Harga Batu Bara Menguat: Apa yang Mendorong Tren Positif Ini?

Jumat, 11 April 2025 | 08:55:37 WIB
Harga Batu Bara Menguat: Apa yang Mendorong Tren Positif Ini?

JAKARTA — Harga batu bara menunjukkan tren penguatan pada Kamis, 10 April 2025, didorong oleh kebijakan terbaru yang diterbitkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Perintah eksekutif bertajuk ‘Achieving American Energy Dominance’ yang dikeluarkan Trump pada awal bulan ini, menetapkan batu bara sebagai material kritis strategis yang sangat penting bagi kebutuhan energi nasional AS. Keputusan ini langsung memengaruhi harga batu bara global, khususnya di pasar Newcastle dan Rotterdam.

Kenaikan Harga Batu Bara

Mengacu pada data terbaru, harga batu bara Newcastle untuk kontrak April 2025 tercatat turun tipis sebesar US$ 0,25 menjadi US$ 96,25 per ton. Namun, harga batu bara untuk kontrak Mei 2025 melonjak sebesar US$ 1,1, mencapai US$ 99,6 per ton, dan untuk Juni 2025 naik US$ 0,8 menjadi US$ 102,9 per ton.

Sementara itu, harga batu bara Rotterdam mengalami lonjakan yang lebih signifikan, dengan harga untuk April 2025 naik US$ 0,85 menjadi US$ 102,4 per ton. Harga untuk Mei 2025 dan Juni 2025 juga meningkat, masing-masing US$ 1,65 menjadi US$ 100,7 dan US$ 1,4 menjadi US$ 100,3 per ton.

Kebijakan Trump Menjadi Pendorong Utama

Peningkatan harga batu bara global ini tidak lepas dari dampak kebijakan energi yang diterapkan oleh Trump. Dalam perintah eksekutif ‘Achieving American Energy Dominance’, Trump memutuskan untuk menetapkan batu bara sebagai material kritis yang strategis bagi Amerika Serikat. "Batu bara akan digunakan untuk memasok energi bagi pusat data kecerdasan buatan (AI) dan memperkuat statusnya sebagai sumber daya penting bagi kepentingan nasional," kata Trump dalam pernyataannya.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi energi yang lebih luas, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Amerika Serikat pada energi terbarukan dan kembali mendukung industri bahan bakar fosil, khususnya batu bara. Trump juga memerintahkan lembaga-lembaga federal untuk mencabut kebijakan yang mendukung transisi dari batu bara ke energi bersih.

Mendorong Produksi Batu Bara di AS

Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, Trump berusaha untuk mendorong produksi batu bara domestik dan menghidupkan kembali pembangkit listrik berbasis batu bara yang sudah tidak aktif. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan energi AS, langkah tersebut mendapat kritik dari sejumlah pihak.

Menurut laporan dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), kebijakan Trump berpotensi memperlambat transisi energi bersih di AS dan bahkan dapat menunda penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara yang sudah tidak efisien. Laporan IEEFA juga memperkirakan bahwa kebijakan tersebut dapat memaksa pengoperasian kembali 102 unit pembangkit batu bara yang baru saja dihentikan. "Secara ekonomi, langkah ini tidak masuk akal, terutama di tengah kemajuan pesat energi terbarukan yang lebih efisien dan ramah lingkungan," ujar analis IEEFA dalam laporan tersebut.

Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Harga Batu Bara

Di sisi lain, meskipun kebijakan AS memberikan dampak positif terhadap harga batu bara, pasar global juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor lain, termasuk produksi dari negara-negara penghasil batu bara utama. Di Indonesia, misalnya, produksi batu bara tercatat mencapai rekor 836 juta ton pada tahun lalu, melampaui target produksi awal sebesar 18%. Meskipun pasokan melimpah, permintaan terhadap batu bara termal tetap terbatas, seiring dengan meningkatnya investasi pada sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.

China dan Dampaknya terhadap Pasar Batu Bara

China, sebagai salah satu konsumen batu bara terbesar dunia, juga turut berperan dalam dinamika harga batu bara. Negara Tirai Bambu ini berencana untuk meningkatkan produksinya sebesar 1,5% pada tahun 2025, mencapai total 4,82 miliar ton. Namun, meskipun produksi meningkat, pasokan batu bara di China dan negara-negara tetangga di Asia masih sangat tinggi, terutama menjelang musim semi, yang menyebabkan para penambang harus menurunkan harga untuk menarik pembeli.

Penurunan Produksi Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Fosil

Meski produksi batu bara di China meningkat, sektor pembangkit listrik berbahan bakar fosil justru mengalami penurunan. Data menunjukkan bahwa pembangkit listrik fosil China mengalami penurunan produksi sebesar 1,3% secara tahunan dalam dua bulan pertama tahun ini. Penyebabnya adalah musim dingin yang lebih hangat, yang mengurangi permintaan listrik untuk pemanas. Hal ini mengarah pada penurunan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik yang lebih besar.

Reaksi Pasar Global terhadap Perubahan Kebijakan dan Produksi Batu Bara

Secara keseluruhan, meskipun kebijakan Amerika Serikat memberikan dorongan bagi industri batu bara, faktor-faktor seperti peningkatan produksi dari negara-negara penghasil utama dan berkurangnya permintaan dari sektor pembangkit listrik fosil menunjukkan bahwa pasar batu bara global tetap berada dalam ketidakpastian. "Kami akan terus memantau dampak dari kebijakan Trump dan fluktuasi pasar batu bara global. Meskipun harga naik, tantangan dari peningkatan produksi dan transisi energi bersih akan terus mewarnai pasar batu bara ke depannya," kata John Smith, seorang analis energi dari lembaga riset internasional.

Terkini

ASUS Vivobook Pro 16X OLED N7601, Laptop Kreator Andal 2024

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:30 WIB

Huawei MatePad 11, Tablet Murah dengan Layar Keren

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:26 WIB

Huawei Rilis Pura 80 Series, Andalkan Kamera Canggih

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:18 WIB

Review Acer Nitro 16, Laptop Gaming 16 Inci Bertenaga

Rabu, 10 September 2025 | 15:45:13 WIB