Pasien RSUD Tebo Alami Penolakan BPJS Kesehatan Suara dari Warga dan Klarifikasi Pihak Terkait

Senin, 24 Februari 2025 | 18:31:05 WIB
Pasien RSUD Tebo Alami Penolakan BPJS Kesehatan Suara dari Warga dan Klarifikasi Pihak Terkait

JAKARTA – Seorang warga dari Kabupaten Tebo, Jambi, meluapkan kekesalan setelah pengajuan rawat inap di RSUD Sultan Thaha Saifuddin (STS) ditolak meskipun rutin membayar iuran BPJS Kesehatan. Pengalaman ini tidak hanya menyentuh hati tetapi juga memicu diskusi penting tentang batasan layanan BPJS Kesehatan. Indrawati, istri pasien, menyampaikan rasa kecewa karena penyakit yang diderita suaminya, Sabar, tidak masuk dalam daftar penyakit yang ditanggung untuk rawat inap oleh BPJS Kesehatan.

Penyebab Penolakan RSUD terhadap Pasien BPJS

"Suami saya didiagnosa dispepsia, dan mereka bilang itu tidak bisa membuatnya dirawat inap di rumah sakit lewat BPJS," kata Indrawati kepada wartawan. Dispepsia, suatu kondisi yang umumnya dikenal sebagai gangguan pencernaan, memang menjadi salah satu dari 144 diagnosis yang menurut kebijakan BPJS Kesehatan tidak memenuhi syarat untuk dirawat inap.

Indrawati merasa sudah mengikuti semua prosedur yang diberikan. "Saya sudah datang ke IGD, mereka minta rujukan, saya ambil rujukan ke Puskesmas," jelasnya. Namun, kenyataan yang diterimanya menunjukkan bahwa rujukan tersebut hanya merujuk mereka ke poliklinik rawat jalan, tanpa adanya indikasi untuk rawat inap atau obat yang diberikan.

Penjelasan dari Pihak Rumah Sakit

Pihak RSUD melalui Kepala Bidang Pelayanan, Verawati Afta, memberikan keterangan lengkap mengenai situasi ini. "Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien memang tidak dalam kondisi gawat darurat. Berdasarkan hasil dari dokter UGD, kondisi pasien tidak mengindikasikan perlunya rawat inap karena kondisi masih dalam keadaan stabil," jelas Verawati.

Dr. Vika, dokter UGD RSUD STS yang memeriksa Sabar, menambahkan, "Pasien datang dengan keluhan di bagian perut selama empat hari, tetapi setelah diperiksa, hemodinamik, tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigennya masih stabil." Analisis lebih lanjut melalui rekam jantung pun tidak menunjukkan adanya anomali yang mengharuskan rawat inap.

Langkah Penting bagi Pasien BPJS

Situasi ini menyoroti perlunya pemahaman mendalam bagi pengguna layanan BPJS Kesehatan tentang kondisi-kondisi medis yang menjadi cakupan serta keterlibatan aktif dalam setiap tahap pemeriksaan.

"Kalau memang ingin menggunakan BPJS Kesehatan, harus disertakan surat rujukan," imbuh dr. Vika. Setelah prosedur ini dipenuhi, pasien diarahkan kembali ke poliklinik spesialis penyakit dalam, tetapi dokter spesialis tidak menyarankan rawat inap, sehingga prosedur tersebut dihentikan sesuai analisa profesional.

Indrawati juga mendapatkan penjelasan tambahan tentang pengambilan obat yang harus dilakukan melalui farmasi setelah pemeriksaan, namun sempat ada kesalahpahaman karena mereka langsung pulang setelah konsultasi.

Fenomena Penolakan dan Kasus Lainnya di Masyarakat

Kejadian serupa mengenai layanan BPJS juga mengemuka di berbagai wilayah, seperti kasus viral dari mantan karyawan PT Timah yang mengejek pekerja honorer pengguna BPJS dalam sebuah unggahan media sosial. Kasus ini memperlihatkan spektrum luas dari emosi dan persepsi publik terhadap perlakuan kesehatan dan layanan yang dianggap tidak maksimal atau dipahami salah oleh penggunanya.

Akibat dari unggahan video menghina pekerja honorer tersebut, yang bersangkutan, Dwi Citra Weni, akhirnya diberhentikan dari pekerjaannya. "Setelah serangkaian evaluasi, PT Timah Tbk memutuskan untuk memberikan sanksi pemutusan hubungan kerja," ucap Kepala Bidang Komunikasi PT Timah, Anggi Siahaan.

Implikasi dan Harapan di Masa Depan

Dari kejadian-kejadian ini, terlihat pentingnya edukasi mengenai BPJS Kesehatan, baik dari sisi pasien yang memanfaatkan layanan maupun para penyedia layanan medis. Transparansi tentang penyakit dan prosedur yang ditanggung BPJS serta koordinasi antara fasilitas layanan kesehatan dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan sistem ini ke depannya.

"Kami berharap supaya ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih memahami dan menaati prosedural yang ada," tutup Anggi. Semoga pada akhirnya, peristiwa ini dapat meningkatkan kebijakan informasi yang lebih baik dan hubungan yang lebih harmonis di antara semua pemegang kepentingan dalam sistem kesehatan masyarakat kita.

Terkini