JAKARTA — Gangguan sistem layanan digital Bank DKI yang terjadi sejak 29 Maret 2025 kini menuai sorotan tajam dari kalangan legislatif dan eksekutif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gangguan tersebut berdampak pada jutaan nasabah, terutama selama masa kritis arus mudik dan Lebaran 2025, karena menyebabkan terganggunya layanan transaksi digital seperti transfer antarbank hingga pembayaran QRIS melalui aplikasi JakOne Mobile.
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian, meminta agar pihak manajemen Bank DKI segera melibatkan aparat penegak hukum untuk menyelidiki secara mendalam dugaan adanya serangan siber atau tindak kriminal internal yang menyebabkan lumpuhnya sistem layanan keuangan milik bank daerah itu.
“Saya mendorong jajaran direksi DKI, bilamana memang ada indikasi-indikasi peretasan, itu supaya melibatkan penegak hukum,” ujar Justin.
Menurutnya, gangguan yang terjadi bukanlah sekadar masalah teknis biasa, melainkan menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan milik daerah. Justin menambahkan, lambannya penyelesaian dan tidak transparannya penyebab gangguan justru memperkuat asumsi publik bahwa ada potensi kelalaian sistemik atau bahkan sabotase.
“Yang dipikul ini kan kepercayaan dari masyarakat DKI Jakarta, nasabah juga,” tegas politisi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.
Gangguan Sistem Berdampak Luas pada Layanan Keuangan
Gangguan sistem digital Bank DKI menyebabkan ribuan nasabah tidak dapat mengakses layanan dasar perbankan seperti transfer dana antarbank, pembayaran digital melalui QRIS, dan penggunaan aplikasi JakOne Mobile. Dampaknya sangat terasa di masa menjelang dan sesudah Lebaran, di mana transaksi finansial masyarakat cenderung meningkat.
Keluhan juga membanjiri media sosial. Banyak nasabah mengeluhkan tidak bisa menarik uang, gagal melakukan pembayaran, hingga tertunda menerima dana masuk. Kondisi ini memicu kepanikan dan ketidakpercayaan publik terhadap keamanan sistem perbankan Bank DKI.
Gubernur DKI: “Ini Sudah Keterlaluan!”
Tidak hanya DPRD, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo juga menyampaikan kemarahannya atas situasi ini. Ia secara tegas mendukung agar masalah ini diproses melalui jalur hukum dan dilaporkan langsung ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
“Ini sudah keterlaluan, nggak mungkin nggak melibatkan orang dalam,” ujar Pramono dalam pernyataan yang diunggah melalui akun Instagram resminya @pramonoanungw.
Pernyataan Gubernur ini mengindikasikan adanya kecurigaan kuat terhadap kemungkinan keterlibatan pihak internal dalam gangguan sistem, dan bukan semata akibat serangan siber dari pihak luar. Hal ini memperkuat urgensi audit menyeluruh dan penyelidikan oleh aparat berwenang.
Tuntutan Transparansi dan Reformasi Sistem IT Bank DKI
Dengan sorotan tajam dari legislatif dan eksekutif, Bank DKI kini berada dalam tekanan untuk melakukan evaluasi total terhadap sistem keamanan digital mereka. DPRD meminta agar dilakukan audit eksternal oleh lembaga independen guna memastikan ketahanan sistem informasi yang digunakan.
Langkah transparansi, pembentukan tim investigasi, serta komunikasi terbuka dengan publik menjadi tuntutan utama. Hal ini diperlukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan integritas lembaga.
Sebagai bank milik pemerintah daerah, Bank DKI memiliki peran vital dalam mengelola keuangan Pemprov DKI, termasuk penyaluran dana bansos, pembayaran gaji ASN, dan transaksi publik lainnya. Oleh karena itu, kestabilan sistemnya menjadi bagian dari kepentingan strategis daerah.
Desakan Rencana Aksi dan Penanganan Krisis
Komisi E DPRD DKI juga berencana memanggil jajaran direksi Bank DKI dalam rapat kerja khusus guna meminta pertanggungjawaban, sekaligus menyusun langkah konkret penanganan jangka pendek dan jangka panjang. Evaluasi menyeluruh atas kebijakan IT, vendor sistem, serta tata kelola keamanan data juga akan dibahas.
“Sangat penting bagi publik untuk tahu siapa yang bertanggung jawab, apa penyebabnya, dan bagaimana jaminan bahwa hal serupa tidak akan terjadi lagi,” ujar Justin.