja sama tetap dilanjutkan oleh Iswan Ibrahim tanpa memperhatikan ketentuan teknis dan regulasi yang berlaku.
Langgar Regulasi Energi dan BUMN
Menurut KPK, tindakan kedua tersangka bertentangan dengan sejumlah regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta peraturan internal BUMN. Akibat penyimpangan ini, negara mengalami kerugian hingga USD 15 juta.
KPK menegaskan bahwa perbuatan kedua tersangka memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Delapan Lokasi Digeledah, Bukti Kuat Diamankan
Untuk mendalami kasus ini, penyidik KPK telah menggeledah delapan lokasi berbeda yang diduga menjadi tempat penyimpanan atau penyembunyian dokumen penting terkait kasus ini. Penggeledahan dilakukan tidak hanya di kantor pusat kedua perusahaan, tetapi juga di beberapa lokasi lainnya yang berkaitan langsung dengan para tersangka.
Penyitaan uang tunai sebesar USD 1 juta yang dilakukan dalam proses penggeledahan menjadi salah satu temuan penting yang memperkuat dugaan aliran dana tidak sah dalam transaksi tersebut.
Komitmen KPK Ungkap Korupsi Energi
Penangkapan dan penahanan kedua tersangka ini menegaskan kembali komitmen KPK dalam memberantas korupsi, khususnya di sektor energi yang selama ini menjadi sektor strategis namun rawan penyimpangan.
“KPK akan terus mendalami dan menelusuri aliran dana lainnya serta potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini,” tegas Asep Guntur.
Ksus ini juga menjadi pengingat penting bagi perusahaan pelat merah agar lebih transparan dalam menyusun dan menjalankan rencana kerja, serta menjaga integritas dalam setiap proses pengadaan dan kerja sama bisnis.
KPK mengimbau agar masyarakat dan semua pihak memberikan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum yang tengah berjalan. Masyarakat juga diharapkan melaporkan jika menemukan indikasi penyimpangan serupa di sektor lain.
Dengan adanya penegakan hukum secara tegas, diharapkan praktik korupsi di sektor energi, yang berdampak besar pada hajat hidup orang banyak, dapat diminimalisasi demi kepentingan nasional yang lebih luas.